tag:blogger.com,1999:blog-80259189354649853252024-03-15T18:10:16.849-07:00Pendidikan AnakDyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.comBlogger176125tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-33061588494272582952010-07-01T19:30:00.000-07:002010-07-01T19:30:00.312-07:00Hari Pertama Sekolah : Persiapan Mental Anak<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha9kLX_fED-rLQO5_nqIao8TZ6BLTmmXJT89sFWBIm9nl_HLKERHzyV_Ekb20-sXnrH4hyphenhyphenkCx2rJrMrCORP57u7WETW5GKf4aHISHQNEtBo8ITEdTav7CmWXesLUru6v8-zgMTTDLR4w0/s1600-h/back+to+school.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha9kLX_fED-rLQO5_nqIao8TZ6BLTmmXJT89sFWBIm9nl_HLKERHzyV_Ekb20-sXnrH4hyphenhyphenkCx2rJrMrCORP57u7WETW5GKf4aHISHQNEtBo8ITEdTav7CmWXesLUru6v8-zgMTTDLR4w0/s200/back+to+school.jpg" /></a>Tak terasa si buah hati sudah tumbuh besar dan tiba waktunya untuk belajar di sekolah demi masa depannya. Padahal rasanya baru kemarin ia belajar merangkak dan berbicara. <br />
<br />
Perilaku anak menyambut hari pertamanya di sekolah memang berbeda-beda. Ada yang semangat dan girang, namun ada juga yang takut, rewel, malas atau malu. Sikap tersebut sangatlah wajar, terutama karena mereka dihadapkan dengan dunia baru yang masih asing bagi mereka.<br />
<br />
Disinilah peran Anda sebagai orang tua diperlukan. Charles E. Schaefer, Ph.D. dari Pusat Pelayanan Psikologi Farleigh Dickinson University pun memberikan beberapa tips yang akan membantu Anda menyemangati si buah hati dalam melawan rasa khawatir dan cemasnya, seperti dikutip dari <em>mykidsbookbee</em>.<br />
<br />
<strong>1. Beri penjelasan tentang sekolah</strong><br />
Beberapa anak sering merasa cemas dan takut yang berlebihan menjelang hari pertamanya di sekolah. Sebenarnya mereka hanya butuh penjelasan dan pengertian. Ceritakanlah hal-hal yang akan dia temui di sekolah. Katakan padanya bahwa belajar itu menyenangkan, guru-gurunya baik, ruangan kelasnya nyaman, dan banyak teman baru yang akan ia dapatkan.<br />
<br />
<strong>2. Ceritakan kegiatan seru di sekolah</strong><br />
Sekolah baru sama artinya dengan planet asing bagi anak-anak. Mereka hanya belum mencobanya, yang harus Anda lakukan adalah menceritakan dengan spesifik betapa serunya kegiatan di sekolah. Usahakan mengatakan kalimat semenarik mungkin, jangan katakan kalimat umum seperti "Kamu akan belajar dan banyak main di sekolah".<br />
<br />
Jelaskanlah lebih rinci seperti, "Sekolah sangat seru dan menyenangkan. Semua anak akan masuk kelas, meletakkan tasnya di tempatnya masing-masing, lalu guru akan menjelaskan pelajaran seperti membaca, berhitung, bernyanyi dan kamu juga akan bermain bersama teman-teman".<br />
<br />
<strong>3. Jangan katakan waktu padanya</strong><br />
Anak-anak belum bisa mengerti pentingnya belajar, yang mereka tahu hanyalah bermain. Ketika mulai masuk kelas, mereka pun menanyakan kapan dijemput atau kapan sekolah akan berakhir.<br />
<br />
Untuk menjawabnya, sebaiknya hindari mengatakan waktu yang harus dia tempuh untuk belajar di kelas, seperti "Ibu akan menjemputmu 3 jam lagi", atau bahkan "Kamu akan berada di sini sebentar saja". Perkataan seperti itu cukup menakutkan bagi mereka.<br />
<br />
Lebih baik katakan yang sebenarnya tanpa menyebutkan berapa lama waktunya di kelas, seperti "Kamu akan senang bersama teman-temanmu sampai-sampai tak terasa ibu datang untuk menjemputmu lagi".<br />
<br />
<strong>4. Informasikan keberadaan Anda</strong><br />
Saat memasuki kelas dan berpisah dengan orang tua yang mengantar adalah saat yang sulit bagi anak-anak. Mereka sering cemas dan membayangkan dirinya dalam bahaya karena ayah-ibunya tak ada.<br />
<br />
Sebagian anak lainnya justru mencemaskan keselamatan orangtuanya. Untuk itu orangtua perlu menjelaskan keberadaan dirinya setelah selesai mengantar anak. Beri dia informasi yang detail seperti, "Ayah akan pergi ke kantor setelah mengantarkanmu ke sekolah" atau "Ibu akan pergi ke pasar untuk belanja".<br />
<br />
<strong>5. Berikan dorongan positif</strong><br />
Seorang anak yang ketakutan akan mengekspresikan ketakutannya dengan berbagai perilaku, seperti mengisap jempol, ngompol, merengek-rengek, cemberut, marah tanpa sebab, atau mungkin menarik diri dari lingkungan.<br />
<br />
Menyikapi perilaku seperti itu, sebaiknya tahan emosi Anda. Jangan mengatakan, "Kamu tidak boleh ngompol lagi, gurumu dan teman-temanmu pasti tidak suka dengan kebiasanmu itu".<br />
<br />
Yang ia butuhkan hanyalah dorongan positif dan kata-kata yang menenteramkan, seperti "Ibu tahu kalau kamu tidak akan mengisap jempolmu lagi, kamu kan sudah besar."<br />
<br />
Nah, sudah siap kan mengantarnya sekolah?nu/det<br />
<input id="gwProxy" type="hidden" /><!--Session data--><input id="jsProxy" onclick="jsCall();" type="hidden" /><div id="refHTML"></div>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-25289990396038679892010-02-27T19:48:00.000-08:002010-02-27T19:48:00.476-08:00Ide Kreatif Merangsang Kecerdasan Anak<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmcnUiCRJB_cpJevhQ-c9xRTEcx6nbt9dyqaI3uC8x5Binof1_pLAETYZecVPiuPZqRkLktngD_qCd9S3LZ0wdvOEbO83SVqyhLvz26em99I1ADo_HnUaupc1Z05VAL1qSO_THj3Zu7Rs/s1600-h/anak+cerdas.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmcnUiCRJB_cpJevhQ-c9xRTEcx6nbt9dyqaI3uC8x5Binof1_pLAETYZecVPiuPZqRkLktngD_qCd9S3LZ0wdvOEbO83SVqyhLvz26em99I1ADo_HnUaupc1Z05VAL1qSO_THj3Zu7Rs/s200/anak+cerdas.jpg" /></a>Kepintaran seorang bisa dibilang sebuah anugerah yang diberikan kepada anak tersebut. Tapi ternyata faktor yang mempengaruhi kepintaran seorang anak juga ditentukan oleh lingkungannya.<br />
<br />
Ada banyak hal yang bisa membuat anak menjadi lebih pintar, tentunya selain dengan belajar di sekolah. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membuat anak menjadi lebih pintar, seperti dikutip dari <em>MSNNews</em>, :<br />
<br />
1. Bermain permainan yang berpikir<br />
Catur, teka-teki silang dan sudoku selain menyenangkan juga mendukung strategi berpikir anak-anak, bagaimana cara menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan yang kompleks. <br />
<br />
2. Bermain musik<br />
Bermain musik selain menyenangkan juga bisa merangsang pertumbuhan otak kanan. Menurut sebuah studi di Universitas Toronto, diadakannya pelajaran musik bisa memberikan keuntungan dalam meningkatkan IQ anak dan performa akademisnya. Semakin lama waktu yang digunakan untuk bermain musik maka efek yang dihasilkan juga semakin besar.<br />
<br />
3. Pemberian ASI<br />
ASI merupakan makanan otak yang paling dasar. Peneliti secara konsisten terus menunjukkan berbagai macam keuntungan ASI yang behubungan dengan pertumbuhan bayi. Anak yang mengkonsumsi ASI eksklusif akan memiliki tingkat kepintaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang mengkonsumsi ASI hanya beberapa bulan saja.<br />
<br />
4. Membiasakan berolahraga<br />
Para peneliti di Universitas Illinois menunjukkan hubungan yang kuat antara kebugaran dan prestasi akademik di antara anak-anak sekolah dasar. Semakin bugar badan sang anak maka kemampuan dalam menerima pelajaran juga meningkat. Sebaiknya mendorong anak untuk terlibat dalam aktivitas fisik atau organisasi olahraga tertentu sesuai dengan minat anak.<br />
<br />
5. Menyingkirkan makanan siap saji<br />
Mengurangi asupan gula, lemak trans dari makanan siap saji dan menggantinya dengan makanan bergizi tinggi yang baik untuk perkembangan mental anak usia dini serta berfungsi dalam perkembangan motorik anak pada usia 1-2 tahun pertama. Contohnya anak-anak memerlukan zat besi untuk perkembangan jaringan otak yang sehat, anak yang kekurangan zat besi akan lambat dalam menerima rangsangan.<br />
<br />
6. Mengembangkan rasa ingin tahu<br />
Para ahli mengatakan orang tua yang menunjukkan rasa ingin tahunya pada anak akan mendorong anak untuk mencari ide-ide baru, sehingga merangsang anak untuk berpikir. Mengajari anak keterampilan baru serta pendidikan di luar rumah juga bisa mengembangkan rasa ingin tahu anak dan intelektualnya.<br />
<br />
7. Budayakan membaca<br />
Membaca adalah cara yang paling mudah untuk meningkatkan pembelajaran dan perkembangan kognitif anak-anak dari segala usia. Cara ini bisa dimulai dengan sering membacakan anak dongeng sebelum tidur dan sering-seringlah memberikan anak hadiah buku yang bisa menarik perhatiannya.<br />
<br />
8. Mengajarkan kepercayaan diri<br />
Orang tua sebaiknya meningkatkan semangat dan optimisme anak-anak. Berpartisipasi dalam tim olahraga atau kegiatan sosial akan membantu meningkatkan kepercayaan diri sang anak diantara teman-temannya.<br />
<br />
9. Memberikan sarapan yang sehat<br />
Para peneliti meyakinkan bahwa mengonsumsi sarapan yang sehat akan meningkatkan memori dan konsentrasi anak dalam belajar. Anak-anak yang tidak dibiasakan sarapan cenderung lebih mudah marah dan kurang konsentrasi pada waktu belajar, sementara anak yang sarapan akan tetap fokus dan bergerak selama jam sekolah.ver/det<br />
<input id="gwProxy" type="hidden" /><!--Session data--><input id="jsProxy" onclick="jsCall();" type="hidden" /><div id="refHTML"></div>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-77675170988660399292010-02-17T21:49:00.000-08:002010-02-17T21:49:00.261-08:00Les Anak : Cara Cermat Memilih<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWx0ODQIToe9vFPzCed2QENYpEJAQx6PvVvXKlshD2QBqA7yZ-pKneWhEue7j5DTi_tYQC4PcxHGHpzwhe_qDnYVDZB3zg8CBw44pcnrWE_72moFRvwqPTfcIefAxrPb2KCM7ldZSZS-Q/s1600-h/anak+les.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWx0ODQIToe9vFPzCed2QENYpEJAQx6PvVvXKlshD2QBqA7yZ-pKneWhEue7j5DTi_tYQC4PcxHGHpzwhe_qDnYVDZB3zg8CBw44pcnrWE_72moFRvwqPTfcIefAxrPb2KCM7ldZSZS-Q/s200/anak+les.jpg" /></a>Ada segudang pilihan kegiatan ekstrakurikuler anak di luar sekolah. Kegiatan tambahan ini bisa untuk mengasah bakat seni atau kemampuan olahraganya. <br />
<br />
Tapi jangan silau dengan banyaknya pilihan les demi untuk memuaskan keinginan orang tua. Jangan pula anak dituntut ikut beragam les tanpa melihat kemampuan dan keinginan si anak. Selain kegiatan sekolah yang memiliki rutinitas sama, anak-anak memang membutuhkan kegiatan tambahan (ekstrakurikuler)yang bisa menghilangkan kejenuhan. Ekstrakurikuler juga bisa menambah teman, menyalurkan hobi dan juga meningkatkan sosialisasi buat anak.<br />
<br />
Ekstrakurikuler buat anak bisa didapat dari sekolah ataupun memasukkan anak-anak ke tempat kursus di luar sekolah. Ekstrakurikuler yang bisa dipilih tergantung dari hobi dan minat si anak. <br />
<br />
Ada beraneka pilihan untuk kegiatan ekstrakurikuler ini mulai dari sekolah olahraga, sekolah musik, drama, les bahasa, fotografi ataupun kegiatan tambahan lainnya.<br />
<br />
Tapi meski ada banyak pilihan les untuk menambah keterampilan anak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti dikutip dari <i>eHow</i>:<br />
<br />
<ol><li>Cari tahu apa yang menjadi hobi dari si anak. Meskipun banyak keuntungan yang bisa didapat oleh anak dengan ikut kegiatan yang baru, orang tua juga harus memastikan bahwa kegiatan tersebut akan menarik untuk anak.</li>
<li>Cari beberapa pilihan ekstrakurikuler yang sesuai untuk anak. Temukan kapan waktunya, seberapa sering ekstrakurikuler tersebut, berapa biayanya, dan siapa pengajar atau pengawasnya.</li>
<li>Diskusikan hasil pilihan orang tua dengan anak. Orang tua juga ingin memastikan bahwa anak juga akan senang melakukan kegiatan tersebut, bukan karena paksaan dari orang tua saja.</li>
<li>Berikan dua atau tiga pilihan kepada si anak.</li>
<li>Anak akan lebih berkomitmen untuk menjalani ekstrakurikuler pilihannya sendiri.</li>
<li>Orang tua juga harus terlibat, dengan ikut mengantar atau menjemput sang anak saat menjalani ekstrakurikuler, dan memberikan dukungan saat anak mengikuti lomba dari ekstrakurikuler tersebut.</li>
</ol>Sebagai orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi ada satu hal yang harus diingat bahwa anak harus menikmati segala sesuatu yang mereka jalani tanpa ada paksaan ataupun hal lain yang membuat anak-anak merasa tidak nyaman mengikutinya.<br />
<br />
Sebaiknya jangan memberikan anak kegiatan ekstrakurikuler yang terlalu banyak, yang membuat anak tidak punya waktu untuk bermain dengan teman-temannya, menikmati waktunya sendiri, dan bisa saja mengganggu waktu belajarnya di sekolah yang bisa menurunkan prestasi belajarnya.<br />
<br />
Jadi, cermatlah dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler untuk sang buah hati.ver/det<input id="gwProxy" type="hidden" /><input id="jsProxy" onclick="jsCall();" type="hidden" /><br />
<div id="refHTML"></div><input id="gwProxy" type="hidden" /><input id="jsProxy" onclick="jsCall();" type="hidden" /><br />
<div id="refHTML"></div><input id="gwProxy" type="hidden" /><!--Session data--><input id="jsProxy" onclick="jsCall();" type="hidden" /><div id="refHTML"></div>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-58952408575926548692010-02-07T19:19:00.000-08:002010-02-07T19:19:00.591-08:00Pre-School : Tak Perlu Jika Ibu Kreatif<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLy7feQtLXMiyYiknjxS7e1ffjE7xIUgle2IfEMeaV6WHbmJJZdgm5JRj1H6giABzZuAJctzSGhWgz5fiYCpvPHAbHTfD4Bpc31BHfSCvH77pGnTI5alKlHq17Xyz5Hk3kjxYZTl4WQME/s1600-h/preschool.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLy7feQtLXMiyYiknjxS7e1ffjE7xIUgle2IfEMeaV6WHbmJJZdgm5JRj1H6giABzZuAJctzSGhWgz5fiYCpvPHAbHTfD4Bpc31BHfSCvH77pGnTI5alKlHq17Xyz5Hk3kjxYZTl4WQME/s200/preschool.jpg" /></a>Setiap orang pasti ingin agar anaknya cerdas untuk memperoleh masa depan yang gemilang. Berbagai upaya dan investasi dilakukan sejak dini demi kelancaran tumbuh kembang si kecil nantinya. Pre-School pun mulai banyak diminati para orang tua karena dianggap dapat mencetak anak berprestasi.<br />
<br />
Psikolog anak, Dr. Rose Mini AP, Mpsi atau yang populer dengan panggilan bunda Romi menyebutkan bahwa IQ anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu nature (genetik) dan nurture (stimulasi) seperti bermain, musik, bahasa, dan lainnya.<br />
<br />
Menurutnya, 80% otak anak berkembang sejak masa kandungan hingga umur 3 tahun. "Bahkan umur 1-3 tahun, anak dapat menyerap 13 juta kata, asalkan si anak mendapatkan rangsangan dan stimulasi," ujar bunda Romi.<br />
<br />
Melihat tren yang berkembang di kalangan orang tua saat ini, yaitu berlomba-lomba memasukkan anaknya ke pre-school, terkadang menjadi dilema bagi beberapa orang tua yang tidak sanggup menyekolahkan anaknya sedini mungkin.<br />
<br />
Namun ternyata, memasukkan anak ke pre-school bukan jalan satu-satunya mencetak anak pintar. Seorang anak dapat merasakan suasana pre-school di dalam rumah, asalkan sang ibu kreatif.<br />
<br />
"Nggak ada sekolah buat orang tua. Orang tua harus kreatif dan banyak mencari informasi tentang tumbuh kembang anak. Orang tua harus mau susah, jangan menganggap memasukkan anak ke pre-school dapat meringankan tangung jawabnya, karena bisa bahaya," tegas bunda Romi.<br />
<br />
Menurutnya, bahaya memasukkan anak ke preschool adalah ketika orang tua menjadi lepas tangan. Selain itu bila sistem yang diterapkan di sekolah tidak sama dengan sistem di rumah, anak bisa bingung.<br />
<br />
"Contohnya jika orang tua memasukkan anaknya ke sekolah Islami dengan disiplin yang ketat, tetapi di rumahnya tidak diterapkan, sama saja bohong," ucapnya.<br />
<br />
"Boleh saja memasukkan anak ke pre-school sejak batita, asalkan tidak membuat anak jenuh. Usahakan mereka lebih banyak bermain, karena dengan bermain informasi akan lebih cepat masuk ke otak,"saran bunda Romi.<br />
<br />
Sebuah penelitian membuktikan bahwa orang tua yang melatih anak dengan bermain, maka informasi yang masuk dapat mencapai 80%. Namun bila dipaksa, informasi tidak akan masuk karena seperti ada tirai yang menghalanginya masuk.<br />
<br />
"Pada dasarnya bagi anak-anak, bermain merupakan cara belajar yang paling alami serta dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak," jelas bunda Romi.<br />
<br />
Untuk ibu yang mendidik anaknya di rumah, dapat menggunakan cara-cara kreatif yang menmstimulasi si anak. "Cari alat stimulasi yang mudah. Misalnya,menstimulasi bunyi-bunyian dari peralatan kaca, atau menggunakan jari-jari tangan untuk berkomunikasi dengan cara unik, lucu dan menarik bagi anak," tambahnya.<br />
<br />
Jika Anda tertarik memasukkan anak ke pre-school, ini dia tipsnya memilih preschool yang tepat :<br />
1. Pilih sekolah (pre-school) yang dapat mengoptimalkan anak.<br />
2. Jangan paksakan anak untuk belajar, cobalah mencari berbagai permainan yang disesuaikan dengan gaya berpikirnya.<br />
3. Cari pre-shool yang gurunya tidak keluar masuk, karena anak perlu attachement atau kedekatan untuk tumbuhkembangnya.<br />
4. Harus yang banyak kegiatan motorik kasarnya (jalan, lari, dll).<br />
5. Ada kegiatan outdoornya (50:50), jangan langsung akademis.<br />
6. Jalin komunikasi dengan pihak sekolah atau guru untuk mengetahui perkembangan anak di sekolah.<br />
<br />
Dalam kesempatan tersebut, Maudy Koesnaedi yang hadir sebagai nara sumber sekaligus moderator pun bertanya mengenai pentingnya mengajarkan bahasa asing pada anak sejak balita.<br />
<br />
"Para ibu cenderung menginginkan anaknya bisa menguasai beberapa bahasa dengan cara memasukkan si kecil ke preschool yang proses belajarnya menggunakan beberapa bahasa, sebenarnya baguskah hal seperti itu?" tanya Maudy.<br />
<br />
Menurut bunda Romi, memang banyak orang tua yang ngerasa anaknya keren kalau ngomong bahasa asing. 'Nggak ada yang ngelarang, tapi yang jadi masalah adalah ketika anak bingung bahasa apa yang dipakainya nanti sehari-hari," ucap bunda Romi.<br />
<br />
Selain itu, orang tua terkadang tidak memperhatikan apakah si kecil sudah siap atau belum jika si kecil disekolahkan di tempat yang proses belajarnya menggunakan beberapa bahasa. Untuk itu, kemampuan bahasa anak pun perlu dites dan dipertimbangkan lagi.<br />
<br />
"Amati berapa kata yang dapat ia serap tiap harinya. Pertimbangkan juga kebutuhan keluarga dan anak sebelum menggunakan bilingual, apakah sering dipakai atau tidak bahasa asing tersebut di rumah," jelas bunda Romi.<br />
<br />
Yang terpenting adalah mengajarkan bahasa ibu dulu, baru bahasa sehari-hari. "Walaupun suami saya orang Belanda, tapi saya mengajarkan bahasa Indonesia dulu, baru setelah dia siap belajar bahasa asing, saya ajarkan," ujar Maudy yang saat ini sudah setahun menyekolahkan anaknya di pre-school Planet Kids.<br />
<br />
Nah, para orang tua, sebelum Anda menitipkan anak pada satu sekolah, tidak ada salahnya melakukan <em>school shopping</em> untuk melihat sejauh mana kecocokan visi misi serta kurikulum pre-school itu dengan kepribadian si anak.<br />
<br />
"Tapi kalau sang ibu kreatif dan punya banyak waktu untuk menstimulasi pertumbuhan anak di rumah, ngapain dimasukin preschool?" ucap bunda Romi.nu/det<br />
<input id="gwProxy" type="hidden" /><!--Session data--><input id="jsProxy" onclick="jsCall();" type="hidden" /><div id="refHTML"></div>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-53726839473560503372010-01-28T06:40:00.000-08:002010-01-28T06:40:00.507-08:00Tips Memilih Sekolah Terbaik Buat Anak<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinOulx8O2E1Yie07sC1DDBUkmiiXfM29ZLed90aXSsiFkEJEWhlxw99vcz-ws9v-enD3groGgpiLV8ZNz4MZ1PzvnKksimyWutFT22Lvc1IKjmJK24P-Q0YvAOOUoup4VF81z8rZ-81qY/s1600-h/school.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="148" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinOulx8O2E1Yie07sC1DDBUkmiiXfM29ZLed90aXSsiFkEJEWhlxw99vcz-ws9v-enD3groGgpiLV8ZNz4MZ1PzvnKksimyWutFT22Lvc1IKjmJK24P-Q0YvAOOUoup4VF81z8rZ-81qY/s200/school.jpg" width="200" /></a><br />
