INISIATIF Lalu KREATIF

Untuk menjadi kreatif anak perlu bekal. Bagaimana memperoleh bekal itu?

Kita semua tentu sepakat bahwa setiap anak terlahir dengan keunikan masing-masing. Tapi apakah kita juga tahu kalau di balik keunikan tadi, semua anak pada dasarnya memiliki bibit kreatif yang sama. Coba saja amati, adakah anak balita yang tidak melakukan eksplorasi dan tidak pernah coba-coba? Adakah anak prasekolah yang tidak punya ide "gila" atau melakukan sesuatu dari hasil olah pikirnya sendiri? Jawabannya pasti semua balita suka bereksperimen dan senang dengan ide-ide "gila". Dengan kata lain, semua anak punya modal untuk menjadi individu kreatif. Tergantung bagaimana orangtua mengasuh, membimbing, dan me-rangsang kreativitasnya.

Menurut psikolog Mayke Tedjasaputra, M.Si, di usia ini anak memang sedang dalam masa inisiatif. Jadi, jangan heran kalau ada saja yang dilakukan si prasekolah yang sering kali benar-benar tak terpikirkan oleh kita. Misalnya, "Motor jadi lebih keren kalau punya roda empat." Pemikiran-pemikiran brilian seperti ini, bila dipupuk dengan baik sangat mungkin akan mengantar si prasekolah tumbuh menjadi anak kreatif. Jadi, istilah paling tepat untuk masa ini adalah usia penuh inisiatif yang kelak membuahkan kreativitas. "Kreatif memung-kinkan anak mampu mencipta-kan sesuatu yang orisinal. Sedangkan inisiatif merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu atas kehendak sendiri," tambah Mayke.

KADAR BERBEDA-BEDA

Anak yang bakal tumbuh penuh inisiatif adalah anak yang kemandiriannya oke, kemampuan motorik halus dan kasarnya tak bermasalah, pemberani, selalu ingin tahu dengan mencoba-coba, dan senantiasa mendapat masukan dari apa yang dialami maupun yang diceritakan orang lain. Beruntunglah anak yang diberi kesempatan untuk bereksplorasi, mencoba ini dan itu oleh orangtuanya, tidak banyak dilarang, tidak melulu dilayani dan dibantu dalam segala hal. Orangtua seperti inilah yang mampu menjadikan anak kaya akan inisiatif.

Menurut psikolog dari LPT UI ini, anak yang punya inisiatif bisa dikelompokkan ke dalam kategori anak-anak cerdas. Soalnya, tanpa didukung kecerdasan, mana mungkin seorang individu punya inisiatif untuk melakukan sesuatu. Yang ada, dia hanya menunggu dan menunggu untuk "disuapi" orangtua atau orang dewasa lainnya. Bila tidak, ia akan bersikap pasif saja.

Sangat berbeda dengan anak yang punya inisiatif. Begitu melihat sesuatu dia langsung punya ide untuk melakukan ini-itu. Contohnya, begitu melihat lem, langsung terpikir, "Aku mau tempel-tempel gambar dinosaurus di pintu ah. Supaya pintu kamarku bagus." Yang perlu dipahami orangtua, inisiatif si prasekolah bisa dalam bentuk apa saja. Tidak jarang cetusan inisiatifnya membuat orangtua tercengang. Mungkin saja apa yang diperbuatnya sama sekali tidak pernah terpikirkan orangtua. Contohnya, "Yah, lihat topi baruku," katanya riang memamerkan celana pendek yang dikenakan di kepala.

CIRI-CIRI PENUH INISIATIF

Sebetulnya tidak terlalu sulit kok mengenali tanda-tanda si prasekolah penuh inisiatif. Orangtua bisa mengamatinya dari sejauh mana anak usia ini selalu bisa mencari berbagai kegiatan untuk mengisi waktu luangnya. Bisa dibilang, ia sudah mampu membuat rencana kegiatan ke depan dan keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru. Tak heran kalau anak yang memiliki inisiatif biasanya banyak bertanya guna memenuhi keingintahuannya.

Sebagai catatan, bukan berarti anak yang tidak banyak bertanya atau hanya mengamati tidak punya inisiatif, lo. Boleh jadi ia tergolong anak tipe visual. Suatu saat bisa saja orangtua akan terkaget-kaget sendiri, "Lo anakku ternyata bisa melakukan hal itu."