</div>Banyak pilihan sekolah yang ada saat ini mulai dari sekolah milik negeri, sekolah berbasis agama, sekolah internasional atau sekolah dengan pola khusus seperti sekolah alam.Tapi Anda harus cermat untuk memilih sekolah mana yang bagus untuk si kecil, karena sekolah juga menentukan masa depan dan perilakunya.<br />
<br />
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih sekolah TK dan SD yang baik untuk anak. Yang terpenting kata pakar dan praktisi pendidikan anak Arif Rachman, dalam sekolah tersebut terdapat sentral bermain anak untuk mengembangkan 5 hal penting, yaitu spiritual, emosional, jasmani, intelektual, dan sosialnya, yang dikemas dalam kegiatan belajar mengajarnya.<br />
<br />
Dalam memilih sekolah sebaiknya pilihlah sekolah yang tertib, teratur dan bersih, karena lingkungan sekitar sekolah juga mempengaruhi proses belajar mengajar anak-anak. <br />
<br />
Lingkungan yang tidak kondusif bisa merusak konsentrasi anak ketika sedang belajar. Serta pastikan bahwa sekolah tersebut mempunyai visi dan misi yang tidak melanggar Undang-Undang Pendidikan.<br />
<br />
Selain lingkungan serta visi dan misi sekolah tersebut, hal yang penting untuk diperhatikan adalah guru-guru dari sekolah tersebut.<br />
<br />
"Untuk guru TK sebaiknya telah mendapatkan pendidikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sedangkan untuk sekolah dasar sebaiknya memiliki pendidikan minimal S1 dan untuk guru kelas 1,2, dan 3 yang mengajar semua mata pelajaran sebaiknya juga mendapatkan pendidikan PAUD," ujar Arif .<br />
<br />
<strong>Beberapa tips memilih sekolah yang baik untuk anak:</strong> <br />
<ul><li>Untuk memilih sekolah dasar bisa dilihat dari output yang dihasilkan. Seperti berapa banyak lulusan sekolah dasar tersebut yang bisa masuk ke SMP unggulan. Karena banyaknya lulusan yang bisa masuk sekolah unggulan berarti sekolah tersebut mempunyai sistem pembelajaran yang bagus. </li>
<li>Untuk memilih taman kanak-kanak pilihlah TK yang mempunyai sistem belajar yang baik dalam hal belajar menulis, membaca dan sosial.</li>
<li>Sebelum masuk taman kanak-kanak tidak ada salahnya memasukkan anak anda ke PAUD. Karena di PAUD anak Anda bisa belajar bersosialisasi dengan teman-temannya, diajarkan bernyanyi, menulis dan membaca. Dan PAUD memberikan kegiatan yang positif untuk anak.</li>
<li>Anak-anak SD sebaiknya diberikan kegiatan intra, ekstra dan co-kurikuler yang seimbang, sehingga didapatkan kemampuan intelektual dan sosial yang seimbang.</li>
<li>Sedangkan untuk TK pilihlah TK dengan metode bermain sambil belajar dibandingkan dengan program belajar secara klasik.</li>
</ul>"Untuk memilih sekolah TK dan SD, pilihlah sekolah yang memiliki jarak tidak terlalu jauh dengan rumah, sehingga anak masih mempunyai waktu yang cukup untuk berkumpul dengan keluarga, dan bermain dengan orang tua, untuk orang tua yang sibuk pastikan bahwa pengasuh anak kita mempunyai pendidikan yang baik," jelas Arif.<br />
<br />
Yang tak kalah penting dibutuhkan kerjasama yang baik antara guru di sekolah dengan orang tua dirumah dan juga dengan pengasuhnya. Tujuannya agar apa yang sudah diajarkan di sekolah bisa tetap dilanjutkan dirumah, sehingga anak bisa memiliki intelektual, emosional, spiritual, jasmani dan sosial yang bagus.vfb/det<input id="gwProxy" type="hidden" /><!--Session data--><input id="jsProxy" onclick="jsCall();" type="hidden" /><div id="refHTML"></div>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-35338760394897795282010-01-17T04:05:00.000-08:002010-01-17T04:05:00.093-08:00Jauhkan Junk Food Dari Anak Anda!!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9DlYuLk3YjUiQKJi0kHqGTBJlkAT1eooRxejwUrIfsAuj2MmYrz0mOyQCVMCXHOuABFUiDIz5iRj3zyk0wcO2ar5GmIPvghSlWu7bzZHB2ZqQXXOf1FIZzQimK1C_BPg2KnlExLG310E/s1600-h/junk+food.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9DlYuLk3YjUiQKJi0kHqGTBJlkAT1eooRxejwUrIfsAuj2MmYrz0mOyQCVMCXHOuABFUiDIz5iRj3zyk0wcO2ar5GmIPvghSlWu7bzZHB2ZqQXXOf1FIZzQimK1C_BPg2KnlExLG310E/s200/junk+food.jpg" /></a><br />
</div>Tak hanya kesehatan anak yang dapat terganggu karena terlalu banyak memakan makanan cepat saji atau junk food. Prestasi anak di sekolah juga dapat menurun. Sebuah penelitian membuktikannya.<br />
<br />
Penelitian itu dilakukan dengan melakukan survei terhadap 5.000 siswa dan siswi sekolah dasar di Amerika Serikat. Penelitian yang dikutip dari <em>Telegraph</em>, itu membuktikan bahwa adanya hubungan pola makan yang tidak sehat dengan menurunnya kemampuan akademik siswa dan siswi tersebut.<br />
<br />
Digambarkan bahwa rata-rata anak makan di restoran cepat saji tiga kali dalam seminggu. Saat diteliti lebih jauh, kemampuan membaca dan matematika mereka rata-rata bernilai 141.5 poin. <br />
<br />
Sedangkan para siswa yang makan di restoran cepat saji empat sampai lima kali, mendapat nilah lebih rendah 7 poin.<br />
<br />
Yang paling parah, anak-anak yang menyantap makanan cepat saji satu kali sehari bisa mengalami kemerosotan nilai hingga 16 poin dan yang tiga kali sehari sebanyak 19 poin.<br />
<br />
Para ahli menemukan bahwa makanan-makanan yang ada di restoran cepat saji, jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan gangguan kognitif pada anak. <br />
<br />
Gangguan itulah kemudian mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap ilmu di sekolah. Duh!aak/det<br />
<input id="gwProxy" type="hidden" /><!--Session data--><input id="jsProxy" onclick="jsCall();" type="hidden" /><div id="refHTML"></div>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-70754056015058834082010-01-12T00:15:00.000-08:002010-01-12T00:15:33.730-08:00Pengaruh Buruk Tayangan TV Bagi Anak-Anak<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLqb-aoWT3n5Vk3ShcX_1Qu7mehVbCi_7PQymang_PbvTx87Cc2IgC8El4yyaSfjcXrpT35nfuwL8v4UHwVR4PS3Kaigh8ZH-VhyoYImlzaBqBpqnOXBbETUT7q2ZYf9-GJEQ8T_LUJ6w/s1600-h/tv+anak.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLqb-aoWT3n5Vk3ShcX_1Qu7mehVbCi_7PQymang_PbvTx87Cc2IgC8El4yyaSfjcXrpT35nfuwL8v4UHwVR4PS3Kaigh8ZH-VhyoYImlzaBqBpqnOXBbETUT7q2ZYf9-GJEQ8T_LUJ6w/s200/tv+anak.jpg" /></a><br />
</div>Siaran televisi mempunyai dampak sangat besar dalam kehidupan manusia. Sering kali apa yang ditayangkan dalam kotak ajaib itu memancing hasrat penonton untuk ikut melakukannya. Simak saja bagaimana siaran televisi mampu membentuk budaya massa di berbagai belahan dunia.<br />
<br />
Irlandia<br />
Gara-gara serial Sex and the City, sekarang penduduk di sana lebih menggemari minum vodka ketimbang whiskey.<br />
<br />
<br />
Brasil<br />
Saat ini terjadi penurunan angka kelahiran di negara pengekspor telenovela ini. Data statistik menunjukkan, angka kelahiran di negara ini turun menjadi 2,3 anak per wanita dari angka sebelumnya, 6,3. Konon, penurunan tersebut terjadi karena kebanyakan cerita telenovela menampilkan sosok keluarga kecil.<br />
<br />
Israel<br />
Serial In Treatment yang ditayangkan di HBO menyebabkan tren baru di negara ini: mengikuti sesi terapi.<br />
<br />
Amerika Serikat<br />
Penduduk AS yang sering menonton tayangan tentang operasi plastik ditengarai tertarik untuk melakukan hal yang sama.<br />
<br />
China<br />
Media lokal di sana menyebutkan, serial Friends membuat orang-orang muda di China meniru gaya hidup para tokoh dalam serial terkenal itu. Salah satunya dengan menempati apartemen berdekatan dengan teman-temannya.<br />
<br />
Butan<br />
Pemerintah di negara yang memiliki slogan Gross National Happiness ini melarang siaran MTV dan World Wrestling Entertainment karena alasan meningkatnya tindakan kekerasan di kalangan anak-anak.<br />
<br />
Indonesia<br />
Hasil penelitian LIPI menyebutkan, dampak tayangan pornografi di televisi menyebabkan meningkatnya kasus kehamilan tidak dikehendaki di kalangan remaja, kekerasan seksual, bahkan aborsi. Demikian juga dampak tayangan berbau kekerasan. Salah satunya adalah maraknya aksi para bocah polos yang meniru gerakan para pegulat smackdown beberapa waktu lalu.AN/kmpsDyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-26666284017738406222009-12-29T04:06:00.000-08:002009-12-29T04:06:00.353-08:00Mengajar Anak Egois dan Mau Menang SendiriSumber: Ibu-ibu DI<br /><br />Tanya<br /><br />Aku mau sharing saja moms, kemarin kebetulan ada acara HBH di Gelanggang Samudra Ancol. Aku dan keluarga ikut serta. Asyiknya banyak tontonan dan permainan yang lain dari pada biasanya. Karena banyaknya orang mengakibatkan arena tontonan dan arena bermain jadi harus antri. Nah disini masalahnya. Saat aku menemani anak-anakku untuk antri di salah satu wahana yang hanya memperbolehkan anak-anak untuk bermain. Aku melihat seorang anak yang ditemani Ibunya. Diangkat oleh sang Ibu melewati pagar antrian sehingga dia dengan mudah dapat berlari mendapatkan giliran. Padahal didepanya banyak yang mengantri. Untung anakku tidak iri dengan cara mereka. Tapi yang lebih parah ternyata, setelah permainan selesai dan anak-anakku mencapai giliranya untuk bermain, aku lihat anak itu dapat instruksi dari sang Ibu untuk memutar dan bermain kembali tanpa diketahui oleh petugas. Jadi anak itu bermain 2 kali, sementara banyak orang masih mengantri. Benar-benar hebat kerja sama ibu dan anak itu. Dan ternyata aku kenal orangnya, dan aku tahu dia adalah orang yang berpendidikan.<br /><br />Kalau sudah begitu, tidak aneh rasanya melihat korupsi di negara kita, wong masih kecil saja anak sudah diajarkan egois dan mau menang sendiri. Entah dengan cara apapun.... Sementara aku wanti-wanti ke anak-anakku untuk tidak boleh begitu ya. Itu namanya kamu dzolim sama orang [An]<br /><br />Jawab<br /><br />Mba, Jadi ingat waktu jaman daftar sekolah anakku, antri di depan loket buat memasukkan form pendaftaran. Tahu-tahu ada seorang bapak yang berusaha menerobos antrian, plus pakai acara ngomel-ngomel karena antrian begitu penuh dan lama. Setelah beberapa kali menyikut orang, sampailah padaku. Sambil berusaha setenang mungkin, aku bilang begini;<br />"Pak, tolong sabar dan antri yaa...Kalau bapaknya saja tidak bisa tertib dan disiplin, percuma anaknya disekolahkan disini..."<br />Hihi... itu bapak yang dandanannya perlente melotot padaku tapi sudah tidak bias bicara lagi, karena bapak-bapak dan ibu-ibu lain yang ada di depanku jadi ikut nengok dan melihat beliau ini. Duh... banyak loh ortu model begini. Dan maaf-maaf, kalau penampilannya biasa-biasa saja sih, bisa dimaklumi kali yaa. Mungkin memang kurang terdidik atau berasal dari lingkungan terbiasa yang seperti itu. Nah, kalau yang sudah dandan necis, dan kalau bicara berselipan istilah bahasa asing. Tapi kelakuan semaunya sendiri, urat malunya sudah putus kali yaa...hi..hi..[Dy]<br /><br /><br />Sepertinya tidak bisa antri itu memang sebagian dari budaya kita, suka atau tidak suka, orang Indonesia itu paling susah disuruh tertib. Aku heran, dimana sekarang budaya tepa selira yang dulu sangat diagungkan itu, wong kenyataannya berapa banyak orang yang menyerobot lampu lalu lintas, berapa banyak orang yang menyerobot di pintu tol dan lainnya, dan sebagian besar kecelakaan terjadi karena tidak tertib khan? Kemarin aku juga kebetulan main di Jatim Park (Amusement Park di daerah Batu-Malang), meskipun arena permainan itu hanya untuk anak-anak, kenyataannya orang tua ikut campur dalam serobot-menyerobot, walhasil, anakku yang aku sengaja biarkan antri, ya tergeser terus, sama si ayah petugasnya yang ditegur; "Mas, tolong antriannya ditertibkan lagi, biar sama-sama enak dan tidak ada yang terserobot-serobot", walhasil para ortu yang tidak tertib itu melirik suamiku dengan sewot..hehehe Yah...seperti yang Mbak bilang, tidak heran kalau para koruptor semakin subur, ya karena memang diajarkannya seperti ini. Bahkan, tahun lalu aku berkesempatan berangkat haji, terlihat sekali ketidakbisaan antri ini, mulai dari masuk masjid, beli makanan, antri toilet, antri bis sampai terjadi rebutan makanan sumbangan (itu loh, tahun lalu kan ada ada insiden jamaah haji tidak mendapat suplai makanan)...byuh..byuh..padahal hari gini..saat jamaah haji sudah bergeser ke usia muda, harusnya lebih berpendidikan mengingat sebagian besar jamaah haji adalah orang yang lumayan mampu dan banyak yang memiliki jabatan, kenyataannya teteub saja tuh tidak bias antri so, moms yuk kita budayakan lagi tepa selira dan tertib ini, OK lah di era kita belum dapat terlaksana, tapi paling tidak di generasi anak-anak kita, kita harus lebih baik [HK]<br /><br /><br />Wah saya juga tidak suka orang tua yang mengajarkan anaknya seperti itu. Tidak cuma ngantri bahkan dalam lomba pun ada saja orang tua yang mengajarkan anaknya tidak jujur. Hal itu saya sering temukan dan sepertinya hal itu seperti hal yang biasa saja. Pernah suatu ketika pas saya menemani anak saya lomba melukis, ada salah satu teman lombanya yang memanipulasi usia alasannya takut sama lawan usianya dan yang pasti tidak menang bahkan orangtuanya ikut menjatuhkan mental lawan-lawan anaknya wah itu sangat membuat saya marah karena sejak kecil sudah diajarkan main curang dan berbohong. Bahkan bisa merugikan peserta lain. Saya pikir peristiwa yang mbak alami mencerminkan bahwa anak itu sudah diajarkan kecurangan tanpa memikirkan apakah hal itu dapat merugikan orang lain. Takutnya jika sudah besar nanti kalau dia menghadapi masalah dia hanya memikirkan dirinya sendiri, tidak peka terhadap lingkungan. Malah sekarang ini saya selalu ingatkan anak-anak agar selalu ngantri, tidak boleh curang dan peka terhadap lingkungan. Semoga saja ya mereka selalu ingat nasehat mamanya Amin [EP]<br /><br />Ada tambahan masukan dari teman yang lain:<br />Sebaiknya kalau kita melihat hal-hal seperti itu bersama anak kita, langsung tegur saja. Tentu dengan cara yang sebaik-baiknya. Biar anak kita tahu bahwa hal tersebut tidak baik dan kita berhak untuk menegur. Yuk Moms, kita mulai dari rumah kita dan lingkungan kita sendiri untuk<br />membenahi hal-hal seperti ini. Mudah-mudahan kita bisa mempengaruhi lingkungan yang lebih besar lagi nantinya. Mudah-mudahan, generasi anak-anak kita akan lebih baik [An]Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-91971007675311849392009-12-21T00:53:00.000-08:002009-12-21T00:53:00.646-08:00Bakat musik anakSumber: ibu ibu DI<br /><br />Tanya<br />Apa masih kepagian kalau anak umur 4 th kurang di les kan piano? Dimana bisa dapatkan step by step untuk mengajarkan anak sekecil itu, Apa mulai dari not balok? [dn]<br /><br />Jawab<br />Dari dulu, aku paling anti baca not balok. Aku tidak pernah tau tentang perpianoan. Dari dulu sih, asal fun-fun saja, karena sudah ada, ya aku mainkan. Sambil matanya lihat ke angka yang 1 2 3 nya saja dan tangannya yang jalan tapi lumayan, waktu SD jadi kepilih untuk wakil main piano. Sekarang ke anakku iseng, sambil nostalgia ceritanya. aku asal saja, sambil nyanyi-nyanyi bintang kecil, naik kereta api, hujan, seperti lagu-lagu anak, sambil bermain pianonya. cuma begitu saja gimana ya? tidak ada terpikir untuk memberi les anak main piano, ibunya saja anti baca not balok dan nantinya buat apa ya moms? minta sharingnya ya, sepertinya banyak yang minat sama piano ini, ada lebihnya ya ke perkembangan otak/kreativitas? [af]<br /><br />Anak sepupuku mulai dari umur 3 & 5 tahun, ini kakak beradik, kemaren waktu aku lebaran ke rumah sepupuku dia bilang yang lebih pintar adiknya yang dari umur 3 tahun belajar pianonya, mereka kursusnya di YMI Manggarai. kalau anakku belum ikutin, mau ke KMA yang punya Yamaha di daerah Cibubur tapi kursusnya hari sekolah kalau tidak Rabu/Kamis jam 14.00, tapi masih kasihan karena dia pulang sekolah jam 11.00 kalau kamis pulang jam 12.30 karena dilanjutkan ada ekstra kulikuler, mungkin aku mau masukkan ke Purwacaraka Studio di Depok yang kelas vokal dulu [Im]<br /><br />Mozart 4 tahun sudah bisa main piano. Tidak kepagian, kalau memang anaknya memang suka, dikursuskan saja. Sayang kalau bakatnya telat diasah. Musik penting sekali. Aku juga mau kursusin anakku piano, tapi lagi mikir, enaknya dimasukkin ke sekolah musik atau panggil guru privat ya? Soalnya anakku masih 3 tahun. Aku tadinya mau mengarahkan anakku main gitar. Jadi aku belikan gitar supaya dia bisa main. Tapi ternyata anakku tidak mau, gitarnya disandang terus kayak pacul. Dia maunya main piano saja. Ya sudah. Gitarnya aku lupakan. Ikutin saja dia maunya apa. Biola juga asik sekali. Aku dulu ingin sekali bisa biola, tapi apa daya besar di tengah hutan siapa juga yang mau mengajarkan main biola. Musik tidak bisa dipaksakan. Seperti aku dipaksa main trumpet dulu dan tidak pernah bisa, karena maunya main angklung [Fe]<br /><br />Di yamaha minimal 3,5 tahun sepertinya, awalnya diperkenalkan bunyi-bunyian berbagai alat musik mengenal ritme ketukan lagi tangga nada sederhana – do re mi, kalau memang sudah usianya bertambah mungkin baru fokus ke salah satu alat musik yang disukai sang anak kira-kira begitu. Aku juga ada rencana mau memasukan anakku ke kursus musik, makanya sudah survey ke beberapa tempat kursus [Su]<br /><br />Sharing pengalaman saja ya, anakku dulu pertama kali les piano umur 4 tahun, waktu itu aku masukin di KMA (Kursus Musik Anak) nya Yamaha, jadi ikut kelas atau group, 1 kelas kira-kira 7-8 anak, tidak les private. waktu itu sih ada yang bilang kalau les private, takut anaknya jenuh, jadi lebih baik diikutkan di kelas, dan ternyata buat anakku cocok, sampai KMA 4 lulus, dia sudah bisa baca not balok, baca lagu, setelah itu baru penjurusan, anakku pilih ke piano. Waktu umur 5 tahun, sempat juga aku arahkan untuk ke biola, ternyata anaknya lebih suka ke Piano, ya sudah, jadinya les piano. [Rn]<br /><br />Kebetulan anakku sekarang aku masukin ke kursus musik khusus balita, tempatnya di jalan Fatmawati. Rencananya aku mau masukkan ke playgroup Gita Niti di Jalan panglima polim. Metode pengajaran ditempat kursus khusus balita itu adalah pengenalan, jadi anak2 (sekelas 6 orang) diajak mendengerkan musik/lagu, lalu diajak "mendengarkan" ketukannya, tapi namanya juga anak2 2-3 tahunan, caranya mengajarnya juga sambil bermain. [Ik]<br /><br />Sepupuku yang perempuan juga kursus biola dari smp, sekarang dia sudah sma dan itu juga pilihannya sendiri, orang tuanya saja kaget kenapa pilihnya biola, padahal kakaknya yang perempuan juga pilihnya gitar, ternyata karena dia sering lihat vanessa mae main jadi dia ingin sekali seperti itu. Menurut tanteku setiap dia menunggu sepupuku kursus, ternyata yang les itu bukannya hanya anak-anak, orang dewasa juga banyak, jadi temen sekelas sepupuku itu ada yang sudah nenek-nenek ada yang pegawai telkom, ada mahasiswa juga. Kalau menurut aku, biola sekarang sudah banyak juga penggemarnya, jadi sepertinya pasti di sekolah musik seperti yamaha / kaiwa / modern, pasti sudah ada kelas biola. [In]<br /><br />Temannya anak saya juga sudah mulai belajar biola sejak umur 5 tahun, sekarang sudah dia umur 9 tahun, mainnya sudah bagus juga. Selain les biola, sebelumnya sudah les piano lebih dulu, jadi sekarang les 2 alat musik sekaligus. Kalau tidak salah, tempat les biola untuk ana-anak yang bagus di Amadeus. Pendiri sekolah musik ini Grace Sudargo yang juga pemain biola, jadi dia tahu bagaimana cara yang menarik untuk mengajar anak-anak kecil bermain biola. Belajar main biola ini harus betul-betul tekun, karena harus memproduksi nada yang tepat, tidak seperti piano yang tinggal tekan saja. Biola juga lebih sulit daripada gitar karena fretless.<br /><br />Anakku sudah 5,5 thn jadi sudah saatnya belajar musik dengan serius, tapi kalau nanti dia tetap dengan pendiriannya, apa boleh buat, terpaksa aku harus hunting biola. Biola ukuran ½ yang buatan Cina harganya tidak terlalu mahal, sekitar ½juta, jadi masih lumayan, tidak terlalu rugi kalau anaknya bosan. [Sy]<br /><br />Aku agak lupa persisnya, kira-kira 1-1.5 tahun, jadi KMA 1 kira- kira 3-4 bulan baru ujian , KMA 2 juga kira-kira 3-4 bulan lalu ujian dst. Disini anaknya tidak melulu teori, tapi juga pegang alat musik, pakai electone, ada nyanyinya, ada latihan jari-jari, ada PR mewarnai dan bikin not balok, jadi membuat anaknya menjadi tertarik, tidak bosan, meskipun begitu maksudnya tidak terus menerus pegang electone) pada saat ujian KMA 1 nanti, anaknya sudah bisa memainkan lagu, karena disitu kan ada juga ujian untuk memainkan lagu, hearing, dsb. Hanya saja kalau menurut aku dengan dasarnya di KMA tadi, penguasaan not balok, hearing , maksudnya basicnya menguasai sekali. Jadi jangan khawatir bahwa anaknya akan malas/bosan, karena anaknya tetap memainkan electone setiap kursusnya, hanya memang bukan piano, tapi electone. (ini menurut aku sendiri ya (aku juga tidak terlalu mengerti soal music, dan tidak bisa piano) bisa jadi anaknya dikenalkan electone dulu, karena jari-jarinya kan masih kecil, kalau piano untuk menekan beberapa kunci-kunci di piano, panjang dan jari tangannya masih tidak cukup untuk menjangkau tuts, ini hanya berdasarkan pemikiran orang awam. Satu lagi, anakku waktu itu les musik juga berdasarkan saran dari dsa karena anakku ini galak dan memang betul sekarang ini emosinya cukup stabil dan lebih teratur dan sejauh ini anakku menikmatinya sampai sekarang, belum bosen dia dengan les pianonya. [Ri]<br /><br />Aku pakai metodenya Alfred untuk murid-murid kecilku. Aku juga masih banyak belajar. sejauh ini murid-murid kecilku juga lebih mudah mencernanya dan penyampaiannya juga terstruktur. Aku pribadi memang prefer anak mulai belajar instrumen piano di umur 4-5 tahun. Kalau lebih kecil metodenya sudah lain lagi, lebih banyak mengembangkan sense of music nya dulu, belajar rhythm, singing, and listening. Dan lagipula untuk yang lebih kecil dari 4 th. biasanya jari-jarinya masih terlalu mungil untuk memencet tuts piano, makanya biasanya pakai keyboard dulu. Sorry, dari yang aku pernah baca di bukunya ibu Latifah Khodijat (guru piano senior indonesia), pemakaian keyboard sebagai pengganti piano di awal, akan membuat jari-jari 'malas' karena touchingnya terlalu ringan, perlu banyak koreksi nantinya. Seperti anakku itu aku memang lebih banyak mengajari rhythm supaya dia punya sense of rhythm dulu. Dari beberapa seminar dan workshop yang aku ikutin, memang basicnya belajar musik ya dari rhythm, seperti tepuk tangan, menyanyi, menari, berbaris, dll. Dan belajar musik itu dasarnya harus fun. Pengenalan musik seperti ini sudah bisa dilakukan sejak 0 tahun. Di mulai dari listening, singing, lalu makin besar anak bisa mulai dibelikan alat2 perkusi sederhana seperti yang suka dipakai guru-guru TK yang bisa dipakai sambil dengerin musik. Itu sudah cukup untuk menumbuhkan sense musicnya, dan kita-kita guru instrumen musik sudah tidak usah susah-susah lagi mengajarkan cara memainkan instrumennya, karena anaknya sudah punya sense.<br /><br />Lalu, hati-hati memilih sekolah musik, sekolah musik yang bagus punya program dan kurikulum yang jelas, dan berorientasi ke pendidikan musik. Gurunya juga ada yang player, ada yang pendidik. Soalnya ada kursus musik yang berorientasi ke bisnis musik, aku tidak bisa sebut nama tapi aku sudah pernah masuk ke sistemnya mereka, jadi lumayan tahu [Lt]Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-90698961778001670022009-12-15T23:10:00.000-08:002009-12-15T23:10:00.312-08:00Gangguan Artikulasi Pada AnakAnak-anak yang bicaranya tak jelas atau sulit ditangkap dalam istilah psikologi/psikiatri disebut mengalami gangguan artikulasi atau fonologis. Namun gangguan ini wajar terjadi karena tergolong gangguan perkembangan. Dengan bertambah usia, diharapkan gangguan ini bisa diatasi.<br /><br />Kendati begitu, gangguan ini ada yang ringan dan berat. Yang ringan, saat usia 3 tahun si kecil belum bisa menyebut bunyi L, R, atau S. Hingga, kata mobil disebut mobing atau lari dibilang lali. "Biasanya gangguan ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar," jelas Dra. Mayke S. Tedjasaputra. Hanya saja, untuk anak yang tergolong "pemberontak" atau negativistiknya kuat, umumnya enggan dikoreksi. Sebaiknya kita tak memaksa meski tetap memberitahu yang benar dengan mengulang kata yang dia ucapkan. Misal, "Ma, yuk, kita lali-lali!", segera timpali, "Oh, maksud Adik, lari-lari."<br /><br />Yang tergolong berat, anak menghilangkan huruf tertentu atau mengganti huruf dan suku kata. Misal, toko jadi toto atau stasiun jadi tatun. "Pengucapan semacam ini, kan, jadi sulit ditangkap orang lain," ujar pengajar di Fakultas Psikologi UI dan konsultan psikologi di LPT UI ini.<br /><br />PENYEBAB<br /><br />Gangguan fonologis bisa dikarenakan faktor usia yang mengakibatkan alat bicara atau otot-otot yang digunakan untuk berbicara (speech motor) belum lengkap atau belum berkembang sempurna; dari susunan gigi geligi, bentuk rahang, sampai lidah yang mungkin masih kaku. Beberapa kasus gangguan ini malah berkaitan dengan keterbelakangan mental. Anak yang kecerdasannya tak begitu baik, perkembangan bicaranya umumnya juga akan terganggu. Bila gangguan neurologis yang jadi penyebab, berarti ada fungsi susunan saraf yang mengalami gangguan. Sebab lain, gangguan pendengaran. Bila anak tak bisa mendengar dengan jelas, otomatis perkembangan bicaranya terganggu. Tak kalah penting, faktor lingkungan, terutama bila anak tidak/kurang dilatih berbicara secara benar.<br /><br />TERAPI BICARA<br /><br />Bila penyebabnya kurang latihan atau stimulasi, akan lebih mudah dan relatif lebih cepat penyembuhannya asal mendapat penanganan yang baik. Namun bila dikarenakan gangguan neurologis, perlu dikonsultasikan ke ahli neurologi. Sementara jika berhubungan dengan keterbelakangan mental, biasanya relatif lebih sulit karena tergantung tingkat keterbelakangan mentalnya. "Kalau masuk kategori terbelakang sedang, pengucapan kata-kata anak biasanya juga sulit ditangkap. Akan tetapi dengan pemberian terapi bicara, pengucapannya bisa agak jelas, meski ada juga beberapa yang masih sulit dicerna oleh orang yang mendengarkannya," jelas Mayke.<br /><br />Yang jelas, jika gangguannya masuk dalam taraf sulit, dianjurkan membawa anak berkonsultasi. Kriteria sulit: bila sudah mengganggu komunikasi atau kontak dengan orang lain, bahkan orang serumah pun tak mengerti apa yang dimaksudnya. Bila sudah ber"sekolah", gangguan ini bisa mempengaruhi prestasi. Misal, harus bernyanyi di depan kelas, tapi karena belum fasih membuatnya tak berani tampil. Jikapun berani, pengucapannya yang tak jelas akan memancing teman-teman mengolok-oloknya.<br /><br />Dibutuhkan bantuan ahli terapi bicara untuk mengatasinya. Biasanya terapis akan menelaah kembali apakah si kecil mengalami gangguan speech motor. Gangguan speech motor ada yang bisa dilatih seperti halnya meniup lilin. Tak jarang perlu pula bantuan ahli THT untuk mengoreksi adanya gangguan pada organ-organ yang berhubungan dengan bicara yang berada di daerah mulut. Mungkin ada anak yang lidahnya tak terbentuk dengan baik, hingga terlalu pendek dan mempengaruhi kemampuan bicaranya. Cacat bawaan seperti sumbing juga bisa berpengaruh pada cara bicaranya, tapi gangguan ini bisa diatasi dengan operasi dan terapi bicara.<br /><br />BAWA BERKONSULTASI<br /><br />Anak yang mengalami gangguan fonologis kriteria sedang hingga berat, biasanya terlambat pula perkembangan bicaranya. Misal, baru bisa bicara di usia 3 tahun, atau usia 2,5 tahun baru bisa menyebut Mama/Papa. Kemungkinan lain, meski sudah 2 tahun tapi kemampuan bicaranya masih tahap bubbling alias tanpa arti, seperti "ma...mapa...pa". Namun bahasa resetif atau penerimaannya cukup baik, hingga bila ia disuruh atau diajak bicara akan mengerti.<br /><br />Yang seperti ini pun, saran Mayke, sebaiknya dibawa berkonsultasi karena bila dibiarkan berlanjut, kemungkinan anak akan mengalami gangguan fonologis lebih parah. Itu sebab, bila sejak usia 10 bulan atau setahun, anak mulai dapat menyebut "Mama/Papa", tapi selepas 2 dua tahun tak bertambah, kita harus curiga dan cepat minta bantuan ahli. Terlebih bila kita sudah cukup banyak memberi stimulasi atau rangsangan. Bisa dengan membawanya ke psikolog/psikiater lebih dulu untuk mengetahui apakah ia mengalami gangguan fonologis karena keterbelakangan mental, gangguan neurologis, atau sebab lain.<br /><br />Bila masalahnya menyangkut gangguan yang tak bisa ditangani psikolog, sebaiknya anak dirujuk ke ahli lain, seperti neurolog atau ahli terapi bicara. Para ahli terapi bicara bisa ditemui di berbagai institusi yang melakukan terapi untuk anak autis atau anak yang mengalami gangguan perhatian. Mereka biasanya juga menangani anak yang mengalami gangguan bicara. Sedangkan lama penanganan tergantung beberapa hal. Seperti berat-ringan gangguan, upaya/kesediaan orang tua untuk mengantar anaknya terapi secara teratur maupun melatihnya di rumah, serta kerjasama dari anak. Jadi, saran Mayke, kita jangan segan-segan menanyakan pada terapis apa yang perlu dilakukan di rumah untuk menangani anak. Harusnya terapis-terapis pun cukup terbuka untuk memberi saran atau masukan seperti itu.<br /><br />Keahlian terapis juga mempengaruhi tenggang waktu yang dibutuhkan untuk menangani gangguan anak. Begitu pula penguasaan/pendalaman terhadap masing-masing bentuk gangguan, tingkat kesulitan, dan cara penanganan yang tepat untuk tiap gangguan tadi. Selain, terapis juga harus bisa membina hubungan baik dengan anak, hingga anak merasa senang mengikuti program tersebut. Sebaliknya, akan jadi kendala bila si terapis kaku dan tak bisa membujuk anak<br /><br />Sumber : tabloid nakita (KG Group)Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-37602578649642764612009-12-13T18:30:00.000-08:002009-12-13T18:30:00.515-08:00Menyiapkan Anak Masuk SekolahTERNYATA menyiapkan si anak masuk sekolah bukan persoalan mudah. Tak semudah mengembalikkan telapak tangan. Ternyata menyiapkan anak masuk sekolah tak hanya berhenti pada menyiapkan biaya dan berbagai keperluan lain. Ternyata menyiapkan anak masuk sekolah tak berhenti hanya pada mengatakan "ya" pada keinginan si anak untuk sekolah. Masih ada hal lain yang mesti diperhatikan sebelum anak dibiarkan masuk sekolah. Bahkan hal lain ini menjadi hal paling penting yang tak semestinya ditinggalkan atau dianggap remeh.<br /><br />Berikut ini kami berikan beberapa poin yang bisa dijadikan pegangan untuk menyiapkan anak-anak Anda untuk masuk ke sebuah sekolah. Ke sebuah lingkungan pendidikan yang baru. Tapi poin-poin ini bukan kata akhir. Anda masih harus membuka mata dan telinga terhadap berbagai unsur atau informasi yang berguna untuk kelancaran dan kelangsungan pendidikan anak Anda.<br /><br />Biarkan anak berbicara.<br /><br />Anda ingin anak Anda berhasil? Jangan memaksakan kehendak Anda. Anda ingin anak Anda bisa menikmati semua proses pendidikan di sekolah. Jangan menekan anak Anda untuk mengikuti keinginan Anda. Benar bahwa Anda ingin mencari sekolah favorit. Sekolah yang mahal. Tapi keinginan Anda itu tak akan berguna jika anak Anda tak suka. Apa artinya sebuah sekolah yang mahal tapi ternyata anak Anda tak enjoy? Bukankah yang menempuh pendidikan adalah anak Anda dan bukan Anda. Jadi, biarkan anak Anda memilih sekolah yang ia tahu dan rasa bisa membantunya mengaktualisasikan diri, bisa mengembangkan diri. Sikap semacam itu bisa membuatnya bisa lebih senang mengikuti proses yang ada di sekolah.<br /><br />Mengunjungi sekolah.<br /><br />Poin berikut yang mesti Anda perhatikan adalah atmosfer sekolah. Ingat, situasi atau iklim sekolah turut berpengaruh terhadap kesuksesan belajar sang anak. Bukankah Anda tak mau memasukkan anak Anda ke sekolah yang iklimnya tak bagus? Itu berarti, sebelum Anda menjatuhkan pilihan Anda pada sebuah sekolah, Anda harus tahu lebih dulu situasi dan iklim sekolah itu. Salah satu cara yang bisa Anda lakukan adalah mengunjungi sekolah itu bagus untuk pendidikan anak Anda, Anda bisa langsung menjelaskan atau menunjukkan letak ruangan, peralatan sekolah atau juga guru-gurunya. Ini menjadi langkah awal yang baik supaya anak Anda tidak kaget, kagok dan bingung menghadapi situasi yang serbabaru.<br /><br />Membahas apa yang dirasakan anak.<br /><br />Setelah menentukan sekolah mana yang cocok, Anda pasti (atau mungkin) mengantarnya pada hari pertama sekolah. Dalam perjalanan ke sekolah itu, sebaiknya Anda mulai dengan pembicaraan ringan seputar sekolah. Seperti menguraikan tentang pengalaman baru yang akan dilaluinya. Dengan mengenali perasaannya sendiri, anak akan merasa lebih siap menghadapi atau menjalani situasi baru yang bakal segera dialaminya. Anda dapat menenangkan perasaannya dengan memberikan perhatian penuh dan mendengarkan apa yang ia ungkapkan. Anda sebaiknya juga membahas apa yang dirasakan anak. Dengarkan keluh kesahnya. Berikan jawaban sederhana yang membangun motivasi agar memiliki gambaran positif tentang sekolah.<br /><br />Memberikan penguatan.<br /><br />Anda kemudian dapat memberikan penguatan (encouragement), jika ternyata anak Anda takut, gugup dan bingung, bahwa semua yang dirasakannya itu sangat wajar pada tahap awal. Bahwa semua orang akan mengalami hal itu. Bahwa semua orang pasti punya kekagetan, kebingungan dan kegugupan yang sama. Lalu Anda bisa memberanikan anak Anda untuk menghadapinya dengan mengatakan bahwa Anda menyayanginya dan mendukungnya. Anda bisa juga mengatakan bahwa Anda akan berada di sisinya ketika ia membutuhkan Anda, sekalipun tidak duduk di sebelahnya di dalam kelas. Anda bisa juga mengajaknya berdoa agar ia memiliki keberanian.<br /><br />Jangan cemas.<br /><br />Sebagai orangtua Anda harus bersikap santai dan berpikir positif dalam menghadapi anak Anda yang akan mulai memasuki dunia sekolah yang baru. Ini menjadi hal yang penting Anda ketahui karena seringkali justru orangtua yang lebih cemas dalam menghadapi kondisi semacam itu. Jangan memperlihatkan kecemasan dan kegelisahan semacam itu akan menurunkan rasa percaya dirinya. Bukankah anak Anda bisa mengeluh, "Kalau orangtua saya bisa gelisah seperti ini, berarti ada hal yang tak beres." Sebaiknya berikan si kecil dorongan semangat. Tak ada salahnya Anda mulai dengan joke ringan yang menghibur agar anak Anda menjadi lebih terhibur.<br /><br />Latih anak mengurus kebutuhan sendiri.<br /><br />Sebelum sekolah, anak sebaiknya sudah mampu mengurus kebutuhan dasar untuk dirinya sendiri. Misalnya, bisa makan sendiri tanpa bantuan, atau anak bisa memberitahukan kepada Anda jika ia lapar, haus, atau ingin buang air (kecil atau besar). Jika perlu, seminggu atau sepuluh hari sebelum sekolah dimulai Anda sudah mengatur jadwal untuk anak Anda. Misalnya, atur jadwal kapan anak Anda tidur, kapan bangun dan kapan bekerja. Ingat, pendidikan dan bimbingan dari orangtua adalah elemen paling penting dalam membangun sebuah karakter yang kuat.<br /><br />Latih anak untuk mendengar.<br /><br />Masuk sekolah sama dengan masuk dalam iklim yang baru. Bisa sangat lain daripada yang sebelumnya. Dan iklim yang baru itu sedikit banyak mempengaruhi kemampuan anak, antara lain kemampuan berbicara atau mengutarakan pendapat dan gagasan. Sebagai antisipasi atau latihan awal, Anda bisa mengajarkannya bagaimana harus mendengarkan orang lain. Latihlah anak Anda untuk mendengarkan pembicaraan orang lain serta bagaimana menanggapinya dengan baik. Setelah itu, latih kemampuan berbicaranya. Latih sesering mungkin. Sebaiknya gunakan bahasa yang baku, baik, dan benar. Penggunaan bahasa yang baik dan benar bisa membantu anak menangkap isi materi atau pembahasan.<br />(Genie/Genie/tty)Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-68057408267943190312009-12-05T05:09:00.000-08:002009-12-05T05:09:00.500-08:00Si 1 tahun Coba-Coba ManjatOtot lengan yang semakin kuat, membuat si kecil ingin sekali memanjat. Dilarang saja agar ia tak jatuh?<br /><br />“Wah, anakku sekarang mulai nakal, suka manjat-manjat,” tutur seorang ibu muda pada temannya. Anaknya kini memang sedang mencoba-coba mencari sesuatu yang tinggi untuk dipanjat. Mengapa anak usia ini ingin sekali memanjat?<br /><br />Koordinasi otak, mata, lengan dan kaki<br /><br />Keterampilan memanjat menyangkut kerja otak, yang memerintahkan mata-lengan dan kaki untuk bersama-sama bekerja menghasilkan gerakan yang disebut memanjat. Jadi, memanjat, meski tampak sepele, sebetulnya menyangkut kematangan berpikir, kematangan otot lengan dan kematangan otot tungkai dan batang tubuh.<br /><br />Kematangan berpikir terjadi saat anak sadar akan adanya dimensi ketinggian, dan mulai berpikir bahwa benda-benda yang letaknya di atas dapat diraihnya dengan cara memanjat. Sedangkan kematangan otot lengan, adalah ketika anak mencoba menopang tubuhnya dan menjaga keseimbangan menggunakan kedua lengannya, kemudian menaikkan kaki.<br /><br />Jelaslah, keinginan anak untuk mencoba memanjat tidak ada hubungannya dengan kenakalan atau keisengan.<br /><br />Latihan sangat perlu<br /><br />Rasa ingin tahu anak mengarahkannya untuk melakukan sesuatu, termasuk memanjat. Jangan halangi rasa ingin tahu si kecil dengan melarangnya memanjat, karena Anda takut ia jatuh. Sebab, keterampilan memanjat diperlukan anak kelak. Daripada melarangnya memanjat, lebih baik:<br /><br />* Beri fasilitas yang aman untuk dipanjat . Misalnya, kursi yang kokoh atau meja rendah yang tidak terbuat dari kaca. Bisa juga mengajak anak menaiki tangga yang tersedia di play ground .<br />* Dampingi saat memanjat . Setelah memanjat, kadang-kadang anak tidak dapat turun sendiri. Bisa saja ia berteriak-teriak minta diturunkan. Bantu dan ajarkan si kecil cara turun yang tepat agar ia tidak jatuh.<br />* Jangan menjerit . Saat Anda melihat anak memanjat teralis, misalnya, jangan menjerit. Tetaplah tenang, dekati si kecil dan gapai dia. Jeritan Anda dapat membuat anak kaget, dan tidak mustahil ia malah terjatuh.<br /><br />Immanuella F. RachmaniDyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-27047240572351763732009-12-01T23:35:00.000-08:002009-12-01T23:35:00.334-08:00HAK-HAK PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAMOleh<br />Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Mahdi<br /><br /><br /><br />Hak-hak yang harus dipenuhi supaya seorang anak muslim berada pada keadaan yang cocok untuk pendidikan Islam yang benar banyak sekali, kami akan meyebutkan di antaranya.<br /><br />1. Memilih calon ibu yang baik, hal ini mengamalkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.<br /><br />“Artinya : Lihatlah agama calon istri supaya engkau tidak celaka” [Muttafaqun alaihi]<br /><br />2. Hendaknya kedua orang tua berdo’a dan merendahkan diri kepada Allah agar berkenan memberi rezki anak yang shalih kepada keduanya.<br /><br />“Artinya : Dan orang-orang yang berkata : “Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang bertakwa” [Al-Furqon : 74]<br /><br />“Artinya : Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do’a” [Ali-Imran : 38]<br /><br />Maka usaha apapun tanpa pertolongan Allah dan taufiq-Nya pasti akan berakhir dengan kegagalan.<br /><br />Berapa banyak seorang ayah sengat menginginkan agar anaknya menjadi baik, ia sediakan hal-hal yang menunjang untuk kebahagiaan dan pendidikan anaknya, akan tetapi usahanya berakhir dengan kegagalan.<br /><br />Dan berapa banyak seorang ayah memiliki anak-anak yang shalih, sedangkan ia sendiri bukan orang yang shalih.<br /><br />3. Memberi Nama Baik<br />Salah satu hak anak yang wajib ditunaikan seorang ayah adalah memberi nama yang baik serta sesuai dengan syariat agama. Dan syariat agama Islam menganjurkan seorang muslim untuk memberi nama anak-anaknya dengan nama-nama tertentu, dan nama yang paling dicintai oleh Allah adalah : Abdullah, Abdurrahman. Dan nama yang paling benar adalah : Hammam dan Harits.<br /><br />4. Salah satu hak anak yang wajib ditunaikan orang tua adalah hendaknya anak melihat dari orang tuanya dan dari masyarakatnya akhlak yang bersih, jauh dari hal yang merubah fitrah dan menghiasi kebatilan, baik akhlak yang dibenci itu berupa kekafiran atau bid’ah atau perbuatan dosa besar. Karena sesungguhnya perbuatan yang menyelisihi fitrah itu memberi pengaruh terhadap kejiwaan seorang anak dan merubah fitrah yang telah dianugrahkan kepadanya.<br /><br />Karena fitrah seorang anak adalah iman kepada Allah Sang Penciptanya dan beriman terhadap seluruh keutamaan, membenci kekafiran, kedustaan dan penipuan. Dalam hatinya terdapat cahaya fitrah yang senantiasa menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, hanya saja wahyu Allah menambahi fitrahnya dengan cahaya diatas cahaya. Dasar landasan hal ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam<br /><br />“Artinya : Setiap anak dilahirkan diatas fitrahnya, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, nashrani atau majusi” [Muttafaqun Alaih]<br /><br />5. Diantara hak-hak seorang anak yang wajib ditunaikan orang tuanya hendaknya seorang anak tumbuh bersih, suci, ikhlas dan menepati janji. Dan hendaknya dia dijauhkan dari orang-orang yang melakukan perbuatan syirik dan kesesatan, dan perbuatan bid’ah serta maksiat-maksiat, serta perbuatan-perbuatan yang memperturutkan hawa nafsu. Karena orang yang demikian itu terhadap seorang anak yang bersih dan suci hatinya serta baik jiwanya adalah ibarat teman duduk yang membawa racun yang mematikan dan penyakit kronis, dan itu semua merupakan penghancur keimanan dan perangainya yang baik.<br /><br />Berapa banyak manusia rusak disebabkan bergaul dengan orang-orang yang pandir. Dan berapa banyak manusia dalam kebingungan disebabkan jauh dari orang-orang yang bijaksana dan ulama. Di dalam Al-Qur’an dan hadits telah disebutkan larangan bergaul dengan orang-orang jahat. Dan juga dari perkataan-perkataan Salafush Shalih banyak kita jumpai tentang hal itu. Kalaulah sekiranya dalam masalah ini tidak ada hadits yang menjelaskannya kecuali hadits An-Nu’man.<br /><br />“Artinya : Permisalan teman duduk yang baik dan yang buruk adalah seperti pembawa minyak kasturi dan peniup api…” [Muttafaqun Alaih]<br /><br />Tentulah hadits ini sudah mencukupi.<br /><br />Ringkasanya adalah bahwa bahaya perangai jelek ini sangat besar, tidaklah orang-orang menjadi rusak melainkan disebabkan berteman dengan orang-orang yang jahat. Dan tidaklah orang-orang menjadi baik melainkan disebabkan oleh nasehat orang-orang yang baik. Dan dalam suatu perumpamaan dikatakan seorang teman itu akan menarik temannya (menarik kepada kebaikan atau kejahatan).<br /><br />Engkau akan melihat seorang sahabat akan mengajak sahabatnya untuk nonton film, pergi ketempat-tempat minuman keras, melakukan perbuatan hina dan mengajaknya untuk menyukai gambar-gambar wanita yang terbuka auratnya serta mengajaknya untuk menyukai melihat majalah-majalah porno yang merusakkan kemuliaan akhlak dan menyebabkan penyimpangan dan kemunafikan, lalu seorang sahabat mengajak sahabatnya untuk mengikuti golongan-golongan dan pemahaman-pemahaman yang menentang dan menyimpang dari agama.<br /><br />Akan tetapi seorang teman duduk yang baik memberi petunjuk kepada teman duduknya untuk menghadiri majelis-majelis ulama dan mengunjungi orang-orang yang shalih, bijaksana dan beradab. Dan dia akan mengajak temannya ke masjid serta mencintai orang-orang yang melakukan ruku’ dan sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga hatinya itu menjadi cinta dan selalu terpaut dengan masjid hingga dia menjadi orang yang shalih.<br /><br />Masjid adalah tempat hatinya, mushaf Al-Qur’an adalah teman yang selalu menyertainya dalam kesendiriannya, dan kitab yang berfaedah adalah teman duduknya, matanya mengucurkan air mata tatkala membaca Al-Qur’an dan dia merindukan untuk melihat Allah yang Maha Mulia dan yang Maha Memberi karunia, ia merindukan melihat Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, ia hidup bersama manusia dengan tubuhnya sedangkan hatinya hidup bersama bidadari di kamar-kamar surga, tidaklah dia memetik buah ini dan tidaklah ia hidup dengan hatinya ini di surga yang paling tinggi melainkan disebabkan duduk dengan orang-orang yang baik.<br /><br />Dan ringkasnya adalah jika kita menjauhkan anak-anak dari teman duduk yang buruk (jahat), berarti kita telah memberikan kepada anak-anak itu salah satu dari hak-haknya yang paling besar.<br /><br />6. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka memerintahkannya untuk shalat di saat berumur 7 tahun, dan memukulnya lantarannya tidak mengerjakan shalat di saat berumur 10 tahun, serta memisahkan tempat tidur anak-anak mereka.<br /><br />7. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua adalah hendaknya mereka mengajari anak-anaknya untuk berenang, memanah dan menunggang kuda.<br /><br />8. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka membiasakannya berlaku jujur, menepati janji dan berakhlak mulia.<br /><br />9. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mengajarinya petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam makan dengan tangan kanan disertai dengan membaca basmalah dan makan makanan yang paling dekat.<br /><br />“Artinya : Wahai anak muda, ucapkanlah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang terdekat darimu” [Muttafaqun Alaih]<br /><br />10. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mecegahnya dari menonton televisi khususnya acara-acara yang haram misalnya tarian dan campur baur antara laki-laki dan perempuan. Dan melarangnya untuk melihat drama-drama berseri, yang berisikan pembunuhan dan kejahatan yang mengajarkan pembunuhan, pencurian dan pengkhianatan.<br /><br />11. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka bersikap adil dalam mendidik anak untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, janganlah orang tua melampaui batas dan jangan pula terlalu lemah, janganlah berlebih-lebihan dalam memukul anak dan jangan pula membiarkannya tanpa teguran.<br /><br />12. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mengajarkan kepada anak untuk membenci orang-orang yang melakukan perbuatan bodoh, seperti seorang yang sudah mashur di masyarakat bahwa ia adalah orang yang suka berkhianat dan melakukan perbuatan nifak dan pemain-pemain sandiwara yang dinamakan oleh orang-orang dengan bintang seni disertai dengan usaha mengisi hati anak untuk cinta kepada para sahabat nabi, tabi’in, ulama dan mujahidin.<br /><br />13. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mendidik anak untuk memakan makanan yang halal dan makan dari hasil jerih payah sendiri secara bertahap.<br /><br />14. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka menolong anak untuk taat kepada Allah dan RasulNya, contohnya kalau seorang anak memilih perkara-perkara yang tidak menyelisihi syariat agama maka janganlah kedua orang tua melarannya.<br /><br />15. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka memilihkan dengan baik calon isteri yang shalihah yang membantunya untuk taat kepada Allah dan RasulNya.<br /><br />16. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka mengarahkan anak sebelum ia menikah untuk memperoleh ilmu agama dari para ulama yang mengamalkan imunya, dan menanamkan rasa cinta untuk menghafal Al-Qur’an dan juga seluruh ilmu-ilmu syariat agama ini seperti fikih, hadits, ilmu bahasa, contohnya nahwu, shorf dan balaghah. Serta ilmu ushul fikiih, dan menanamkan rasa cinta kepada aqidah Salafush Shalih.<br /><br />17. Diantara hak-hak yang wajib ditunaikan oleh orang tua hendaknya mereka memberi semangat anak untuk belajar secara khusus ilmu dunia yang ia minati untuk melayani masyarakat sesudah memperoleh ilmu agama yang wajib ia pelajari.<br /><br />Dan terakhir : Sesungguhnya hak-hak pendidikan terhadap anak dalam agama Islam tidak ada perbedaan diantara satu negeri dengan negeri yang lainnya atau masa yang satu dengan masa yang lainnya. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan masalah nama dan washilahnya (prasarananya) saja. Dan pokok-pokok yang disebutkan tadi cocok untuk manusia pada setiap zaman, tempat dan sesuai untuk seluruh manusia dipenjuru negeri<br /><br />Dan segala puji bagi Allah,Rabb smesta alam, shalawat serta salam atas Nabi, keluarga dan para sahabat beliau.<br /><br />[Majalah Al-Ashalah Edisi 10 hal. 44]<br /><br />[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 10/Th. II/1425H/2004M, Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya, Alamat Perpustakaan Bahasa Arab Ma’had Ali-Al-Irsyad, Jl Sultan Iskandar Muda Surabaya]Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-3946348103434332032009-11-29T04:02:00.000-08:002009-11-29T04:02:00.224-08:00Menerapkan dwi bahasa pada anakSumber: Ibu-ibu DI<br /><br />Tanya<br /><br />Ibu, mohon sharingnya ya, mulai kapan para ibu DI memperkenalkan bahasa asing ke 2 kepada anak-anak kita, dari beberapa curhat ibu-ibu DI aku sering membaca bahwa si anak sering berkomunikasi pada orang tuanya dengan bahasa Inggris (mungkin karena di sekolahnya mengunakan bahasa Inggris ya) Dari beberapa teori yang aku tahu, sebaiknya kalau anak ingin mengenal 2 bahasa, salah satu orang tuanya harus mengunakan bahasa (asing) keduanya misal sama ibunya bicara dalam bahasa Inggris dan sama bapaknya bahasa Indonesia, apakah hal ini efektif? Kalau anak disekolahkan di sekolah bilingual, mungkin akan lebih mudah ya, nah kalau anak kita disekolahkan di sekolah biasa (negri/swasta) yang bahasa sehari-harinya bahasa Indonesia, bagaimana? Mohon sharing juga bagaimana kalau kita ingin mengajarkan anak kita untuk ber-dwi bahasa dirumah, tapi si orang tua sendiri tidak PD dengan bahasa Inggrisnya?? (mis. Grammer-nya tidak benar dan lain-lain) [Rn]<br /><br />Jawab<br /><br />Prinsipnya selama anak < 12 tahun, masih mudah untuk mengenalkan bahasa asing. Otaknya masih punya memori besar buat menyimpan kata-kata baru (makanya, jangan suka bicara kasar/jelek ke anak, karena dia akan mudah ingat juga!) Sekolah-sekolah di Jakarta sekarang kebanyakan sudah bilingual juga. Malah aku dengar ada yang dari preschool/playgroup sudah diajari bahasa Inggris dan Cina (waaa, aku saja ingin sekali belajar bahasa cina). Iya, katanya lebih efektif kalau si anak bicara ke orang tua masing dengan bahasa berbeda. Ibunya jangan malu-malu sambil mengajari si anak, kan belajar juga. Paling tidak menambah keberanian bicara dalam bahasa Inggris lah! (medhok ya nggak papa). Cuma kalau aku sendiri, bicara ke anak-anakku hehe, suka-sukalah kadang Inodnesia, kadang Inggris, kadang Spanyol, kadang Jawa. Alhamdulillah anak-anakku mengerti semua. Kalau mau lihat-lihat, di webnya DI rasanya ada deh bahasan soal bilingual ini. Ok, selamat belajar bahasa asing! The earlier the better, begitu kata profesorku [Qn]<br /><br />Aku mulai serius berbahasa Inggris sama anak-anak sejak anak pertamaku masuk sekolah (2 tahun) dan sekolahnya cuap cuap bahasa Inggris. Dirumah jadinya pakai bahasa campur-campur, apalagi sekarang harus berbahasa mandarin juga, benar-benar campur-campur deh. Memang menurut teori lebih baik cuma omong 1 bahasa sama 1 orang, bukan omong banyak bahasa sama banyak orang. Tapi karena anak-anakku sudah lebih besar (bukan bayi yang lagi belajar omong) jadinya ya tidak masalah. Aku juga tidak bicara pakai bahasa Inggris yang benar dan tepat kok, kadang seperti ini : `oh john please dont do that, dong' Kalau ada vocab yang aku tidak mengerti juga aku bablas saja, yang penting anak-anak mengerti dan tahu sebagai bukan native speaker modalnya adalah berani. Cepat sekali anak-anak itu bisanya. Anak keduaku saja yang masih suka ngawur misalnya suka kebalik menggunakan come here sama come in, paling kakaknya yang hobby membetulkan. Bukan cuma bahasa Inggris, ada baiknya bahasa daerah juga dikenalkan, digunakan sedikit-sedikit supaya anak-anak tidak buta sama sekali. Pokoknya tidak usah takut, nekad saja [stl]<br /><br />Soal grammar santai saja. Saya setuju sama Stl, kita nekad saja. Biasanya kalau anak cepat kok menyerapnya. Anak saya ketika umur 3 tahun aku masukkan ke sekolah yang full Inggris, padahal di rumah mamanya malas pakai bahasa Inggris. Sekarang anakku sudah berumur 5 tahun, dia bisa tiba-tiba nyeletuk dalam bahasa Inggris tanpa mikir lagi. Malah, kadang-kadang dia bilang mama talk in english. I wanna say in english. Hehehe aku ya kelabakan tapi aku ladeni. Paling kalau tidak tahu, kujawab later ya, ask papa :) [Ann]<br /><br />Benar, biarpun kita suka ngawur dan nekad, tapi pengaruh dari sekolah dan film serta bacaan, gramarnya akan betul dengan sendirinya. Dan lagi kalau terbiasa berbahasa Inggris, lama-lama memang dia akan bicara Inggris otomatis saja begitu. Anak pertamaku sekarang lebih lancar mencurahkan maksudnya pakai bahasa inggris. Buat dia lebih gampang kali, kadang kalau bicara suka begini: ma, kalau aku punya .. (diam sejenak) time.. boleh main gak ? terus nanti dia koreksi, eh kalau aku punya waktu. Jadi time lebih dulu muncul di kepalanya dari pada waktu, itu otomatis. Dia jugag lebih suka bilang how do you know, dari pada 'dari mana mama tahu' misalnya? sekali lagi, yang penting vocabnya deh yang banyak soal gramar akan terus menerus membaik seiiring dengan waktu [stl]<br /><br />Ikutan komentar sedikit ya. Kalau pengalaman aku masih baru, karena anakku masih 2 tahun. Masih kalah sama moms yang lain. Tapi, sekarang ini anakku dah mulai ceriwis ngomong. Sejak awal, kami mengenalkan benda dan pembicaraan sederhana pakai Inggris, hokkian. Nah, kata orang, sianak akan bingung, kenyataannya kok tidak. Anakku kalau lihat bulan,"ma..ma...moon" Begitu pula dengan lihat jam,"ma..ma..clock...(terus dilanjut)...ji-ching(hokkian-nya jam)" Begitu pula untuk yang lainnya, dia bisa langsung membedakan dan sianak tetap tidak bingung. Sekali waktu aku coba tanya pakai Indonesia, dia bisa langsung menunjuk apa yang ditanyakan [Ln]<br /><br />Seperti yang dibilang Qn, lebih cepat lebih baik, tapi mungkin tidak usah ngotot. Kalau memang anaknya suka nanti dia terus sendiri yang penting kita memfasilitasi saja. Bantu dengan tontonan cd/vcd english yang menarik, buku-buku ataupun mainan. Sekolah bilingual memang membantu anak untuk 'mau tidak mau' berbahasa English, tapi kalau di rumah juga tidak dipakai biasanya perkembangannya tidak sebaik dengan yang aktif menggunakan di rumah. Keponakanku sekolah di Tirta Marta pengantarnya bahasa tapi mereka dapat English, di rumah rajin nonton cartoon di Kablevision akhirnya berkembang juga englishnya. Aku sekarang belajar mandarin dari anakku yang kebetulan memang dapat di sekolah, menulisnya aku tidak tahu (habis susah), tapi kalau pengucapan sedikit-dikit bisalah. Tadinya aku sempat khawatir apalagi waktu anakku mau ada test mandarin, bagaimana mengajari anakku, sementara aku buta sama sekali, ya sudah aku pasrah saja, eh ternyata malah anakku dapat 90 ;-) Malahan pelajaran yang menggunakan bahasa nilainya justru jelek, karena bahasa yang digunakan baku sekali jadi anakku malah bingung. Di rumah aku sama suami sering pakai bahasa batak juga apalagi untuk membicarakan sesuatu tentang anak supaya mereka tidak mengerti. Tapi belakangan waktu kita lagi bicara anak keduaku langsung protes, padahal kita tidak menyebut namanya sama sekali. Wah.. gawat ternyata dia juga mulai mengerti bahasa batak. Aku senang-senang saja, makin banyak dia tahu makin bagus, apalagi bahasa batak kan bahasa daerah, siapa lagi yang melestarikannya kalau bukan orang batak juga. Intinya jangan ragu memperkenalkan bahasa asing/daerah kepada anak-anak karena mereka punya daya serap yang tinggi, usahakan aktif agar mereka semakin berkembang, tidak usah khawatir soal grammar-grammaran dulu sekarang nanti juga belajar di sekolah. [DN]<br /><br />Aku sharing berdasarkan pengalamanku saja ya. Kebetulan aku juga sudah mencoba berbilingual dengan anakku sejak anakku belum bisa bicara jelas, yaah..umurnya masih dibawah setahun. Cuma memang pada waktu itu untuk kata-kata yang sehari-hati dilakukan oleh anak, misalnya :<br />- kalau kita minta dia duduk kita bilang : sit down, please ..<br />- terus ketika mau membangunkan dia tidur : Rayval, wake up, sayang....<br />- ketika lagi belajar jalan aku bilang : Ayo nak, come on walk, you can do it, Nak...<br />- ketika mau makan : it's time for breakfast, ayo, come on eat...<br />- kalau mau minum susu : finish your milk, ya...dan lain sebagainya<br />Lama kelamaan anak tahu kok instruksi kita itu apa & bisa melakukan sesuai instruksi kita. Sekarang anakku 2,5 thn & aku masih konsisten berbahasa Inggris dengan anakku. Aku juga campur-campur pakai bahasa Indonesia, tidak harus sempurna bahasa Inggrisnya, bhs Inggrisku juga standardlah, tidak bagus-bagus amat. Sekarang ini anakku juga bicara Inggrisnya campur-campur sama bahasa Indonesia. Contohnya sejak kecil kalau mau tidur pasti aku bacakan buku cerita dalam bahasa Inggris juga, nanti dia akan bilang : mama reading, aku listening ya...dan menurut aku itu tidak apa-apa. Kebetulan juga anakku di Tumble Tots. O,iya aku juga membiasakan dia nonton VCD anak-anak yang berbahasa Inggris, contohnya Barney (sering kan Ibus DI punya topik Barney). Nah, dari pengalamanku, dengan nonton Barney, bisa buat belajar bahasa Inggris juga buat anak (& ibunya juga). Kebetulan anakku sukaaaaa sekali sama Barney, pokoknya tiada hari tanpa barney. Atau juga bisa disetel VCD lagu anak-anak yang berbahasa Inggris. Dulu waktu pertama-tama suka bicara bahasa Inggris sama anakku, suka tidak enak sama keluarga mertuaku. Aku sempat takut mereka akan berpikiran aku sok-sokan berbahasa Inggris. Tapi aku cuek saja, dengan harapan mereka tahu bahwa beginilah salah satu cara aku mendidik anakku. Eh, lama-lama, mertuaku & kakak iparku malah mengikuti aku, suka berbahasa Inggris juga sama anakku, Ok, pede-pede saja ber-bilingual sama anak & kuncinya adalah konsisten [Ly]<br /><br />Pertama kali ada ulangan mandarin, aku kerja sampai malam, suamiku tidak bisa mandarin sama sekali, jadi pasrah saja. Eh ternyata anakku juga bisa dapat 90an, sampai kagum kami melihat hasil ulangannya, kok bisa ya hehehe ini nih orang tua suka underestimate anak :-) Aku dan suamiku berdua cuma bisa bahasa Indonesia dan Inggris, aku fasih sunda suamiku teu ngertos, suamiku fasih bahasa jowo aku ora pati luancar. Jadi kalau mau bicara rahasia gitu, terpaksa menunggu benar-benar berdua, karena jelas-jelas John dan David mengerti. Kadang jadi ingin ketawa juga, karena begitu ngomong apa tahu-tahu berhenti dan mau ganti pakai english, Anak pertamku terutama sudah paham sekali langsung perhatikan kami berdua. Sudahlah tidak jadi lanjut karena tahu percuma saja dia bakal tahu juga. Aku juga dulu rajin les inggris karena motivasi ingin mengerti orang tuaku pada bicara apa sih? [stl]<br /><br />Mau ikutan sharing soal bahasa kedua, ketiga dan seterusnya buat anak, moga-moga belum basi. Kalau aku justru agak beda ya sama pendapat para ibu yang lain, sebelum aku kenalkan bahasa kedua dan seterusnya, maka anakku harus benar-benar menguasai dulu bahasa ibu, yaitu bahasa Indonesia dengan baik, karena dia memang anak Indonesia, dan akan besar dan tinggal di Indonesia, dimana bahasa nasionalnya pun bahasa Indonesia. Dia akan berkomunikasi tidak hanya dengan ibunya atau orang dalam rumah saja, tapi juga dengan tukang becak, pedagang toko dan sebagainya, bagaimana mau komunikasi dengan bagus kalauo dia lebih lancar bahasa lain dimana orang kebanyakan disekitarnya tidak paham. Kalau bahasa ibu sudah bagus dia kuasai dan terus aku pelihara, terutama kosa kata, baru aku kenalkan bahasa lain. Walaupun sekarang anakku bisa bahasa asing (bahasa jepang), karena disekolah pakainya itu, tapi aku tetap kalau dirumah pakai bahasa Indonesia, kalaupun dia suka lebih fasih dan lebih lancar pakai bahasa jepang kalau jawab atau cerita, tapi aku suka ingatkan dia supaya pakai bahasa Indonesia, karena beberapa temanku anaknya yang biasa pakai bahasa asing (yang sudah tidak asing lagi), justru merasa asing dengan bahasa Indonesia, dan ini cukup memprihatinkan. Masa dia (kelas dua SD), suka bingung apa arti " pukul berapa kamu bangun?", anaknya temanku tanya sama ibunya, kenapa kalau bangun kok dipukul? Nah aku tidak ingin anakku seperti itu, asing dengan bahasa nasionalnya sendiri, jadi kalau menurutku tidak usah terburu-buru mengajari banyak bahasa, mungkin diatas 4-5 tahun baru aku sedikit-sedikit ajari bahasa lain. Toh kita tinggal di Indonesia, dan teman-teman anak kita tidak sebatas teman sekolah, tapi juga anak-anak yang kurang beruntung lainnya itu jauh lebih banyak,(aku ingin anakku bisa main dengan siapa saja, anak pembantu, tetangga yang tukang becak dan lain-lain) dan bagaimana anakku bisa peka dan berempati ke mereka kalau dia tidak bisa bicara sama mereka. Selain berharap, moga-moga anakku akan tetap bangga pakai bahasa Indonesia. Tapi memang tiap anak lain-lain kali ya, jadi memang tergantung kondisi masing-masing. Itu dulu mbak, maaf ya kalau ada yang kurang berkenan [Hrmn]<br /><br />Sekedar menambahkan, Anak-anak terlahir dengan apa yang disebut LAD (languange acquisition devices) di dalam otaknya yang bisa memungkinkan anak untuk menyerap beberapa bahasa secara simultan pada saat yang bersamaan (multilingual). Berdasarkan penelitian seorang anak bisa menyerap secara simultan sampai 6 bahasa sekaligus tanpa menjadi bingung satu bahasa dengan yang lain dan golden age untuk hal tersebut adalah 3-6 th. Jadi kalau aku prinsipnya sayang kalau 'device' yang sudah ada di otak anak tersebut tidak dimanfaatkan dengan hanya meng'expose' dia terhadap satu bahasa saja. Jadi memperkenalkan anak kepada bahasa asing diusia dini sebetulnya bukan untuk gagah-gagahan dan untuk mengesampingkan bahasa ibunya tapi karena memang saat itulah 'the best time'nya. Effortnya akan lebih besar bagi kita orang tua atau sekolah kalau kita baru memperkenalkannya di tahap yang sudah lanjut. Dulu aku pernah mengajar di LIA dan kebetulan kelasku sore dan malam yang muridnya banyak pegawai, tobat deh, betul-betul perlu extra effort! Kalau diibaratkan lebih baik belajar balet pada saat masih kecil! ototnya masih lentur, coba kalau kita belajar balet pada saat sudah SMA atau mahasiswa atau sudah jadi ibu-ibu, apa tidak keseleo dan patah-patah. Kira-kira itu analoginya dengan kemampuan seseorang menyerap bahasa. Makanya kalau kita bandingkan kemampuan bhs Inggris (misalnya) generasi kita dengan bahasa Inggris generasi dibawah kita, jauh lebih baik yang sekarang, karena kita dulu dapat pelajaran bahasa inggris baru pada saat sudah di jenjang SMP, jadi tidak optimal. Kebetulan aku mengajar di PT yang bahasa pengantarnya perkuliahannya bahasa inggris, dan aku perhatikan sebagian besar mahasiswa-mahasiswaku bahasa inggrisnya jauh lebih canggih daripada generasiku dulu, bahkan untuk bahasa inggris akademisnya. Ini dikarenakan exposure terhadap bahasa asing sudah diperkenalkan pada saat mereka SD dan exposure lain seperti TV juga sudah semakin intens dan banyak, jadi jangan heran bahasa Inggrisnya canggih-canggih. Apalagi nanti generasi anak-anak kita yang sudah mulai diperkenalkan lebih awal lagi, pasti akan lebih canggih dan sempurna. Jadi biar saja anak-anak berbahasa indonesia dengan ibunya, bahasa inggris dengan ayahnya, bahasa jepang dengan neneknya, bahasa jawa dengan pembantu di rumah, dan lain-lain. Anakku yang kecil, sekarang lagi senang-senangnya belajar menghitung pakai bahasa Jawa, karena diajari pembantu di rumah, siji, loro, telu, kenapa tidak? Belajar bahasa asing bukan berarti kita harus kehilangan identitas kita sebagai bangsa indonesia [ind]<br /><br />Mbak Ind, aku ingin tahu kalau mengajarkan anak kecil kita harus kasih tahu tidak, bahwa yang dia bicarakan itu bahasa Inggris, atau bahasa Indonesia. Dan apa kita langsung saja ajak komunikasi dengan bahasa Inggris, atau tiap ngomong bahasa Inggris, kita perlu kasih tahu arti kata-kata kita itu dalam bahasa Indonesia? Soalnya aku tidak pernah ajari anakku bahasa inggris, tapi, ya itu, benar kata Mbak Ind, anakku senang nonton TV, dan dia sering meniru beberapa kata-kata, sedikit, paling cuma 'no', 'thank you', 'excuse me', 'please', seperti itu. Cuma aku heran, sebenarnya dia mengerti tidak apa yang dia bicarakan [Run]<br /><br />Run, Ya tidak usah, Yang penting mereka kita 'expose' sebanyak-banyaknya, langsung saja 'nyerocos' tentunya dengan bahasa-bahasa sederhana. Supaya mereka lebih cepat menangkapnya kita bisa menggunakan gesture, mimik dan ekspresi-ekspresi yang menarik perhatian. Misalnya kita sedang membacakan cerita, pada saat tokohnya ketakutan kita juga pasang muka ketakutan, pasti mereka akan lebih cepat mengerti.Misalnya kita menyuruh mereka untuk menutup pintu, sambil tunjuk ke pintu kita bisa bilang 'could you close the door please?". Nonton TV juga sarana yang baik, misalnya ada tokohnya yang menangis, kita bisa bilang "see..she's crying, why is she crying?". Biarpun mereka pada awalnya misalnya masih menjawab dengan bahasa indonesia, tidak papa, yang penting mereka sudah mulai mengerti apa yang kita tanya dalam bahasa Inggris. Tahap penguasan bahasa dimulai dari listening, kemudian speaking, kemudian reading dan yang paling rumit writing. Jadi one step at a time! beberapa simple functional expressions yang kamu perkenalkan ke anakmu seperti "! ;thank you, excuse me" dan lain-lain sudah betul sekali, yang penting dalam konteks yang tepat. Kalau aku sangat tidak merecommend dengan sistem menterjemahkan, karena akan berakibat kurang baik terutama untuk long termnya. Setiap mau berbicara nanti mereka mikir dulu dibahasa pertamanya baru kemudian diterjemahkan ke bahasa ke-2,3, dan seterusnya. Prosesnya lebih lama dan nanti kalau sudah sampai ke penulisan bisa repot. Makanya banyak mahasiswa-mahasiswa indonesia di Luar negeri jago-jago kalau sudah bicara (speaking) tapi begitu menulis thesis belepotan. Jadi kalau boleh aku sarankan tidak usah terjemahkan segala, buat kita juga lebih repot dan seringkali membuat bingung nantinya. Selamat 'mengajarkan' si kecil! [ind]<br /><br />Ini aku setuju sekali, aku menyayangkan orang-orang tidak mau mempelajari bahasa daerahnya, apalagi orang yang besar di daerah. Aku tidak pernah sekalipun tinggal di Medan, aku besar berpindah-pindah tempat maklum papiku pegawai negeri yang harus siap dipindahkan ke daerah manapun. Tapi beruntung aku punya mami dan papi yang selalu mengajarkan aku bahasa batak (padahal mereka juga berkomunikasi pakai bahasa indonesia), mereka bilang kamu orang batak sayang sekali kalau tidak bisa bahasa batak. Aku 'fluent' bahasa padang dan batak, malah mungkin kalau bahasa padang teman-teman yang orang padangpun 'lewat' sama aku. Di kantor aku beruntung punya teman di kantor dari berbagai daerah yang bahasanya aku bisa, jadi aku bisa tetap memakai bahasa daerah yang aku kuasai. Dulu aku sempat kursus Perancis juga di CCF tapi karena sering tugas keluar kota dan mungkin juga I'm too old, jadi keteteran :-) Jadi benar sekali dibilang bahwa sebelum umur 6tahun adalah 'golden age' untuk memperkenalkan bahasa lain selain bahasa ibu. Sabtu lalu kami pergi menemui therapistnya anakku, sudah 4 tahun tidak ketemu dia masih sangat ingat sama anakku. Aku senang saja karena anak-anakku bisa berkomunikasi sama 'uncle Mike' dengan pede. Ini saat-saat aku menikmati 'hasil' menyekolahkan anak di sekolah bilingual. Mereka bisa langsung praktek sama orang asing tidak ragu-ragu tidak malu-malu. Mike juga sempat heran dan senang sekali bisa ngobrol sama mereka berdua. Sekarang anak-anak juga dapat pelajaran mandarin di sekolah dan bahasa batak di rumah [DN]<br /><br />Terima kasih ya ibu-ibu semua, benar-benar membuka wawasanku untuk tidak ragu lagi mengunakan bahasa kedua pada anakku (15 bulan) so the sooner the better ya kan?? tapi jangan ngotot ya mengajarkannya sambil bermain dan lain-lain jadi anak tidak merasa terpaksa. Konsistensi juga diperlukan dalam mengajarkan anak berbahasa asing. Selain itu orang tua juga dituntut untuk ikut belajar bersama anak jadi dua-duanya bisa sama-sama pintar. Jujur saja aku juga agak ragu kalau mau bicara inggris ke anakku ketika lagi dirumah mertua takut dikira sok tapi sepertinya sudah tidak perlu lagi ya soalnya toh dia juga dapat berbahasa indonesia dengan eyangnya [Rn]Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-25369578781420931172009-11-21T00:37:00.000-08:002009-11-21T00:37:00.301-08:00Bahasa Inggris Untuk AnakSumber: ibu ibu DI<br /><br />Tanya<br />Metode atau cara apa yang ibu-ibu lakukan untuk mengajar anak (dibawah 2 th) bahasa Inggris? (FI)<br /><br />Jawab<br />Aku mengajar anakku bahasa Inggris perlahan-lahan. Sederhana saja, mulai ada kalimat yang paling sederhana, misalnya: no-tidak boleh, yes you can-boleh. Atau mengenal lingkungan seperti: daun-leaf, mobil-car, papa-daddy, bunda-mom, sakit-sick, demam-fever. Kalau kalimat panjang, umumnya si kecil belum menangkap secara jelas. Paling sepatah dua patah kata yang dimengerti. Yang paling ajaib dan kurasa cukup cepat prosesnya, aku sering dimintain anakku untuk memutar VCD Children Songs. (Do)<br /><br />Kalau aku pakai metode sealamiah kita mengajar anak bicara bahasa Indonesia. Jadi khusus sama aku dia omong bahasa Inggris. Aku juga mix dengan metode flash card untuk menambah vocab. Setiap hari 5 vocab selama 1 minggu, minggu berikutnya 5 vocab lagi, demikian seterusnya. Terus aku juga mengarang simple conversation, terdiri dari 3-4 kalimat sederhana, misalnya: what is your name? how old are you? what are you? where do you live?. Meskipun kalau ditanya dia tidak jawab lengkap, tapi dia sudah mengerti kalau ditanya di atas jawabnya apa. Dan, kebetulan di rumahku beberapa sebulan sekali ada tamu dari Australia, jadi kalau ditanya, anakku yang pertama sudah bisa jawab, meskipun tidak lengkap. Buku bahasa Inggris simple juga banyak membantu, kita baca biasa supaya dia pendengaran dia terbiasa dengan pronouncation. Dengan begitu di dalam otaknya sudah terbentuk neuro-pathway bahasa, yang nantinya pada usia sekolah bila dia mendapat grammar tidak terlalu susah dibandingkan anak yang tidak pernah mendengar foreign language sebelumnya. (Ir)<br /><br />Kalau anakku keseringan aku pasangkan lagu-lagu Beatles, suatu saat aku dengar dia nyanyi-nyanyi kecil (Fe)<br /><br />Menurut yang pernah aku baca, saat yang paling tepat mengajarkan anak bahasa lain selain Indonesia adalah pada saat usia 3 tahun. Karena diusia tersebut diharapkan si anak sudah fasih dengan bahasa kita (Indonesia). Dan salah satu cara yang mudah adalah dengan membagi tugas antara si ayah dan ibu. Misalnya ngomong Indonesia dengan ibu, dan ngomong Inggris dengan Ayah. Lalu juga bikin pengulangan kalimat dalam 2 bahasa. Contohnya kalau menyuruh anak melepas sepatu dalam bahasa Indonesia, setelah itu ulang kalimatnya dengan bahasa Inggris (take off your shoes please). (Ve)<br /><br />Anak-anak itu paling cepat banget kalau diajarin sesuatu yang baru. apalagi usia 3 - 6 tahun itu masa emas anak untuk menyesuaikan diri dengan bahasa orang di sekelilingnya, daya ingatnya lebih peka. Aku sebenarnya sedih dengar di indonesia acara barney dan acara anak lainnya yang berisi lagu lagu pake acara di dubbing segala. Sebab barney yang aslinya pake bahasa inggris itu lagunya enak dan lebih pas kalau tidak didubbing. Lagi pula banyak syair yang lucu untuk anak kalau di lagukan, sekalian mengenalkan mereka bahasa inggris. Anakku banyak belajar bahasa inggris dari acara barney, dora, bob the builder dll. (Th)Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-17849530809341508892009-11-15T23:09:00.000-08:002009-11-15T23:09:01.908-08:00Pendidikan Plus<span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:130%;color:purple;"><br /></span> <table bg border="0" cellpadding="3" cellspacing="2" width="100%" style="color:#ffffff;"> <tbody><tr> <td cellspacing="2" cellpadding="2" align="left" bg valign="top" height="300" style="color:#ffffff;"> <p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;"> Pendidikan anak dewasa ini semakin menjadi perhatian utama dan prioritas para orang tua. Ada beberapa penyebab : Kesadaran akan pentingnya “bersekolah” dan kesadaran akan arti “sekolah”, namun tidak jarang ada pula penyebab lain, yakni ingin menyerahkan beban pendidikan / tugas pendidikan ke sekolah (dan para pendidik) – entah karena memahami adanya “value added” di sekolah, atau karena frustrasi, sulit mengarahkan anaknya sendiri di rumah (jadi biar tidak pusing-pusing, anaknya di sekolahkan saja)… </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;">Apapun alasan kita para orang tua dalam menyekolahkan anak, seyogyanya kita memahami prinsip bahwa : Keluarga adalah tempat pertama dan utama pendidikan seorang anak. Keluarga = sekolah plus. Selama ini, kita mencari sekolah plus, untuk bisa mengatasi “kekurangan” yang ada di rumah atau di dalam pola asuh kita terhadap anak. Namun, kita sering lupa, setelah kita memasukkan anak ke sekolah “plus”, kita tidak mempelajari dan mengambil “nilai plus-nya” untuk diterapkan di rumah. Akibatnya, di rumah tetap minus dan “plus”-nya tertinggal di sekolah. </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;"><b> Konsekuensi </b> </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;">Ketika musim sekolah telah berjalan, timbul beberapa kesulitan dan masalah – yang tanpa sadar merupakan dampak dari tertinggalnya nilai “plus” di sekolah. </span></p><ol type="1"><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;"><li> Problem belajar </li><li> Problem motivasi </li><li> Problem perilaku </li><li> Problem emosional </li><li> Problem sosial </li><li> Problem nilai </li></span></ol> <p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;"><b> Apa yang harus dilakukan? </b> </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;">Orang tua perlu mencari benang merah dan sinkronisasi beberapa hal yang utama, yang membantu anak mengembangkan hal-hal dasar dalam kepribadiannya. Sebagaimana orang tua memilih sekolah yang sesuai dengan orientasi nilai dan harapan mereka, begitu juga orang tua seyogyanya mengadaptasikan pola-pola pendidikan yang konstruktif dan positif dari sekolah. Paling tidak, di antara keduanya, saling mengisi – dan bukan saling meniadakan. Untuk itu lah, komunikasi orang tua dengan anak, dan komunikasi antara orang tua dengan pihak sekolah, menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Kita tidak bisa bersikap “tahu beres” baik terhadap anak maupunn pihak sekolah. </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;">Karena, ketika terjadi ketidakberesan, kita tidak bisa semata-mata menunjuk pihak sekolah sebagai “biang keladi” dari persoalan yang dihadapi anak. Bisa saja persoalan dimulai / terjadi di sekolah, namun kita harus melihatnya secara bijaksana, karena reaksi seorang anak terhadap sesuatu, sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang dilaluinya dan pola asuh yang paling mendominasi bentukan sikap dan kepribadiannya. </span></p><p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;">Jadi, keluarga, adalah tempat utama pendidikan dan pengembangan seorang anak. Sekolah, pada dasarnya mengarahkan, memberikan bimbingan dan kerangka – bagi anak untuk belajar, bertumbuh dan berkembang. Sementara keluarga, justru menjadi center of education yang utama, pertama dan mendasar. </span></p></td></tr></tbody></table>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-61185535761117580822009-11-13T05:47:00.000-08:002009-11-13T05:47:00.178-08:00Bekali Anak Pengetahuan Global<div align="left"><strong>DI ERA</strong> globalisasi ini semua hal perlu dipersiapkan agar tidak tertinggal, termasuk membekali anak dengan pengetahuan-pengetahuan global demi masa depannya nanti.<br /><br />Pengetahui semua negara-negara yang ada di dunia ini bisa menjadikan suatu pengetahuan untuk anak. Di mana hal tersebut menjadi salah satu bekal untuk menghadapi era globalisasi. "Mengajarkan anak tentang negara-negara yang ada di dunia ini memang sesuatu yang bagus, terutama untuk ke depannya nanti," tutur psikolog dari Universitas Tarumanagara Jakarta Henny E Wirawan M Hum Psi.<br /><br />Dia mengatakan, mengenalkan anak pada negara-negara lain di dunia adalah hal yang bagus. "Mengenalkan pada negara tidak usah yang jauh-jauh dulu, cukup diawali dari negara tetangga, misalnya Singapura atau yang sekitar Asia saja juga tidak masalah," ujar Henny yang juga praktik di rumahnya di kawasan Grogol.<br /><br />Henny melanjutkan, objek yang dijelaskan pada anak bisa dimulai dari apa yang terkenal dari negara tersebut. Misalnya objek pariwisata, budaya, atau warna bendera. Mengenalkan kepada anak pun bisa melalui berbagai media, seperti internet, televisi, atau majalah.<br /><br />"Sebenarnya, dikenalkan bisa lewat apa saja, tetapi yang lebih bagus adalah dikenalkan melalui internet atau buku-buku. Yang pasti dikenalkan lewat gambar lebih bagus," ucapnya.<br /><br />Cara mengenalkan pada anak, Henny menyebutkan, sebaiknya sambil bermain. Karena dengan bermain ini, anak-anak akan lebih cepat menyerapnya. Adapun umur yang optimal untuk mengenalkan negara-negara dunia pada rentang umur 4-5 tahun. "Di umur itu, anak sedang senang-senangnya bermain dan ingin tahu banyak. Selain itu, pada umur tersebut, anak-anak juga bisa menyerap lebih baik apa yang dipelajarinya," paparnya.<br /><br />Ternyata ada manfaat kejiwaan yang didapatkan si anak dalam mempelajari dunia ini. Di antaranya, si anak jadi bisa lebih kreatif, wawasan bertambah luas, bangga karena mempunyai pengetahuan yang berbeda dibandingkan yang lain. "Anak yang berpengetahuan luas akan lebih bangga, kreatif, dan pintar. Selain itu, si anak juga mempunyai nilai tambah," kata Henny.<br /><br />Berkeliling dunia memang impian semua orang, termasuk anak-anak. Dengan tujuan mengenal berbagai macam kebudayaan maupun kebiasaan yang dikenal dari berbagai negara pastinya menyenangkan.<br /><br />Mempersiapkan anak untuk menghadapi era globalisasi, itulah yang menjadi tujuan digelarnya Morinaga Chil Kid dan Chil School Platinum. Salah satu produk dari Kalbe Nutritionals menggelar acara yang bersifat edukatif bagi anak-anak yang berakhir bulan lalu itu. "Anak-anak zaman sekarang harus dipersiapkan untuk menghadapi era globalisasi. Mereka harus siap menghadapi era tersebut. Salah satunya mengenalkan mereka dengan negara-negara yang ada di seluruh dunia," ucap Manager Product Group Morinaga, Heli Octaviana.<br /><br />Acara tahunan bertajuk "The World of Platinum Generation" kali ini mengajak anak-anak berkeliling dunia mengenal budaya dan alam berbagai benua. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya mendukung secara nyata tumbuh kembang generasi platinum Indonesia sebagai aset bangsa yang bernilai. "Semua kegiatan yang berlangsung ini diselenggarakan dan dikemas untuk mengembangkan pola <em>multiple intelligence</em> (kecerdasan majemuk) yang dimiliki anak-anak generasi platinum Indonesia.<br />Di antaranya kecerdasan natural, matematis logis, olah tubuh, ruang dan bangun, bahasa dan sebagainya," ucap Heli.<br /><br />Salah satu pengunjung yang juga menemani anaknya bermain ke arena Morinaga, Ny Reiana, mengaku senang ada acara seperti ini. "Anak saya senang bermain di sini, walaupun anak saya belum pernah keliling dunia, tapi dari adanya acara ini, saya bisa mengajak bermain sekaligus belajar mengenai apa yang khas dari negara-negara di dunia," tutur ibu dari putrinya yang berumur 4 tahun ini.</div> <b>(sindo//tty)</b>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-69034107088787206132009-11-05T05:08:00.000-08:002009-11-05T05:08:00.872-08:00Si 1 tahun Belajar Saat di StrollerMengajak si satu tahun bereksplorasi di luar rumah, dengan kemampuannya berjalan yang belum sempurna, bikin repot dan mengkhawatirkan. Gunakan saja stroller! Ada kiatnya lho….<br /><br />Keinginan anak usia satu tahunan untuk bereksplorasi kian meningkat. Bila ia sudah dapat berjalan, ia bisa berjalan terus karena ingin berinteraksi dengan sekitarnya. Agar tidak merambah wilayah-wilayah kotor di rumah, Anda melokalisir si kecil di satu tempat yang aman, dan memberinya mainan yang dapat membuatnya tenang. Tetapi, terlalu lama di dalam ruangan yang sama, anak bisa bosan.<br /><br />Memanfaatkan stroller<br /><br />Rasa ingin tahunya mendorong si satu tahun dengan kuat untuk mengembara. Membawanya ke luar rumah dengan kemampuan berjalannya yang belum sempurna bisa jadi membuat Anda khawatir ia terjatuh. Belum lagi, bila ia memungut benda-benda yang ditemuinya di jalan.<br /><br />Memaksa anak terus-terusan ada di dalam rumah saja juga tak mudah. Apa yang dapat Anda lakukan agar si kecil aman dan Anda pun mudah mengontrol saat mengajaknya jalan-jalan ke luar rumah? Anda dapat menggunakan stroller untuk jalan-jalan di taman, bertemu teman sebaya dan lainnya. Ini pun sebetulnya tidak mudah, karena si kecil bisa cepat bosan juga duduk terus di stroller -nya. Keinginannya untuk berjalan dan terus berjalan memang sulit dibendung.<br /><br />Duduk di stroller = pasif?<br /><br />Meski di stroller, bukan berarti anak pasif. Berbagai hal dapat dilihat dan dipelajarinya. Namun dengan tidak dapat berjalan dan berkeliaran sendiri, bisa-bisa membuat anak frustrasi. Bila anak tampak mulai frustrasi di stroller -nya, beberapa hal dapat Anda lakukan sehingga kegiatan mengamati berbagai hal di sekeliling dengan terkendali ini tetap bisa dilakukan.<br /><br />* Arahkan stroller ke tempat-tempat menarik . Ajak anak melihat, misalnya, kandang anjing atau kura-kura di kolam ikan milik tetangga.<br />* Alihkan perhatian . Tunjuk kapal terbang yang melintas di atas, mobil dengan warna yang mencolok atau bajaj berwarna cerah dan bersuara ‘seru’.<br />* Beri penghiburan . Sambil mendorong anak ke tempat-tempat yang menyenangkan, nyanyikan lagu-lagu berirama indah atau bercerita dengan kalimat menggunakan intonasi menarik.<br />* Bawa mainan . Siapkan mainan agar si satu tahun tetap asyik di stroller -nya. Apalagi saat ia tampak mulai bosan karena duduk terus.<br />* Beri pujian . Bila anak dapat duduk tenang selama jalan-jalan dengan stroller, beri ia pujian.<br />* Tetap di dekat anak . Anak merasa aman bila orang yang dipercayainya berada di dekatnya. Jangan berada jauh dari anak, karena ia akan merasa tidak aman, kemudian mencoba keluar dari stroller -nya.<br /><br />Immanuella F. RachmaniDyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-34699226959389865452009-11-01T22:56:00.000-08:002009-11-01T22:58:45.887-08:00Membentuk Moral AnakMEMBENTUK moral anak bisa dilakukan lewat story telling (dongeng). Kegiatan membaca dongeng dan berdiskusi antara orangtua dan anak ini dapat dilakukan di rumah.<br /><br />Anak tentu saja menjadi anugerah terindah bagi setiap orangtua. Namun, ketika sang buah hati beranjak remaja atau dewasa, bisa jadi anak yang telah dibesarkan dan dididik sebaik mungkin, menjadi anak yang tidak mengerti nilai-nilai moral dalam kehidupan.<br /><br />Kondisi tersebut tentu saja mengecewakan karena apa yang sejak dini ditanamkan, hilang begitu saja. Padahal, membentuk moral anak bisa dilakukan sejak dini, bahkan ketika anak memasuki tahun pertama usianya.<br /><br />Hal tersebut terungkap dalam seminar pendidikan dan parenting bertajuk Education in the Changing World, di Kemang Village, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Hadir sebagai pembicara, Kepala Sekolah Pelita Harapan (SPH) Brian Cox M Ed dan Koordinator Sekolah SPH James T Riady.<br /><br />Selain dua pembicara tersebut, seminar juga dihadiri oleh Pendiri Layanan Konseling Keluarga dan Karier Roswitha Ndraha, Sport and Arts Director Universitas Pelita Harapan Karawaci Stephen Metcalfe BA, dan Rektor Universitas Pelita Harapan Jonathan Parapak. Berbagai topik seminar diangkat dengan tujuan memberikan yang terbaik bagi anak-anak Indonesia.<br /><br />Seperti diungkapkan James T Riady, yang membawakan makalah bertajuk Youth with a Vision. Dalam makalahnya, dia banyak menyinggung tentang perkembangan moral anak yang tidak saja didapatkan di sekolah.<br /><br />"Pengetahuan yang tinggi, tidak menjamin seseorang bisa memiliki moral yang baik. Namun, ketika anak-anak memiliki moral yang baik, otomatis mereka bisa menilai mana pendidikan yang baik dan buruk," papar James. Peran orangtua dalam mempersiapkan anak-anak yang memiliki visi dan masa depan, menurut James, sangatlah penting. Lewat orangtua, anak-anak belajar segala sesuatu.<br /><br />"Pendidikan formal berfungsi melatih anak-anak untuk memperbaiki lingkungan sekitarnya. Sedangkan dengan pengetahuan moral, anak-anak diajak berpikir dan membangun etika dan karakter dirinya yang baik," tambah James dalam seminar yang diselenggarakan oleh Sekolah Harapan Kita itu.<br /><br />Sedikit berbeda dengan James, peserta seminar yang juga pengajar di Jakarta, William Pakpahan mengatakan, pendidikan moral untuk anak-anak bisa dilakukan di rumah, bisa dengan membahas buku-buku cerita bersama orangtua, membaca kitab suci ataupun mendongeng.<br /><br />"Saya memang seorang pengajar, namun saya tidak yakin di sekolah-sekolah formal anak bisa mendapatkan pendidikan moral yang benar-benar bisa menjamin anak kita menjadi anak yang baik," kata pengajar yang juga ayah tiga putra ini. Karena itu, lanjutnya, ketika berkumpul dengan anak-anak saya di rumah, saya menanamkan nilai-nilai moral dengan menceritakan kisah-kisah dalam kitab suci.<br /><br />Menanamkan pendidikan moral untuk anak-anaknya juga dilakukan William dengan sesering mungkin mengajak anak-anaknya yang masih belia mengunjungi panti-panti asuhan, panti jompo, hingga memberikan sumbangan untuk anak-anak jalanan.<br /><br />''Pernah suatu waktu anak saya bertanya, mengapa banyak anak kecil menyanyi di lampu merah. Setelah itu, untuk mengetuk hatinya dan menggugah rasa simpatinya, saya mengajak anak saya untuk melihat lebih dekat bagaimana anak-anak kecil itu mencari sesuap nasi," terangnya.<br /><br />Mengajak anak langsung menyaksikan kejadian sehari-hari yang membuatnya trenyuh, ternyata sangat mengena di benak anak-anak William. "Sejak itu, mereka tidak pernah lagi membuang-buang nasi ketika makan," tutur William. Dari pengalaman tersebut, William berkesimpulan bahwa pendidikan moral harus bisa dipraktikkan pada anak-anak, dari rumah hingga di lingkungan sekitar, termasuk di jalanan.<br /><br />Tahap Perkembangan Moral Anak<br /><br />1. Perkembangan kuantitas menuju kualitas<br />Ketika anak mulai mengenal larangan orangtua, anak cenderung menilai dosa atau kesalahan berdasarkan besar-kecilnya akibat perbuatan yang ditimbulkannya. Misalnya, anak menganggap bahwa menjatuhkan beberapa gelas secara tidak sengaja lebih besar dosanya daripada menjatuhkan satu gelas secara sengaja. Pada tahap awal perkembangan moral, anak tidak memperhitungkan unsur motivasi. Baru pada usia yang lebih besar, ia mulai memahami bahwa kualitas suatu perbuatan harus diperhitungkan dalam menilai benar-salah.<br /><br />2. Ketaatan mutlak menuju inisiatif pribadi<br />Pada mulanya seorang anak akan menaati apa yang dikatakan orangtuanya. Inilah kesempatan terbaik orangtua untuk mengajarkan apa yang harus diajarkannya karena masa ini akan cepat berlalu. Setelah itu, anak akan lebih terikat dengan perjanjian-perjanjian. Pada tahap ini, anak akan bermain dengan peraturan yang dapat diubah sesuai perjanjian sebelumnya. Karena itu, teriakan ?'curang'' sewaktu anak bermain akan terdengar keras ketika peraturan bersama ini dilanggar. Anak juga sangat peka terhadap ketidakkonsistenan orangtua bila orangtua melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan yang diajarkannya. Bagi mereka, orangtua pun seharusnya terikat dengan peraturan yang mereka tetapkan bagi anak-anaknya. Bila perkembangan moral anak berjalan baik, pada usia remaja akhir anak telah memiliki prinsip moral yang menjadi miliknya pribadi dan yang mengarahkan tingkah lakunya. Anak tidak mudah lagi dipengaruhi lingkungannya. Sebaliknya, anak akan melakukan perbuatan berdasarkan prinsip moral yang dimilikinya.<br /><br />3. Kepentingan diri menuju kepentingan orang lain<br />Tahap awal perkembangan moral anak adalah egosentris karena anak masih memusatkan perhatian pada dirinya. Tujuan suatu perbuatan adalah kesenangan pribadi dan kenikmatan. Bila perkembangan moral anak berjalan baik, barulah pada usia yang lebih dewasa, individu dapat melihat kepentingan orang lain dalam melakukan tindakan moralnya. Bukan itu saja, pengorbanan kepentingan diri dapat dilakukan demi kesejahteraan teman-teman sebayanya. Misalnya dengan membagi permen yang dimilikinya, ataupun mengajak teman-temannya untuk berbagi boneka kesayangan.� (sindo//mbs)Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-84039180444232649742009-10-29T04:01:00.000-07:002009-10-29T04:01:00.243-07:00Les KumonSumber: Ibu-ibu DI<br /><br />Tanya<br /><br />Mau minta sharing dan infonya tentang les Kumon, anakku (7 tahun, kelas 2 SD) senang sekali pelajaran matematika, sekarang ini dia ingin sekali ikut les Kumon, cuma aku belum menyetujuinya. Kalau Moms semua ada pengalaman tolong info ke aku ya, sejauh mana kegunaan les kumon ini, apa plus minusnya? Tadi aku sudah telepon Kumon yang di cempaka putih, ternyata bayarannya juga lumayan mahal, Rp 276.000,- sebulan (pertemuan hanya 2 kali seminggu), tapi kalau memang bagus dan mumpung anaknya mau ya boleh juga [Yn]<br /><br />Jawab<br /><br />Jangan lewat jalur pribadi, aku juga mau tahu soal ini. Kebetulan anakku masih balita dua-duanya, yang besar 4 tahun senang sekali sama hitung-hitungan yang dibantu gambar, yang kecil 3 tahun masih belajar angka (kadang bisa kadang tidak, tergantung keinginannya dia). Nah dua-duanya belum lancar baca, baru bisa mengeja sama sedikit suku kata, KUMON terima tidak yang seperti anakku gitu? Maksudnya tingkatan persyaratannya, apakah harus bisa baca? Apa termasuk pengenalan angka? Sekalian tanya kalau SEMPOA, juga pertanyaan yang sama, apakah bisa untuk anak yang baru belajar membaca dan angka seperti anakku? Apa persyaratannya. Terima kasih sekali, mbak Yn aku numpang pertanyaan ya [DH]<br /><br />Mbak, sekarang ada pekan free trial kumon dari tgl 18 sd 28 februari??? Coba saja ikut free trial ini nanti kalau memang bagus bisa dilanjutkan. Anakku baru ikut kumon 1 bulan yang lalu, sekarang dia di TK B (umurnya 5,5 tahun). Sejauh yang aku lihat, Kumon sangat membantu aku (dan suamiku) supaya anakku bisa belajar berhitung dan menulis angka (kali karena anakku masih TK kali yaa). Tiap hari pasti ada pe-ernya mbak, lumayanlah buat orangtua bisa memantau anak dan juga kurikulum kumon. Sejauh yang aku lihat, jam lesnya fleksibel mulai dari pagi sampai jam 6 sore, setiap les pasti didampingi sama gurunya. Oh iya sebelum masuk, anak akan ditest untuk menentukan tingkatan si anak sudah sampai di mana [Vr]<br /><br />Aku sudah mengikutsertakan anakku (laki-laki 7tahun) les kumon (Kumon Laut Banda-Duren Sawit) dari tahun 2004, dimana si sulung ini berumur 5 tahun 5 bulan (waktu itu masih TK B) dan setelah dites penempatan masuk ke level 4A (level dasar adalah 7A), hal ini disebabkan anakku sudah bisa membaca dan menulis. Sekarang anakku itu sudah di level C dan pelajarannya adalah perkalian (sekarang dia kelas 2 SD). Kumon menerapkan metode belajar yang disiplin artinya setiap hari si anak diberikan PR atau latihan di tempat les dan masih mengalami salah atau nilainya tidak 100 (OK) maka yang bersangkutan harus diulang terus menerus dengan materi pelajaran yang sama sampai ybs mendapat nilai 100. Tujuannya bagus mendidik anak belajar pelajaran harus rutin dan setiap hari pasti diberikan PR dan diperlukan pencatatan waktu (berapa menit/jam dalam pengerjaannya). Untuk anakku yang kedua lain lagi yang ini memang susah diajarkan rutinitas, makanya sampai lulus TK B belum bisa baca apalagi nulis. Akhirnya Kumon-nya tidak aku ikutsertakan, tapi si anak maksa-maksa ingin ikutan biar sama-sama abangnya katanya ke tempat les. Akhirnya aku ikuti juga coba gratis, tapi menurut guru Kumon lebih baik ajarkan dulu anaknya membaca baik huruf atau angka di rumah (Aku sampai beli buku yang dijual di Kumon untuk memperkenalkan angka kalau tidak salah harganya waktu itu Rp 9.000), karena menurut guru Kumon juga sayang kalau anaknya belum mampu menyerap materi yang ada di Kumon (takut terbebani) apalagi uang kursus lumayan mahal (Pendaftaran Rp 250.000 + bulanan Rp 276.000). Akhirnya aku sampaikan hal ini ke anakku berdasarkan hasil analisa laporan guru Kumon, dan anakku mau terima. Terus pada bulan Juli 2005 (anakku kelas 1 SD) yang bersangkutan aku ikutsertakan tes penempatan, dan dari hasil tes masuk level 7A. Dengan berjalannya waktu dan setiap hari dipenuhi dengan rutinitas yang dihadapi pada akhirnya anakku setelah 3 bulan di kelas 1SD sekarang bisa dan lancar baca/tulis dan Kumonnya udah di level 4A dan mau naik ke level 3A di bulan ini.<br /><br />Hal-hal positif yang diberikan Kumon :<br />1. Menanamkan kebiasaan belajar pada setiap anak sejak dini<br />2. Melatih disiplin akan tugas pelajaran yang harus dilakukan<br />3. Belajar dengan memulai dari yang termudah dan kontinyu<br />4. Apabila anak mendapat nilai baik&waktu pengerjaan yang cepat akan diberikan pujian/point unt ditukar hadiah. Kalau Sempoa aku tidak punya pengalaman [Bl]<br /><br />Semoga dapat membantu ibu-ibu yang lain;<br /><br />METODE KUMON:<br />Kumon itu mempunyai target agar anak dapat/ atau mampu mengerjakan matematika SMA, sehingga jika anak tersebut masih duduk di SD mungkin tidak kelihatan perubahan yang signifikan dalam kenaikan nilai. Untuk ibu yang stay at home dan bisa meluangkan waktu menemani anaknya belajar Kumon boleh dijadikan salah satu pilihan. Karena setelah anak tersebut memasuki level 4A ke atas semua worksheet harus menggunakan limit waktu, waktu mulai dan waktu selesai mengerjakan harus di catat. Kumon dapat menerima anak dari 2 1/2 th – SMA.<br /><br />SEMPOA:<br />Sempoa itu melatih kecepatan berhitung pada anak (tambah, kurang, kali, bagi) memang sangat cocok untuk anak TK sampai kelas 3 SD. Tapi tidak semua yayasan menerima Sempoa dari TK ada beberapa yang hanya punya program basic ( khusus SD) Metodenya juga ada banya dari yang 1 tangan, 2 tangan, dsb. Pada tingkat mahir sempoa akan masuk ke sempoa bayangan sehingga tidak perlu lagi menggunakan sempoanya.<br /><br />Berdasarkan pengalaman pribadi:<br />Ke dua anakku setelah memasuki level 4A mereka jadi sedikit stress karena dalam mengerjakan ter-uber-uber dengan waktu. Kata pembimbingnya waktu mengerjakan worksheet paling lama 15 menit, karena anakku masih TK yang mengerjakannya tidak bisa dipaksa untuk fokus. Untuk anak ku yang pertama dia bisa bertahan hanya sampai level 3A waktu berhentinya dia sudah tidak mau mengerjakan semua PR kumonnya & akhirnya aku ambil cuti maksudnya supaya 3 bulan lagi anakku sudah mau ikut lagi ternyata anakku tetap tidak mau ikut. Akhirnya anakku ikut Sempoa. Untuk anakku yang ke 2 sebetulnya lebih rajin ketimbang yang pertama tapi sekitar 3 bulan yang lalu guru yang biasa megang anakku berhenti, mulailah anakku setiap pergi ke Kumon menangis terus dan tidak pernah mau les, jadi setiap kali cuma ambil PR. Dan yang alasan utama yang menyebabkan aku memberhentikan anakku yang kedua: anakku baru di level 4 sedangkan anakku sudah minta penjumlahan, di Kumon anak dari level 4A tidak boleh loncat level 4A, karena takut keburu surut semangatnya adiknya aku masukan ke Sempoa juga. Kalau boleh sharing sedikit menurut pendapat saya karena semua les tersebut masing-masing punya nilai positif & negatifnya saya pribadi mengambil kesimpulan sebagai berikut:<br />Jika memang ingin mengasah kemampuan si kecil 2 1/2 th - 4 th bisa ikut Kumon ( agar anak tersebut mengerti urutan bilangan, & mengenal angka sampai ratusan).<br />4th - 9 th bisa ikut Sempoa ( karena sudah mengenal angka tinggal diasah kemampuan berhitungnya)<br />6 th - 12 th Bisa melanjutkan ke Sakamoto.<br />12 th keatas baru konsentarsi di Kumon ( karena dengan skill yang sudah di dapat dari sempoa & sakamoto bisa memulai Kumon dengan level<br />yang lebih tinggi [Patr]<br /><br />Mbak aku share yang sempoa ya, yang kumon aku kurang mengerti. Sempoa untuk anak yang baru belajar baca/tulis, bisa. Karena dasarnya dia diajarkan "manajemen mikir" artinya sebelum kita mengitung apa dulu, dan jika diperhatikan caranya mereka lebih menekankan ke daya ingat baru ke tulis-menulis. Jadi anaknya ke-latih pelan-pelan. Yang diajari : Pengenalan pakai menyanyi dan gerakan tangan untuk sempoa, "brain gym" nah, aku tidak hafal gerakannya, panjang dan lama jadi aku harus ikut les) intinya si anak biar tidak jenuh jadi ada pemanasan ceritanya, terus latihan menulis pakai waktu istilahnya "speed writing", terus flascard gunanya untuk memory anak dan daya tangkap. Terus ada dengar hitung alias seperti soal didikte terus si anak nulis hasilnya dibuku (tapi sistemnya membuat anak berpikir dulu baru menulis, dan itu cepat). Posisi duduk, posisi tangan (kiri pegang sempoa, kanan pegang pensil), posisi buku dimeja, mendisiplinkan anak jadi biasa belajar di meja. Nah jika si anak sudah paham sekali,<br />diajarkan bayangan, artinya menghitung tanpa sempoa. Anakku 4 tahun, TK A, ikut sempoa sudah 5 bulan. Dan aku tidak mau rugi kalah set, aku belajar juga (beli bukunya). Dan lumayan banyak diajari anakku, lagu-lagu, hitung-hitung. Ya intinya jika dia bertanya aku bisa menerangkan, kecuali brain gym harus tanya-tanya sama gurunya dulu. Tidak rugi, benar. Tapi emang gimana anaknya. Dulu waktu awal masuk teman sekelas anakku (yang umur 4 tahun-an) ada 6 orang yang ikut, sekarang tinggal anakku saja yang umur 4 tahun yang bertahan di tingkatnya, sisanya yang masuk kelas les itu anak kelas B. Aku sendiri tidak memaksakan terserah anaknya, jika malas ya tidak les, jika mau ya ayo, aku ikuti. Sampai saat ini dia enjoy saja. Malah dia minta diajari hitungan ribuan (padahal baru masuk puluhan, dan teknik adik/kakak), dan dia bisa mengitung ribuan. Jadi balik lagi ke anaknya [Em]<br /><br />Mbak, anakku dulu waktu TK B pernah aku ikuti free trial kumon yang 2 minggu itu, dia senang sekali, tapi ketika mau didaftar benar, dia tidak mau, capek katanya. Terus waktu di kelas 1 kemarin aku coba lagi, bersama-sama adiknya, jawabannya masih sama, capek Mah, lama keluhnya, tapi kalau adiknya malah senang, minta ikut. Sesudah diskusi sama suami, akhirnya tidak jadi diikutkan kumon, alasannya:<br /><br />- standar kumon, mundur sekitar 3 level, maksudnya dari hasil tes, anakku yang sudah kelas 1 SD, harus belajar dari cara menulis angka lagi, yang menghubungkan pakai titik-titik itu, yaa pelajaran tingkat TK A sepertinya. Karena katanya prinsip Kumon itu membiasakan anak benar-benar mengerti dan hafal sehingga nantinya bisa cepat sekali berhitungnya, jadi satu materi diulang-ulang terus, tiap hari ada tugas yang harus dikerjakan di rumah, dicatat waktu kerjanya.<br />- biaya kursusnya mahal sekali buat kami, pendaftaran kalau tidak salah Rp 250.000,-, terus bulanannya Rp 276.000,-, terus kata customer servicenya, kalau ikut kumon, minimal 1 tahun baru kelihatan perubahannya, dan kalau ikut dari SD, hasilnya baru terasa nanti waktu SMP (cmiiw)<br />- kursus di Kumon anak dan orang tua harus aktif, disiplin, kalau tidak akan cepat bosen, karena mengerjakan soal yang itu-itu saja, dan banyak<br />- materi Kumon hanya matematika dan sedikit bahasa inggris<br /><br />Jadi, kita timbang-timbang lagi, dengan biaya yang sama, lebih baik memanggil guru privat ke rumah, bisa dapat lebih banyak materi (matematika, ipa, ips, bahas inggris), tambahan lagi, Alhamdulillah anakku masih masuk 10 besar di kelasnya, jadi kita pikir, biarlah sampai kelas 4 nanti dia puas-puasin main semaunya dia dulu, tidak usah terlalu dibebani sama kursus-kursus tambahan, nanti kalau anaknya sudah mantap kemana minatnya, sudah bisa disiplin, baru kita dukung dan arahkan. Eh, maaf kalau ada yang tidak sepaham, preferensi orang kan lain-lain ya [Dy]Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-64084259624888733702009-10-21T00:37:00.000-07:002009-10-21T00:37:00.056-07:00Anak Disuruh Berantem atau Mengalah?Sumber: ibu ibu DI<br /><br />Tanya<br />Aku lagi agak ragu nich. Belakangan ini anakku kalau main sama temannya suka pulang ke rumah dan menangis. Pertama karena dipukul perutnya sama temannya, kemarin ini karena kepalanya kena batu, aku sendiri tidak melihat kejadiannya, intinya dia mengadu kalau dilempar batu, kayaknya sich batu kecil dan mungkin tidak sengaja kali ya, kurang jelas bagaimana. Tapi yang aku bingung, cepat atau lambat dia khan akan bergaul sendiri, jauh dari rumah, dan mungkin sekali dua kali akan bentrok dengan temannya seperti sekarang ini. Nah, aku lagi mempertimbangkan, anakku ini aku suruh melawan temannya atau aku suruh mengalah ya? aku mikirnya kalau aku bilang yang intinya dia memukul balik atau melawan temannya, nantinya malah jadi berkelahi beneran, aku takut anakku nanti jadi agresif, bandel atau sok jagoan. Tapi kalau aku suruh mengalah, nanti keterusan sampai besar tidak bisa `berantem` dan bisanya cuma pulang ke rumah menangis, khan kurang bagus juga. Enaknya bagaimana ya, kalau aku ajak bicara baik-baik, rasanya susah juga memilih bahasa yang mudah dimengerti dia. Sekarang ini sich aku cuma bilang ke dia, kalau temannya memukul, jangan menangis, kasih tahu kalau itu sakit, kalau perlu `tepak` tangannya saja, tapi pelan. Tapi aku tidak tahu apakah dia mengerti dan apakah cara itu efektif.(Mi)<br /><br />Jawab<br />Aku mengalami sendiri hal seperti itu, kemudian anaknya aku tanya baik-baik atau aku diam-diam mengintip di sekolah tanpa sepengetahuan si anak. Hal ini lebih aman,karena kita jadi mengetahui apa sebenarnya yang terjadi.(In)<br /><br />Anakku dulu juga suka dipukul oleh teman cowoknya sampai dia tidak mau sekolah. Pertamanya aku suruh dia bilang ke gurunya tapi masih saja suka dipukul, kemudian aku telpon gurunya,tapi tetap tidak berhasil juga. Kemudian aku bilang ke anakku, "kalau anak itu memukul, balas saja. Kalau tidak bisa memukul, kamu dorong saja. Tapi kalau anak itu tidak nakal tidak boleh memukul atau mendorong". Dan ternyata manjur, anak itu tidak pernah mengganggu anakku lagi, malah kaget karena ada yang berani ke dia.(Ni)<br /><br />Kalau anakku, aku suruh teriak 'stop' atau 'no' yang keras, biar gurunya dengar. Soalnya kadang-kadang gurunya kan tidak melihat awalnya, nanti kalau anak kita membalas, dikiranya anak kita yang memulai. Sekarang mulai aku ajar untuk galak sama anak laki-laki. Di les berenangnya kemarin, ada anak cowok bandel. Dia suka mengganggu anak-anak perempuan. Jadi tiap anak perempuan dia cipratin air. Guru renangnya juga sudah bosan mengingatkan. Ibunya ada di pinggir kolam, cuma senyam-senyum saja. So, sekarang anakku aku ajarin galak ke anak cowok yang bandel itu. Kalau satu dua kali dikasih tahu tidak bisa, galakin saja. Teriakin! Tapi jangan sesekali membalas. Soalnya kalau satu membalas, nanti jadi berkelahi! Kemudian setiap pulang sekolah, ditanyakan bagaimana ceritanya disekolah. Kalau ada apa-apa, langsung lapor ke gurunya. Tidak masalah kok sering-sering lapor ke gurunya. Kalau di sekolahnya memungkinkan untuk mengamati anakmu tanpa keliatan si anak ( di sekolah anakku ada booth khusus untuk tempat pengamatan), kamu sering-sering saja tongkrongin.(nik)<br /><br />Anakku belum mulai sekolah sich, ini dipukul oleh teman mainnya. Padahal anaknya lebih kecil. Mungkin memang dasar anakku cengeng kali ya, dan memang aku belum pernah ajarkan atau terang-terangan menyuruh dia membalas atau bagaimana, selama ini memang mainnya selalu sama adiknya dan dia yang jadi jagoan. Nah sekarang, ntah bagaimana, temannya ini kok aku perhatiin mulai rada 'nakal' gitu. Aku pikir, bagaimana dia sekolah, kalau main di rumah saja sedikit- sedikit menangis. (Mi)<br /><br />Memang kalau bisa anak diajarkan untuk mengemukakan ketidakpuasannya terhadap sesuatu secara verbal daripada secara physical. Di sekolah anakku hal ini sangat ditekankan. Anakky 6,5 th, dulu masih sangat physical. Kalau tidak suka adiknya langsung ditonjok atau dipukul.<br />Tapi di sekolahnya diajarkan `how to verbalize your feelings`. Baik itu feeling negatif maupun feeling positif. Jadi kalau dia mendapat suatu keadaan yang tidak enak dari temannya (misal: dipukul) maka yang pertama dilakukan adalah mengatakan kalau dia tidak suka dipukul (misalnya dengan berkata:"jangan pukul aku, sakit", don't punch me, that hurts, stop it, dll) dan bukan malah membalas memukul. Memang perlu waktu hingga anak-anak terlatih untuk bisa mengungkapkannya secara verbal. Anakku sekarang jauh berubah dengan dilatih seperti ini. Paling kalau dia sudah tidak tahan, dia pukul juga adiknya karena adikknya memukul dia terlebih dahulu. Kemudian dia bilang ke aku, `I already said stop it bu"!. Paling tidak dia berlatih untuk menahan dulu keinginannya untuk mengungkapkannya secara fisik, baru kalau sudah tidak mempan dia terpaksa menggunakan `physical force`. Tapi lama kelamaan mereka akan terbiasa dan tidak mudah main pukul begitu saja. Untuk positive feeling juga begitu. Kalau dia dibiasakan untuk mengungkapkan betapa senangnya dia hari ini karena dibelikan mainan baru, atau diajak ke Sea World, maka si anak juga akan terbiasa mengapresiasikan perasaan orang lain. Hal ini tentunya tergantung kita untuk rajin-rajin melatih dan menstimulasi. "Bagaimana tadi di sekolah, senang?, Senang tidak tadi menonton bioskopnya"? Let them verbalize their feelings and they would get accustomed to understand other people's feelings.(ind)<br /><br />Aduuh senengnya yach kalau anak kita sudah berhasil mengungkapkan perasaannya secara verbal. Anakku (cowok) termasuk salah satu yang<br />sering tidak bisa berbuat apa-apa bila diperlakukan tidak adil, dan karena dia sangat sensitif mungkin hal yang bagi anak lain biasa saja, bagi dia sudah luar biasa, pelariannya dia menanggis. Aku tidak pernah meminta dia membalas memukul atau juga berlaku tidak fair ke teman atau orang lain untuk perlawanan pertama, kecuali kalau sudah diperingati teman tersebut tidak mau mengerti aku minta dia bilang ke gurunya, kalau masih juga belum selesai, dengan terpaksa dia harus bertahan atau melawan aku bolehkan. Aku selalu ingatkan untuk memberitahu atau mengekspresikan kalau dia tidak suka. Pernah di sekolah pak guru meminta anak-anak untuk duduk rapi dan bergilir dipanggil, karena heboh, anakku terlewat dan tidak dipanggil, padahal dari awal dia sudah duduk dengan rapi dan diam. Akhirnya dia menangis karena dia kesal dan merasa diperlakukan tidak adil oleh pak guru. 2 minggu pertama di sekolah (kelas 1 sd) dia menangis setiap hari. Aku berusaha terus mengajak dia mengekspresikan perasaannya, kalau untuk yang positif dia sudah bisa bahkan sangat suka menyenangkan orang lain, bilang terimakasih hadiahnya bagus sekali, kuenya enak, bahkan dia tidak tega kalau aku kecewa dengan sikapnya, dia akan buru-buru meminta maaf dan minta bundanya senyum, tapi untuk yang negatif sampai saat ini (usia 5,10) belum terlalu kelihatan hasilnya.(Ren)<br /><br />Membiasakan anak-anak untuk mengungkapkan perasaannya, tidak harus (atau tidak hanya) di sekolah saja. Bisa diawali sejak di rumah. Yang namanya anak-anak, pasti suka rewel, kemudian menangis atau diam saja, tidka mau bicara, cuma huh-huh. Nah, kalau anakku lagi begitu, aku selalu bilang, bicara `donk`, use your words please. Meski pun kadang-kadang aku tahu apa yang dia mau, tapi kalau dia tidak mau bilang dan cuma merengek, aku diamkan saja. Memang sepertinya kejam ya, tapi, baiknya buat mereka, belajar bicara yang betul. Selain biar manner-nya baik dan juga mengajarkan keterbukaan dengan anak. Anakku yang besar, perempuan, kan sensitif sekali. Pernah di sekolah, lagi acara parent's party, ada orangtua murid yang memarahi anakku. (Si Ibu ini orang poland, memang agak nyentrik orangnya, anak orang dia marah-marahin). Anakku jadi menangis tidak keruan. Sampai guru-gurunya bingung, karena anakku ini selalu manis di sekolah, tidak pernah menangis seperti itu.Menurut guru-guru disitu, cara bicara si Ibu itu yang salah. Harusnya, kalau ada apa- apa, sebagai orang dewasa kita mesti bicara baik-baik kepada anak- anak. Use our words. Jelaskan, jangan asal membentak dan memukul. Kemudian kalau memang anaknya nakal (bersalah), ya boleh saja dikasih hukuman, tapi jangan sesekali main fisik. Suruh saja masuk ke kamarnya 15 menit, atau tidak boleh main lagi sementara (kasih time out), atau tidak boleh menonton tv. Dll. Pokoknya kasih hukuman yang bergunalah. Seperti misalnya anakku pernah oret-oret tembok, ya aku suruh bersihin sendiri. :) Memang tidak bersih, tapi dia jadi tahu, menggosok tembok itu bikin capek. Ya begitulah. So, always use your wodrs.(nik)<br /><br />Senangnya anak bisa mengungkapkan secara verbal. Tapi walaupun anakku tidak bisa mengungkapkan secara verbal aku merasa Tuhan selalu kasih jalan untuk menjaga dia. Kejadiannya kemarin, menurut anak tetangga yang setiap hari bareng anakku, kemarin anakku ditusuk- tusuk pakai pensil sama salah seorang anak disekolah karena anakku mengambil air minum kepunyaannya. Anakku cuma diam tidak bisa melawan, tapi teman-temannya langsung menghampiri si anak dan bilang "do you know how painful it is? You may not hurt Jogi, if he took your water, you can tell the teacher or the principal" Aku terharu sekali sama anak-anak itu, mereka membela Jogi dengan cara yang bener-bener luar biasa. Aku setuju, lebih baik mereka mengemukakan ketidaksukaannya secara verbal daripada balas melakukan hal yang sama. (dum)<br /><br />Kebalikan sama anakku. Anakku ini ceriwis sekali. Kalau lagi protes bisa panjang dan lama ngomelnya. Sekali waktu dia `ngomelin' tetangga sebelah rumah yang suka parkir mobil seenaknya. Dan pas anakku pulang sekolah, mau turun dari mobil, dia langsung cas-cis- cus,"Om A ini gimana sih, baru saja kemaren dibilangin, sekarang udah begini lagi. Aku jadi tidak bisa masuk rumah nih..." dan bla- bla-bla.Tapi manjur juga, besok-besoknya si tetangga parkir di carportnya:-) (Ri).<br /><br />Ini nasehat, sebenarnya tidak terlalu bijaksana. Anakku aku ajar untuk melawan segala bentuk kekerasan, tapi dalam konteks membela diri. Tapi tidak boleh memulai kekerasan. Artinya kalau dia dipukul temannya, dia harus balas memukul kalau temannya tidak bisa menjelaskan mengapa dia harus dipukul. Tapi dia boleh memulai perkelahian apabila bermaksud membela temannya, apalagi kalau temannya perempuan dan anakku laki-laki, itu harus dibantu bela :-). Membela kehormatan perempuan adalah kewajiban buat anakku yang laki- laki. Kalau anakku perempuan, dia justru harus lebih berani lagi melawan teman-teman yang berusaha menindasnya. Lawan saja sekuat tenaga, pokoknya tidak boleh menangis apalagi terlihat lemah, akan semakin membuat teman-temannya gemar menindas. Jadi anak perempuan tidak boleh lemah apalagi cuma bisa pasrah. Kalau anakku laki-laki, dia tidak boleh memukul perempuan, walaupun si perempuan memukul dia. Tapi ini justru anakku malah kelihatan sangat lembut hati dan suka menangis sedih (bahkan waktu menonton the ugly duckling, bisa- bisanya dia `mewek` nahan tangis sedih waktu si ugly duckling ini pergi dari sarang bebek karena diejek). Kalau rebutan mainan sama temannya juga dia pasti mengalah dan tidak suka memaksa. Kadang aku geregetan juga melihat anakku mengalah terus,tapi aku biarkan saja. (Fer)<br /><br />Anakku juga lembut hati dan berperasaan halus. Seperti kemarin,dia di sekolah menangis sampai muntah karena melihat temannya dimarahi shabis-habisan oleh susternya. Dan dia tidak suka menyaksikan acara di TV yang penuh kekerasan (tembak-tembakan, pukul-pukulan, dst). Kalau ada acara macam itu, pasti dia lari ke kamar. Sempat juga waktu menyanyi di kelas sambil memukul meja, dia juga nangis. Aku jadi bingung. Anakku itu cengeng atau berperasaan halus ya? Sebab kalau dia dipukul temannya tidak menangis (meski malamnya laporan ke aku). (Q)<br /><br />Mungkin hanya sensitif saja kali, seperti anakku pagi ini aku diceritakan ibu gurunya katanya sehari menangis sampai 3 kali karena dibilang comberan sama salah satu temannya sampai anakku tanya ke ibu gurunya apa arti comberan itu.(An)Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-74413560085579858492009-10-15T23:08:00.000-07:002009-10-15T23:08:00.339-07:00Membangun Kepercayaan diri<span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:130%;color:purple;"><br /></span> <table bg border="0" cellpadding="3" cellspacing="2" width="100%" style="color:#ffffff;"> <tbody><tr> <td cellspacing="2" cellpadding="2" align="left" bg valign="top" height="300" style="color:#ffffff;"> <p align="justify"> <span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;"> Bagi sebagian kita yang punya masalah seputar rendahnya kepercayaan-diri atau merasa telah kehilangan kepercayaan diri, mungkin Anda bisa menjadikan langkah-langkah berikut ini sebagai proses latihan: </span></p><p align="justify"> </p><ol type="1"><span style="font-family:Trebuchet MS;font-size:85%;color:purple;"><li><b> Menciptakan definisi diri positif. </b> <p align="justify"> Steve Chandler mengatakan, “Cara terbaik untuk mengubah sistem keyakinanmu adalah mengubah definisi dirimu.” Bagaimana menciptkan definisi diri positif. Di antara cara yang bisa kita lakukan adalah: </p><ol type="square"><li> Membuat kesimpulan yang positif tentang diri sendiri / membuat opini yang positif tentang diri sendiri. Positif di sini artinya yang bisa mendorong atau yang bisa membangun, bukan yang merusak atau yang menghancurkan. </li><li> Belajar melihat bagian-bagian positif / kelebihan / kekuatan yang kita miliki </li><li> Membuka dialog dengan diri sendiri tentang hal-hal positif yang bisa kita lakukan, dari mulai yang paling kecil dan dari mulai yang bisa kita lakukan hari ini. </li><li> Selain itu, yang perlu dilakukan adalah menghentikan opini diri negatif yang muncul, seperti misalnya saya tidak punya kelebihan apa-apa, hidup saya tidak berharga, saya hanya beban masyarakat, dan seterusnya. Setelah kita menghentikan, tugas kita adalah menggantinya dengan yang positif, konstruktif dan motivatif. Ini hanya syarat awal dan tidak cukup untuk membangun kepercayaan diri. </li></ol> <p align="justify"> </p></li><li><b> Memperjuangkan keinginan yang positif </b> <p align="justify"> Selanjutnya adalah merumuskan program / agenda perbaikan diri. Ini bisa berbentuk misalnya memiliki target baru yang hendak kita wujudkan atau merumuskan langkah-langkah positif yang hendak kita lakukan. Entah itu besar atau kecil, intinya harus ada perubahan atau peningkatan ke arah yang lebih positif. Semakin banyak hal-hal positif (target, tujuan atau keinginan) yang sanggup kita wujudkan, semakin kuatlah pede kita. Kita perlu ingat bahwa pada akhirnya kita hanya akan menjadi lebih baik dengan cara melakukan sesuatu yang baik buat kita. Titik. Tidak ada yang bisa mengganti prinsip ini. </p><p align="justify"> </p></li><li><b> Mengatasi masalah secara positif </b> <p align="justify">Pede juga bisa diperkuat dengan cara memberikan bukti kepada diri sendiri bahwa kita ternyata berhasil mengatasi masalah yang menimpa kita. Semakin banyak masalah yang sanggup kita selesaikan, semakin kuatlah pede. Lama kelamaan kita menjadi orang yang tidak mudah minder ketika menghadapi masalah. Karena itu ada yang mengingatkan, begitu kita sudah terbiasa menggunakan jurus pasrah atau kalah, ini nanti akan menjadi kebiasaan yang membuat kita seringkali bermasalah. </p><p align="justify"> </p></li><li><b> Memiliki dasar keputusan yang positif</b> <p align="justify">Kalau dibaca dari praktek hidup secara keseluruhan, memang tidak ada orang yang selalu yakin atas kemampuannya dalam menghadapi masalah atau dalam mewujudkan keinginan. Orang yang sekelas Mahatma Gandhi saja sempat goyah ketika tiba-tiba realitas berubah secara tak terduga-duga. Tapi, Gandhi punya cara yang bisa kita tiru: “Ketika saya putus asa maka saya selalu ingat bahwa sepanjang sejarah, jalan yang ditempuh dengan kebenaran dan cinta selalu menang. Ada beberapa tirani dan pembunuhan yang sepintas sepertinya menang tetapi akhirnya kalah. Pikirkan ucapan saya ini, SELALU”. Artinya, kepercayaan Gandhi tumbuh lagi setelah mengingat bahwa langkahnya sudah dilandasi oleh prinsip-prinsip yang benar. </p><p align="justify"> </p></li><li><b> Memiliki model / teladan yang positif </b> <p align="justify"> Yang penting lagi adalah menemukan orang lain yang bisa kita contoh dari sisi kepercayaan dirinya. Ini memang menuntut kita untuk sering-sering membuka mata melihat orang lain yang lebih bagus dari kita lalu menjadikannya sebagai pelajaran. Saking pentingnya peranan orang lain ini, ada yang mengatakan bahwa kita bisa memperbaiki diri dari dua hal: a) pengalaman pribadi (life experiencing) dan b) duplicating (mencontoh dan mempelajari orang lain). Buktikan! Selamat mencoba. </p></li></span></ol></td></tr></tbody></table>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-3927252906060347692009-10-12T21:24:00.000-07:002009-10-12T21:24:00.127-07:00“A-B-D- $ - C…!”<span style="font-weight: bold;"></span><br /><br />Si Kecil Mengalami Kesulitan Belajar?<br /><br />Kesulitan belajar berpengaruh besar pada kehidupan seseorang. Studi mengungkapkan penanganan dini dan intensif membantu meringankan masalahnya. Cermati tanda-tandanya<br />pada anak Anda agar segera tertangani.<br /><br />Setiap anak tumbuh dan berkembang berbeda-beda. Ada yang cepat menangkap informasi, ada yang lambat. Ketika stimulasi tak mampu membantu anak mengatasi kesulitan belajar atau learning difficulties/disabilities (LD), Anda perlu waspada! Sebab, di negara maju, ditemukan gangguan kesulitan belajar mengintai 5 – 15 persen anak dari jumlah populasi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Terkadang tak terdeteksi</span><br /><br />Pada awalnya, sebut saja Sendi, tak mengira masalah yang dihadapinya berkenaan dengan disleksia (salah satu gangguan dalam LD , lihat boks : . Beberapa Gangguan dalam Kesulitan Belajar). Sampai suatu saat ia disadarkan oleh teman-teman kerjanya bahwa selalu saja yang ia ungkapkan atau ekspresikan berbeda dibanding informasi (baik tertulis maupun lisan) yang seharusnya ia tangkap.<br /><br />Sejak kecil Sendi memang sering ‘tidak nyambung’ dengan pelajaran yang ia peroleh dari guru. Tetapi karena tekun dan diarahkan orang tua, ia bisa mengejar pelajaran. Sampai akhirnya Sendi pun lulus kuliah dengan nilai baik, dan bekerja di sebuah lembaga nirlaba asing dengan perkembangan karir di atas rata-rata. Meski masalah demi masalah berhasil diatasinya, tanda tanya itu tetap belum terjawab, “Apa yang salah dengan diri saya?”.<br /><br />Masalah yang dihadapi Sendi memang terbilang tidak terlalu parah. Seperti beberapa pesohor dunia sukses macam Tom Cruise, Whoopy Goldberg, Tommy Hilfiger dan beberapa CEO dunia yang sukses. Mereka mengalami masa-masa sulit dalam beberapa tonggak kehidupan mereka. Namun beruntung mereka tak lantas putus harapan. Namun demikian, tak banyak yang seberuntung mereka.<br /><br />Berdasarkan studi, sekitar 5 – 15 persen anak dari jumlah populasi Amerika Serikat menyandang LD. Kurang lebih sama seperti ditemukan di negara-negara Eropa, seperti di Inggris atau Jerman. Tak ada yang tahu persis, berapa jumlah anak-anak yang menyandang kesulitan belajar di Indonesia sampai saat ini. Diperkirakan persentasenya kurang lebih sama. Bedanya, orang tua dan sekolah di negara-negara lain (terutama negara maju), memiliki kebijakan memberikan penanganan khusus untuk mengatasi masalah kesulitan belajar. Akibatnya, tak sedikit yang tak terdeteksi dini bahkan memperoleh salah penanganan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">LD = ‘korslet’ di otak</span><br /><br />Menurut psikolog yang aktif memberi konseling di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT-UI), Indri Savitri, psi , umumnya penyandang LD mengalami ‘penyimpangan’, antara informasi yang diterima dan output (keluaran) berbeda, “Sepintas anak-anak LD sebagaimana manusia seutuhnya, tak beda dengan anak-anak lain. Tetapi saat menerima informasi dan kemudian mau melakukan tindakan (misalnya, menulis, mengucapkan atau melakukan gerakan) tiba-tiba terjadi ‘korslet’. Hasilnya, istilahnya ‘tidak nyambung’,” jelas konsultan perkumpulan orang tua anak-anak LD dari sejumlah sekolah di Jakarta.<br /><br />Dr. Dwi Putro, Sp.A (K), Mmed , di Divisi Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSUPN Ciptomangun Kusumo melihat gangguan kesulitan belajar sebagai sesuatu yang sangat luas. “Ada anak yang mengalami gangguan konsentrasi ( ADD/ADHD ) sehingga mengalami LD . Ada juga anak yang mengalami disleksia saja, misalnya, dan gejalanya tidak terlihat karena bersifat ringan,” ungkap staf pengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.<br /><br />Itu sebabnya, secara medis, pemeriksaan disleksia murni misalnya, sedikit lebih sulit dan harus dilakukan secara cermat dan hati-hati. Sementara bagi anak-anak LD dengan dasar ADHD , ada semacam standar penanganan yang berdiri sendiri. Sebab, ADHD sudah merupakan sebuah gangguan yang spesifik. Itu sebabnya, seringkali ADHD dan LD bersanding erat.<br /><br />Secara organ, dr. Dwi Putro mengungkapkan bahwa pada anak-anak LD didasari oleh ADHD, terdapat bagian spesifik di otak yang membutuhkan penanganan medis. Sementara pada otak anak-anak yang disleksia murni tidak terlacak adanya gangguan di bagian tertentu. “Itu sebabnya, penting melakukan pemeriksaan dini sehingga diperoleh klarifikasi, jenis kesulitan belajar yang disandang anak. Dengan penanganan tepat, deteksi dini dan ketekunan berlatih, gangguan anak-anak penyandang LD dapat diringankan,” jelas dr. Dwi Putro.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Serba segera</span><br /><br />Memang tak mudah mendeteksi adanya gangguan LD pada anak. Sebab, diantara para ahli juga masih terdapat perdebatan dalam hal definisi. “Yang jelas, ketika kecurigaan muncul, orang tua dapat membawa anaknya ke psikolog, psikiater atau neurolog anak,” jelas Indri.<br /><br />Di Indonesia, hubungan antar ahli bersifat saling merujuk. Artinya, ketika orang tua datang ke dokter dan menjalani pemeriksaan, biasanya dokter kemudian merujuk ke psikolog dan terapis (jika diperlukan). Kemudian psikolog akan merujuk ke ahli pendidikan atau guru. Oleh masing-masing ahli, si kecil juga menjalankan sejumlah pemeriksaan dan ini kerap membuat orang tua frustrasi.<br /><br />“Meskipun kerap membuat orang tua frustrasi, kenyataannya memang si kecil harus menjalani serangkaian tes pemeriksaan, termasuk assesment (tes pengukuran) ketika akan bersekolah di sekolah khusus,” ujar Indri.<br /><br />Ciri LD atau tanda yang harus diwaspadai orang tua dapat ditemukan pada si prasekolah (Lihat boks: Ciri-Ciri yang Harus Diwaspadai ). Namun, pada beberapa anak yang cukup ‘pandai’, LD bisa saja tak terdeteksi hingga si kecil duduk di kelas 5 atau 6.<br /><br />Pengetahuan orang tua secara umum tentang LD juga menjadi salah satu kunci agar anak memperoleh penanganan dini dan tepat. Yang dialami Maria Christy Althea (6,5 tahun) dapat dijadikan pelajaran. Pada usia 3,5 tahun, Christy dinilai ibunya, Lily Indah Sujati (41 tahun), sebagai anak yang tidak dapat mengurutkan angka dari 1 sampai 10. Lily berupaya memberikan stimulasi dengan latihan. Beranjak dari TK ke SD, kesulitan Christy mengenal abjad, angka dan membaca tak kunjung membaik. Bahkan di kelas ia kemudian dicap teman-temannya sebagai “si bodoh”, karena ia selalu tertinggal jauh dibanding teman-temannya dalam mengerjakan tugas.<br /><br />“Awalnya, saya menduga anak saya bodoh dan tidak mampu belajar. Tetapi mengapa tes IQ menunjukkan skor tinggi (Skala Wechsler= 132) dan cukup cerdas? Pada akhirnya seorang psikolog merujuk Christy ke Bimbingan Remedial Terpadu (BRT), dari situ barulah saya tahu ia menyandang LD ,” jelas Lily.<br /><br />Sejak itulah cara pandang Lily pada Christy berubah. Namun sayang Christy sudah memandang dirinya bodoh, sebagaimana cap yang dilekatkan oleh lingkungannya sehingga ia butuh terapi emosi agar rasa percaya dirinya bangkit dan konsepnya menjadi positif.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tak berdiri sendiri</span><br /><br />Ada sebuah kerumitan tersendiri ketika kita berusaha memahami gangguan kesulitan belajar. Demikian pula bagi para ahli sebagaimana diungkapkan dr. Dwi Putro di awal tulisan.<br /><br />Sebagai contoh, Muhammad Fauzan (7 tahun) yang menyandang gangguan keterampilan motorik halus (yang penting untuk menunjang kegiatan menulis dan menyandang gangguan konsentrasi). Fauzan akhirnya harus menjalani terapi sensori integrasi untuk menguatkan otot-otot tangan dan jari, disamping latihan konsentrasi karena ia ternyata juga menyandang ADHD.<br /><br />Dengan deteksi dini sejak usia batita, ia segera mendapat penanganan ahli, menjalani terapi dan masuk ke sekolah khusus Yayasan Pantara. Hasilnya, Fauzan mencapai kemajuan pesat.<br /><br />“Anak-anak yang menyadang LD , biasanya memiliki IQ sangat tinggi. Mereka cerdas di atas anak rata-rata dan berbakat. Tetapi mereka biasanya mentok dalam urusan akademik, kecuali mendapat pendekatan yang tepat seperti dilakukan oleh sekolah khusus, atau sekolah umum yang peduli dengan anak-anak LD ,” ungkap Indri.<br /><br />Di Amerika Serikat, misalnya, ada beberapa lembaga yang berupaya mengatasi masalah kesulitan belajar, seperti The National Center for Learning Disabilities. Di Indonesia, meskipun tidak besar, ada beberapa sekolah umum yang mendirikan perkumpulan orang tua dari anak-anak LD sebagaimana yang bekerja sama dengan LPT- UI selama ini.<br /><br />Menurut Indri, penyandang LD butuh bimbingan khusus dan ditempatkan di kelas dengan murid terbatas. Misalnya, 9 – 10 murid dengan 3 orang guru plus seorang psikolog seperti di sekolah Fauzan. Jangan juga terlalu mem- push , jika anak tak berhasil juga mengatasi hambatannya dalam belajar.<br /><br />“Ajaklah anak untuk berusaha bersama, misalnya, “Nak, tadi Bu guru bilang kamu harus banyak latihan menulis, yuk, kita lakukan sama-sama”. Kunci keberhasilan anak-anak LD adalah dukungan keluarga. Keluarga, terutama orang tua harus peka, memberikan penerimaan yang baik terhadap anak LD dan memilih ahli serta sekolah yang tepat. Ini menentukan konsep diri yang positif,” Indri menyarankan.<br /><br />Tentu saja ini berarti, orang tua dan dunia pendidikan harus mendefinisikan ulang istilah “sukses” bagi anak-anak LD . Sukses tak berarti berhasil dalam urusan akademis semata. Sukses justru berawal dari keberhasilan membidik dan mengarahkan bakat unik anak.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Andi Maerzyda A. D. Th.(ayahbunda)</span>Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-12527902007919726772009-10-05T05:08:00.000-07:002009-10-05T05:08:00.402-07:00Si 5 Tahun Belajar Berlalu-LintasPerkembangan fisik si 5 tahun yang semakin matang memungkinkan ia belajar dasar-dasar berlalu lintas. Apa sajakah itu dan bagaimana mengajarkannya?<br /><br />Disamping karena koordinasi gerak tubuhnya lebih baik, rentang perhatian semakin panjang, perkembangan fisik si 5 tahun pun semakin matang. Di masa ini anak biasanya lebih aktif bersosialisasi dan beraktivitas fisik dibanding masa sebelumnya. Bersepeda atau bermain otopet adalah salah satu kegemaran anak-anak usia ini. Manfaatkan kegiatan bermain si 5 tahun ini untuk belajar berlalu-lintas.<br /><br />Hindari jalan raya<br /><br />Ketika si kecil sudah mahir mengayuh, mendorong dengan kaki dan mengendalikan laju sepeda roda tiganya atau sepeda roda dua plus dua roda kecil penopangnya, atau in-line skate -nya, dapat dipastikan perkembangan fisiknya cukup matang untuk diajarkan dasar-dasar berlalu lintas. Dasar-dasar berlalu-lintas yang dapat Anda ajarkan, antara lain: mengendalikan laju sepeda, melihat ke kiri dan kanan saat hendak menyeberang, memberi tanda saat berbelok, atau memberi jalan pada teman yang akan lewat atau melewatinya.<br /><br />Namun menurut Petra Schrand , psikolog dan kontributor tetap majalah Eltern di Jerman, tidak disarankan orang tua untuk membiarkan anak bermain di jalan yang dilalui kendaraan, walau hanya sesekali dilewati. Walaupun, tentu, ada pengecualian, yaitu bila Anda yakin jalan tersebut buntu dan tak dapat dilalui kendaraan. Ini karena indera pendengaran dan penglihatan anak-anak prasekolah pada dasarnya belum berkembang sempurna. Sehingga, sulit menuntut balita bersikap waspada terhadap kendaraan yang akan lewat berdasarkan deru yang terdengar dari kejauhan.<br /><br />Demikian pula, kemampuan penglihatan si 5 tahun pun masih sangat terbatas. Ini menyebabkan ia belum dapat menangkap secara visual kendaraan yang melaju ke arahnya dari kejauhan. Selain itu, karena anak berkonsentrasi penuh pada kegiatan yang sedang dilakukannya, maka berbagai kejadian yang terjadi di sekitarnya, baru disadarinya jika jaraknya sudah sangat dekat.<br /><br />Perlu pengawasan<br /><br />Andreas Bergmeier , penasehat bidang anak dan remaja pada Badan Keamanan Berkendara kota Bonn, Jerman, berpendapat bahwa untuk dapat berlalu-lintas dengan baik, anak harus terampil berkendara terlebih dahulu. Seperti, terampil mengayuh sepeda atau otopet, juga mendorong dan melaju dengan in-line skate atau sepatu rodanya.<br /><br />Dengan membiarkan anak bermain bersama teman-temannya yang juga menggunakan sepeda, otopet atau mainan beroda lainnya, pengalaman anak semakin kaya. Biarkan anak berinteraksi dengan teman-temannya di bawah pengawasan Anda. Kegiatan bermain dengan bersepeda atau kendaraan beroda tetap menyimpan risiko tinggi bagi si kecil jika tanpa pengawasan orang dewasa. Biarkan pengalaman dan keterampilan si 5 tahun bertambah. Demikian pula kesabaran dan kemampuannya mengendalikan ego.<br /><br />Apa yang perlu diajarkan<br /><br />Ajarkan anak cara aman berbelok, memutar haluan atau menyeberang di antara teman yang naik sepeda, mobil mainan atau lainnya. Misalnya, dengan memberi tanda hendak ke kanan atau ke kiri. Demikian pula anak mesti mengurangi kecepatan saat hendak berbelok, sehingga tidak hilang keseimbangan atau terpental. Ajarkan juga anak untuk hati-hati menyeberang di antara teman-teman beserta kendaraannya.<br /><br />Selain melatih koordinasi dan kewaspadaan, si 5 tahun biasanya akan menyadari pentingnya aturan dan kepatuhan para pengendara di tempat bermain. Sejalan dengan perkembangan dan pertambahan usia anak, Anda dapat meningkatkan keterampilan dan pelajaran berlalu-lintas si kecil ini lebih lanjut.<br /><br />Andi Maerzyda A. D. Th. (ayahbunda)Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8025918935464985325.post-61466244639739521952009-09-29T04:00:00.000-07:002009-09-29T04:00:07.195-07:00Kursus Untuk AnakSumber: ibu ibu DI<br /><br />Tanya<br />Apakah anak perlu dileskan atau mengiktui kursus di waktu luangnya (di luar jam sekolah) ?<br /><br />Jawab<br />Bisa2 anak-anak kalau sudah TK bisa seabrek ya dari Senin sampai Jumat or malah Sabtu kalau diturutin ya kegiatan anak banyak banget yaa. Ada berenang, main piano/music, balet/tari or olahraga lainnya bagi anak yg cowok, trus ada lagi les bahasa inggris, kumon/sempoa.(Lu)<br /><br />lho apa nggak bosen ya ... waktu main itu kan waktu anak-anak kan? (Su)<br /><br />Dan bisa nggaknya kita juga tergantung kedisiplinan murid serta bakat sih (Ra)<br /><br />Sebetulnya tidak bisa main alat musik apapun juga tidak masalah yang lebih penting mungkin suka seni apapun seni itu. Musik itu paling gampang buat dikenalin ke anak lewat lagu, bahkan tidak perlu kaset, kita nyanyi juga jadi. Ya kalau bisa alat musik emang lebih baik sih,tapi ya gak perlu dipaksa siapa tau ternyata dia 'gak kesitu' jangan lupa anak perlu main! (Nop)<br /><br />Umur yang efektif adalah mulai 5 tahun. Kalau udah 7 tahun, sudah agak telat (tapi better late than never). Yang terpenting, adalah bahwa si anak harus dimotivasi untuk menyukai musik dengan pengenalan, dengan cara bermain, fun, dan mendorong motivasi/minat anak terhadap musik. Banyak anak yang dilatih musik dengan salah, sehingga menimbulkan trauma atau keengganan anak untuk berlatih, karena merasa tidak fun, dan merasa dipaksakan. Kalau pun ortunya memaksakan, memang si anak bisa juga, tapi prosesnya lama bisanya, dan keahlian musiknya & jumlah lagu yang bisa dimainkan tentunya terbatas (tidak optimal).Tentunya akan buang waktu, tenaga, dan uang Dan kalau anaknya udah besar dan tidak les lagi, keahliannya akan hilang (meskipun tidak total), karena mainnya akan banyak salah, bahkan banyak lupa teknik-tekniknya. (karena pasti akan jarang latihan; motivasinya kurang). Dengan adanya minat pada anak, maka dengan sendirinya anak tsb akan mau rajin latihan. Sehingga lebih efektif, hasil otimal, dan cepet naik tingkat. Soal bakat memang nomor 2, yang penting minat & latihan. Tapi, kalau memang bakat musik kurang, paling-paling hanya bisa kualitasnya untuk hobby pribadi dan performancenya bagus (tapi tidak bisa excellent, pentas/professional punya quality). (Rekan salahsatu IBU, yg isterinya /- 11 th mengajar piano)<br /><br />Kalau dari aku :<br />1. Jelas dari minat atau keinginan si anak. Kalau bakat, belum tentu pada usia preschool/tk udah kelihatan ya....<br />2. Dari kantongnya ortu juga, cukup tidak gajinya untuk ngelesin anak<br />3. Jangan cuman ikut2 anak tetangga atau teman sekolah, trus kitanya memaksa anak kita untuk ikut les tsb. [malah ntar jadi berantem deh sama anaknya... :)]<br />4. Waktu : apakah kita punya cukup waktu untuk memperhatikan perkembangan setiap les yg anak kita ikutin? Jgn cuman dilesin, tapi<br />dicuekin, tida dilihat hasilnya. (Ni)<br /><br />Keinginan ortu supaya anaknya bisa bermain piano (atau instrument yg lain) kalau anaknya tidak ada bakat atau tidak ada kemauan susah juga lho...jadi nya malah buang-buang uang gitu...pengalaman nih, dulu aku dan adikku masuk bareng, tapi dia itu paling males latihan danketinggalan jauh sama aku, sampe akhirnya kita bayar terus dia juga absen terus, akhirnya ya berhenti, soalnya dia bilang biar dipaksaain kayak apa juga minatnya dibidang music enggak ada, dia lebih suka les bahasa dll. sedangkan aku dari kecil udah suka sama seni, ikutan sanggar tari,les musik, di sekolah juga ikutan marching band dsb. (Kel)<br /><br />Kecintaan sama musik perlu dilatih dan dikondisikan. Pengenalan musik bisa dimulai sejak masih dalam kandungan. Kesukaan akan jenis musik tertentu akan terbentuk karena kebiasaan dan lingkungan. Kalau tiap hari dipasangin musik jazz, kalo tiap hari pasang dangdut ya dia bisa jadi sukanya dangdut. :)<br /><br />Kenapa musik klasik ?<br />Engga juga lah, engga musti. Menurut aku sih, semua jenis musik bagus aja, even dangdut. Yang bagus sih, anak2 sebaiknya dikenalin sebanyak mungkin warna musik.<br /><br />Apa harus belajar main musik ?<br />Sebenernya engga juga. Musik bagian dari art yang mengembangkan otak sebelah ( kanan/kiri ya? ). Sistem pendidikan di sekolah sekarang ini menurut aku kurang banget mengasah kreatifitas, dan jadinya perkembangan otaknya jadi nggak balance. Jadi selain musik, bisa aja<br />anak2 belajar nari, lukis etc. Cumaaa, seneng kan kalo bisa main musik, really bisa ngilangin bete. (Li)<br /><br /><br />Macam Macam Kursus untuk si Kecil<br /><br />Untuk anak perempuan<br />- menari<br />- balet<br /><br />Untuk anak laki<br />- taekwondo, karate<br /><br />Laki/perempuan<br />- musik : piano, organ, vokal<br />- olah raga : berenang, tennis, sepakbola, basket, baseball, bulutangkis<br />(utk yg udah SD)<br />- aritmetika<br />- bahasa inggris<br />- bahasa pilihan contoh: mandarin<br />- kumon<br />- pelajaran<br />- sanggar menggambar atau melukis<br />- komputer<br /><br />"Kalau menurutku malah anak perempuan yang harus diajari seni bela diri. Belajar bela diri dari kecil buat anak perempuan bagus sekali. Selain bekal untuk mempertahankan diri dari serangan orang lain, juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan rasa percaya diri dan berani untuk menghadapi tantangan. "<br /><br />"Kalau anak laki tidak terlalu dikuatirkan, sebab mereka nantinya akan belajar dari lingkungannya. Tapi kalau anak laki2 kita terlalu kita lindungi bisa jadi malah nantinya juga jadi lembek."Dyah Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00296308191076837958noreply@blogger.com0