Karenanya, sekalipun anak tidak banyak bertanya, orangtua tetap harus rajin memberikan beragam masukan. Di antaranya dengan tidak pernah bosan melakukan dialog ataupun menjelaskan segala sesuatu kepada anak. Contohnya, "Yang seperti gambar ini namanya pesawat penumpang. Sedangkan gambar yang itu adalah pesawat jet. Biarpun ukurannya lebih kecil, tapi bisa terbang cepat." Bisa pula tambahkan, "Yuk, kita bikin pesawat-pesawatan dari kertas." Dengan begini, lama-kelamaan, anak-anak yang belum muncul inisiatifnya pun akan berubah.

Jika anak menunjukkan inisiatifnya, fasilitasi semampu kita dan tambahkan dengan pengalaman-pengalaman seru yang memancing kreativitas. Misalnya, membuat mobil dari bungkus korek api. Yang terpenting di sini, adalah cara mengajaknya. Bukan dengan nada menyuruh atau mendikte yang akhirnya membatasi kreativitas. Ketimbang menggunakan kalimat, "Kita bikin mobil-mobilan dari bungkus korek ini yuk," lebih baik, "Bungkus korek ini bagusnya kita bikin apa ya." Nah, dari hasil pemikiran inilah akan lahir kreativitas anak.

Inisiatif yang dipupuk menjadi kreativitas juga menumbuhkan rasa percaya diri dan ketangguhan yang luar biasa pada anak. Individu seperti inilah yang berpeluang besar untuk meraih kesuksesan di masa depan. Bayangkan jika anak lemah inisiatifnya, ia akan tumbuh dengan kemauan yang kurang, tak punya motivasi kuat, gampang menyerah dan lebih senang "jalan di tempat", pasif atau semaunya sendiri. Anda tak mau punya anak seperti itu, kan?

Gazali Solahuddin. Foto: Ferdi/NAKITA

"AYAH, AKU KAN LAKU-LAKI YA?"

Itulah yang kerap ditanyakan si prasekolah.

Kalau dia perempuan, pertayaannya pun akan serupa.

Jangan ditanya sebeberapa luas daya jelajah anak 3-5 tahun. Salah satu kegemarannya adalah menjelajahi tubuh sendiri. Ia akan membanding-bandingkannya dengan tubuh ayah-ibu dan kakak-adiknya. Tak hanya membanding-bandingkan, si prasekolah pun terdorong "mengutak-atik" tubuhnya karena dorongan ingin tahu siapa dirinya. Nah, kalau yang diutak-utik daerah kelamin, biasanya Anda langsung bereaksi keras, bukan?

Anak pun sangat ingin mengamati "organ privat" ayah-bundanya. Anda mungkin akan jengah ketika dia nyeletuk, "Katanya aku perempuan sama kayak bunda. Tapi kenapa aku enggak punya tetek?" Atau, "Lo, titit bunda mana?", "Ih...punya ayah kok keras. Yah, tititku kok kecil?"

Tak perlu hilang akal saat melihat perilaku atau mendengar ucapan-ucapan yang terkesan tak senonoh itu. "Oke-oke saja karena memang inilah masanya anak sangat ingin mengetahui siapa dirinya," kata Program Instructor KidzGrow, Nila Rosana, S.Psi.

Pencarian "siapakah aku?" didasari keingintahuan anak untuk mencari kepastian dan kejelasan. "Apa iya aku ini laki-laki", "Benar enggak, sih, aku ini perempuan?" yang kemudian juga mengarah pada area genitalnya. Laki-laki tertarik pada penisnya, perempuan tertarik pada vaginanya. Anak perempuan pun akan mempertanyakan bentuk kelamin laki-laki, dan anak laki-laki ingin tahu mengapa bentuk kelamin perempuan tidak memiliki "belalai".

RESPONS BIJAK

Jawablah dengan penjelasan ilmiah jika anak-anak bertanya seputar kelamin. Begitu pula jika Anda melihat ia menjelajahi dirinya sampai ke area itu. Reaksi kaget, marah, panik, dan melarang keras hanya membuat anak penasaran dan bingung. "Kenapa sih Mama-Papa marah? Memangnya ada apa sih dengan tititku" Lain waktu, kebingungan itu ingin ia tuntaskan sendiri. Ia akan melakukannya lagi untuk mencari tahu ada apa dengan kelaminku. Bahkan bila fase ingin tahu ini tidak terlewati dengan mulus, pertanyaan itu akan terus berkecamuk hingga anak memasuki masa puber.

Nah, guna meminimalkan dampak tak menguntungkan ini, orangtua hendaknya memberi penjelasan yang mudah ditangkap anak mengenai pertanyaan seputar dirinya. Pada si Buyung, contohnya, "Iya, Ayah dan kamu sama-sama laki-laki. Alat kelamin kita namanya penis. Bentuknya panjang. Kalau bangun pagi dan mau pipis, penis jadi keras. Tuh buktinya, penis kamu sekarang keras. Kamu mau pipis ya? Yuk, kita ke kamar mandi dulu."

Sedangkan pada si Upik, jelaskan pula kalau alat kelaminnya berbeda dari milik ayah ataupun adik/kakak laki-laki. Misalnya, "Kalau pipis sebaiknya jongkok atau duduk di kloset ya. Bukan berdiri karena pipismu enggak bisa memancar. Kamu dan bunda sama jenis kelaminnya, yaitu perempuan. Nama alat kelamin peremuan disebut vagina. Kalau Ayah dan Bunda melarang kamu pegang-pegang vagina itu karena kami khawatir kukumu panjang dan tanganmu kotor yang bisa menyebabkan vaginamu luka dan infeksi kena kuku dan kotoran."

Bukan tidak mungkin sebagian anak tidak puas dengan penjelasan seperti itu. Menghadapinya, hendaknya orangtua jangan berputus asa. Tetap jelaskan dan jawablah sesuai yang ditanyakannya. Jangan malas pula untuk senantiasa meng-up date diri dengan banyak membaca buku dan sumber pengetahuan lainnya.

NAIK LEVEL

Eksplorasi anak terhadap dirinya sendiri tak sekadar memerhatikan, membanding-bandingkan dan memainkan alat kelaminnya. Bagian tubuh lainnya pun tak luput dari perhatiannya. Di usia ini tak lelah-lelahnya anak mulai mengamati wajah, rambut, kaki, dada, bahkan bentuk telinganya. Semua ini dilakukan anak lantaran ingin mendapat jawaban atas pertanyaan "Siapakah aku?" Jangan heran kalau si prasekolah jadi rajin berlama-lama di depan cermin.

Ia pun akan mempertanyakan apa yang didapatnya dari bangku "sekolah" dengan apa yang dilihatnya sehari-hari. Contohnya, "Kata bu guru, laki-laki itu rambutnya pendek. Nah, Ayah kok rambutnya panjang? Padahal Ayah, kan, laki-laki?" Atau, "Bu guru bilang perempuan pake anting-anting di telinganya. Jadi, om depan rumah itu laki-laki atau perempuan sih, Ma? Kok dia pake anting-anting?" Menurut Nila, hal-hal tersebut wajar dipertanyakan anak usia prasekolah, mengingat nalarnya sudah semakin baik. Si prasekolah juga sudah tumbuh menjadi pengamat ulung dan penanya yang kritis.

Lalu mengapa pertanyaan seperti ini muncul? Tak lain karena pakem informasi yang digunakan orang dewasa saat menerangkan soal gender sering kali tidak seiring dengan kenyataan. Mestinya orangtua jangan menutup diri kalau dari dulu tidak sedikit pria yang berambut panjang, bahkan mengenakan anting-anting sesuai adat kebiasaannya. Namun, tentu saja informasi tersebut tidak bisa disalahkan karena informasi seperti itulah yang paling sederhana untuk disampaikan kepada anak.

Jadi tak perlu kelabakan ketika anak mengajukan pertanyaan seputar identitas yang mengarah pada gender. Orangtua semestinya justru bersyukur karena ini merupakan penanda bahwa anak sudah siap menerima informasi yang lebih tinggi levelnya. Anak akan berhenti sendiri, kok, begitu ia terpuaskan rasa ingin tahunya. (tabloid-nakita)

0 komentar: