Tampilkan postingan dengan label Kemampuan Berpikir anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemampuan Berpikir anak. Tampilkan semua postingan

Ide Kreatif Merangsang Kecerdasan Anak

Kepintaran seorang bisa dibilang sebuah anugerah yang diberikan kepada anak tersebut. Tapi ternyata faktor yang mempengaruhi kepintaran seorang anak juga ditentukan oleh lingkungannya.

Ada banyak hal yang bisa membuat anak menjadi lebih pintar, tentunya selain dengan belajar di sekolah. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membuat anak menjadi lebih pintar, seperti dikutip dari MSNNews, :

1. Bermain permainan yang berpikir
Catur, teka-teki silang dan sudoku selain menyenangkan juga mendukung strategi berpikir anak-anak, bagaimana cara menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan yang kompleks.

2. Bermain musik
Bermain musik selain menyenangkan juga bisa merangsang pertumbuhan otak kanan. Menurut sebuah studi di Universitas Toronto, diadakannya pelajaran musik bisa memberikan keuntungan dalam meningkatkan IQ anak dan performa akademisnya. Semakin lama waktu yang digunakan untuk bermain musik maka efek yang dihasilkan juga semakin besar.

3. Pemberian ASI
ASI merupakan makanan otak yang paling dasar. Peneliti secara konsisten terus menunjukkan berbagai macam keuntungan ASI yang behubungan dengan pertumbuhan bayi. Anak yang mengkonsumsi ASI eksklusif akan memiliki tingkat kepintaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang mengkonsumsi ASI hanya beberapa bulan saja.

4. Membiasakan berolahraga
Para peneliti di Universitas Illinois menunjukkan hubungan yang kuat antara kebugaran dan prestasi akademik di antara anak-anak sekolah dasar. Semakin bugar badan sang anak maka kemampuan dalam menerima pelajaran juga meningkat. Sebaiknya mendorong anak untuk terlibat dalam aktivitas fisik atau organisasi olahraga tertentu sesuai dengan minat anak.

5. Menyingkirkan makanan siap saji
Mengurangi asupan gula, lemak trans dari makanan siap saji dan menggantinya dengan makanan bergizi tinggi yang baik untuk perkembangan mental anak usia dini serta berfungsi dalam perkembangan motorik anak pada usia 1-2 tahun pertama. Contohnya anak-anak memerlukan zat besi untuk perkembangan jaringan otak yang sehat, anak yang kekurangan zat besi akan lambat dalam menerima rangsangan.

6. Mengembangkan rasa ingin tahu
Para ahli mengatakan orang tua yang menunjukkan rasa ingin tahunya pada anak akan mendorong anak untuk mencari ide-ide baru, sehingga merangsang anak untuk berpikir. Mengajari anak keterampilan baru serta pendidikan di luar rumah juga bisa mengembangkan rasa ingin tahu anak dan intelektualnya.

7. Budayakan membaca
Membaca adalah cara yang paling mudah untuk meningkatkan pembelajaran dan perkembangan kognitif anak-anak dari segala usia. Cara ini bisa dimulai dengan sering membacakan anak dongeng sebelum tidur dan sering-seringlah memberikan anak hadiah buku yang bisa menarik perhatiannya.

8. Mengajarkan kepercayaan diri
Orang tua sebaiknya meningkatkan semangat dan optimisme anak-anak. Berpartisipasi dalam tim olahraga atau kegiatan sosial akan membantu meningkatkan kepercayaan diri sang anak diantara teman-temannya.

9. Memberikan sarapan yang sehat
Para peneliti meyakinkan bahwa mengonsumsi sarapan yang sehat akan meningkatkan memori dan konsentrasi anak dalam belajar. Anak-anak yang tidak dibiasakan sarapan cenderung lebih mudah marah dan kurang konsentrasi pada waktu belajar, sementara anak yang sarapan akan tetap fokus dan bergerak selama jam sekolah.ver/det

Mengasah Perkembangan Berpikir Si Balita

Agar si kecil bisa belajar bernalar sedini mungkin, rancanglah berbagai kegiatan baginya. Perhatikan dengan cermat tahapan perkembangan kognitifnya.

Apakah Anda seperti Jenny yang selalu kesal jika Adri, putranya, membuka-buka isi tas tangannya dan mengeluarkan semua benda di dalamnya?

Tapi, tunggu dulu. Tidakkah Anda ingin tahu mengapa si kecil melakukan itu? Jangan remehkan anak, meski masih kecil, pikirannya berproses.

Upaya si kecil mengasah kemampuan kognitifnya, bisa jadi, membuat Anda kesal karena rumah jadi berantakan atau Anda cemas karena ia mengutak-utik benda berbahaya. Tapi, tak perlu buru-buru melarang si kecil. Apa yang dilakukannya itu mengasah pikirannya, menjadikannya lebih pintar.

Belajar berpikir bersama orang sekitar

Begitu lahir anak melakukan interaksi dengan lingkungannya. Ketika ia menangis, ibu menghampiri untuk melihat apakah popoknya basah, dan kemudian menggantinya. Dari interaksi ini anak mulai paham bahwa ia dapat melakukan sesuatu untuk memperoleh yang diinginkannya.

Meski periode pacu tumbuh otak ( brain growth spurt ) anak dimulai sejak berusia 3 bulan dalam rahim ibu namun, setelah lahir, aktivitas berpikir ini merupakan proses sosial. Jadi anak belajar berpikir bersama orang-orang di sekitarnya.

Kemampuan kognitif adalah proses kegiatan akal budi untuk mengetahui sesuatu. Proses berpikir anak terjadi ketika ia gembira, ketika mengenali wajah ibu atau ayahnya, atau ketika ia bisa menuangkan apa yang dilihatnya dalam dunia nyata ke dalam gambar.
Yang jelas, dengan memahami cara manusia bernalar, Anda juga dapat merancang kegiatan apa yang sesuai bagi si kecil sesuai usianya ( Lihat boks: Tahap Perkembangan Logika Balita ).

Daya nalar berkembang

Pernahkah Anda melihat si satu tahun asyik meneliti mainan yang dipegangnya? Selama berapa lama ia seperti tak bisa lepas dari benda itu. Memang, sebuah proses berpikir tengah terjadi di benaknya.

Jean Piaget , [J1] pakar psikologi perkembangan dari Swiss, mengungkap bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai berikut.

• Usia 0 – 4 bulan

Bayi memiliki gerak refleks. Dengan bertambahnya usianya dan perkembangan keterampilan fisik dan emosi-sosialnya, refleks perlahan digantikan gerak yang merupakan hasil dari proses berpikir anak. Gerakan ini semakin kompleks dari hari ke hari. Si kecil tahu ia melakukan sesuatu untuk tujuan tertentu. Ketika Anda memberikan puting susu, misalnya, ia membuka mulutnya sesuai ukuran puting.

• Usia 4 – 8 bulan

Bayi mulai memahami “sebab-akibat”. Ia, misalnya, akan tertawa-tawa senang ketika Anda menggodanya.

• Usia 8 – 12 bulan

Bayi mulai suka membuang-buang mainannya karena tahu Anda akan segera mengambilkannya. Ia sedang mengeksplorasi lingkungannya untuk mengetahui bagaimana benda yang dibuangnya bisa kembali kepadanya. Jika tak membahayakan, tak perlu melarang segala tingkahnya.

• Mulai usia 12 bulan

Sejak ulang tahunnya yang pertama, ia mulai bisa mengenali sebuah benda meski benda itu tak lagi ada di hadapannya.. Ia juga mulai mengenali benda yang tidak kongkret. Pada akhir tahap sensor motorik ini, keterampilan berbahasa si kecil mulai tampak. Ia bisa melakukan komunikasi. Dengan mengajaknya bercakap dan mengeksplorasi keterampilan bahasanya, anak semakin terampil menerima, menyimpan dan mengolah informasi yang diterimanya. Keterampilan ini merupakan aspek penting dalam berlogika
Rasa ingin tahu yang besar

Mulai umur dua tahun, perkembangan keterampilan motoriknya mendorong daya nalarnya berkembang lebih pesat lagi. Rasa ingin tahu akan dunia sekelilingnya meningkat. Dan, ia berusaha keras memenuhi keingintahuannya. Rangsang apa yang bisa Anda berikan?

* Beri anak rumah imajiner, yang terbuat dari dua kursi yang ditutupi

selimut. Ia bisa berjam-jam menghabiskan waktu untuk bermain dalam ‘rumah’nya itu.

* Mintalah kakak mengajak adik bermain boneka tangan bersama. Selain melatih imajinasi, keterampilan bahasa si kecil pun berkembang. Permainan pura-pura seperti ini membantu si kecil menarik benang merah antara dirinya dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Di kemudian hari permainan ini membantu anak berani berpikir dengan perspektif berbeda.
Lewat pengalaman sehari-hari

Dunia sekitar masih menjadi objek eksplorasi yang sangat kaya bagi anak. Apa yang bisa Anda lakukan bersamanya?

* Tumbuhan, batu, binatang, angin atau udara bisa menjadi materi belajar yang mengasyikkan baginya. Ajaklah si kecil ke kebun di depan. Tunjukkan padanya bagaimana tumbuhan bertumbuh, terus berkembang hingga akhirnya berbunga dan berbuah. Mengenal proses hidup tumbuhan merangsang daya nalar anak akan siklus kehidupan dan membuatnya menghargai kehidupannya sendiri.

* Anak juga bisa belajar dari air. Ia dapat mengambil air dengan gelas lalu menuangnya ke gelas lain. Melalui kegiatan ini ia bisa paham bahwa bentuk air akan berubah bila diletakkan di sebuah bentuk yang berbeda. Ajaklah ia berdiskusi tentang hal itu.

* Bermusik juga bisa mengasah daya nalar anak. Lihat bagaimana ia menggerakkan tangan dan kakinya mengikuti irama. Dari sini dapat kita lihat bahwa pesan yang disampaikan telinganya diolah oleh pikirannya untuk kemudian menentukan gerakan mana yang sesuai dengan musik yang sedang terdengar. Ini adalah sebuah proses bernalar yang rumit.

* Kenalkan si kecil pada konsep matematika melalui berhitung. Ia senang bila berhasil membuat kategori. Ajaklah anak membuat pola, misalnya mengelompokkan piring dengan piring, gelas dengan gelas, atau membuat pengelompokan berdasarkan warna.

* D i usia lima tahun, ia bisa menggunakan bahasa bilangan, seperti mengenal konsep angka dengan menghitung jumlah barang yang ada di depannya. Ajaklah si kecil bermain tebakan dengan menggunakan konsep bilangan yang mulai dikuasainya itu. Ajaklah ia menyusun potongan-potongan puzzle menjadi sebuah bentuk sederhana. Kegiatan yang mengasah keterampilan kognitif ini memberinya rasa percaya diri jika ia berhasil menyelesaikannya.

Melihat begitu pesatnya perkembangan berpikir si kecil, Anda patut berbangga. Kebahagiaan Anda menemani si kecil menjalani masa emas periode tumbuh kembangnya mengantar si kecil bak ulat yang menjadi kupu-kupu untuk terbang ke angkasa!

Eleonora Bergita

Kenal Konsep Waktu



Konsep waktu bisa Anda perkenalkan sembari menerapkan disiplin. .

Danang sedang asyik main dengan teman-temannya. “Mainnya 5 menit lagi ya Nang, setelah itu mandi,” ujar Mira. “Iya, Ma,” jawab jagoan cilik berumur 5 tahun itu. Memangnya Danang sudah kenal konsep waktu?

Mulai dibiasakan

Walaupun belum terlalu memahami konsep waktu (sebuah konsep yang abstrak), namun dalam menerapkan disiplin, anak dapat diajarkan untuk menegosiasikan waktu. Si 5 tahun bisa mulai dibiasakan memakai pola waktu ketika melakukan berbagai kegiatan.

Misalnya mengatakan, “Nanti kita makan makan siang jam satu. Setelah itu istirahat dan pergi ke dokter jam empat sore.“ Tentu saja Anda dapat menggunakan alat bantu berupa jam yang besar dengan jarum panjang dan jarum pendek untuk mempermudah si kecil memahaminya.

Ketertarikan anak terhadap waktu yang cukup besar di usia ini mempermudah Anda mengenalkan konsep waktu Misalnya jika si kecil berkali-kali bertanya berapa lama lagi ayahnya sampai ke rumah; Anda dapat menjelaskannya dengan menunjukkan bahwa waktu tempuh dari kantor ke rumah kira-kira setengah jam. Itu berarti si kecil harus menunggu hingga jarum panjang bergerak dari angka 12 ke angka 6.

Atau Anda dapat menunjukkan waktu kapan ia boleh mulai nonton televisi dan kapan ia sudahi aktivitas menontonnya. Misalnya mengatakan ia dapat mulai menonton ketika jarum pendek menunjuk angka 4 dan berhenti menonton ketika jarum pendek menunjuk angka 5.

Memang si kecil tidak langsung mengerti penjelasan-penjelasan ini. Anak butuh waktu sekitar 1-2 tahun lagi untuk benar-benar memahami maknanya. Namun, dengan pembiasaan ini, si 5 tahun dapat memperkirakan dan membiasakan diri dengan penjelasan Anda mengenai waktu.

Alat negosiasi

Seiring berjalannya waktu, pemahaman si kecil terhadap konsep waktu kian baik. Waktu pun dapat digunakan sebagai alat negosiasi Anda ketika menerapkan disiplin padanya.

Misalnya ketika si kecil enggan beranjak dari depan televisi, Anda dapat menegosiasikannya dengan memperbolehkan ia tetap menonton televisi 10 menit lagi. Tentu saja Anda harus menunjukkan seperti apa 10 menit yang Anda maksud dengan menunjukkan pergeseran jarum panjang dan di mana jarum panjang berhenti yang merupakan saat si kecil harus menghentikan kegiatannya.

Walau negosiasi kadang-kadang berjalan alot dan si kecil kerap menawar waktu yang Anda tetapkan, namun cara mendisiplin seperti ini biasanya berhasil karena anak merasa keinginan terakomodasi dengan membiarkannya melakukan apa yang disenangi dalam batas waktu tertentu.

Keinginan Anda agar si 5 tahun melakukan apa yang Anda minta pun dapat terlaksana. Intinya, Anda dan si kecil sama-sama senang dengan pengaturan waktu ini.

Esthi Nimita Lubis

Sampai dimana kemampuan anak ?

Anak usia prasekolah memiliki kemampuan perkembangan yang lebih baik dari usia sebelumnya. Rangsang berbagai keterampilan yang dimilikinya agar kelak ia tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, mandiri dan bijak. Berikut sejumlah aspek perkembangan anak usia 3-5 tahun.

KETERAMPILAN MOTORIK

Dalam teori perkembangan anak, keterampilan motorik berkoordinasi dengan otak. Jadi, amat memengaruhi kemampuan kognitif (berpikir). Contoh, bila mereka terampil menggambar, menggunting atau menempel, maka gerakan-gerakan halus ini kelak akan membantu anak lebih mudah belajar menulis. Anak-anak SD yang sangat kaku memegang pensil dan tulisannya tak beraturan, bisa jadi akibat kemampuan motorik halusnya tak dilatih dengan baik sewaktu kecil.

Di usia prasekolah, gerakan tangan anak (handstroke) sudah pada taraf membuat pola (pattern making). Ini tingkat paling sulit karena anak harus membuat bangun/bentuk sendiri. Jadi, betul-betul dituntut hanya mengandalkan imajinasinya. Misal, menggambar bebas, mencipta mobil balap dari lego atau membangun rumah dari balok-balok aneka warna.

Di sini anak dihadapkan pada pilihan kompleks semisal penggunaan warna dan bidang-bidang geometris. Kemudian, anak diharapkan bisa mengomunikasikan hasil ciptaannya. Misal, "Ini rumahku. Ini tempat aku bobo. Ini tempat tidur Kakak. Di sebelah sini kamar Ayah dan Ibu. Kalau ini, garasi." Meski awalnya mungkin belum berstruktur atau terpola rapi, minimal anak sudah mencoba kemampuan bahasanya dengan mengomunikasikan hasil imajinasinya pada orang lain.

Dengan demikian, dalam patern making, anak bukan hanya dilatih keterampilan motorik halusnya, melainkan juga struktur kognitif dan perkembangan bahasanya. Saat ia membangun rumah dari balok-balok aneka warna, misal, struktur kognitifnya bisa dilihat dari caranya memadukan warna, menyesuaikan bentuk antara kanan dan kiri, dan lainnya. Di sini ia belajar melihat segala sesuatu secara berstruktur, bahkan apa pun yang kelihatannya abstrak.

Sedangkan pada keterampilan motorik kasar, anak usia prasekolah sudah mampu menggerakkan seluruh anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan-gerakan seperti berlari, memanjat, naik-turun tangga, melempar bola, bahkan melakukan dua gerakan sekaligus seperti melompat sambil melempar bola.
KETERAMPILAN KREATIVITAS

Kreativitas imajiner (orang, benda, atau binatang yang diciptakan anak dalam khayalannya) dan animasi (kecenderungan mengganggap benda mati sebagai benda hidup) yang merupakan kreativitas awal di masa batita sudah mulai ditinggalkan. Sebagai gantinya, anak prasekolah cenderung melakukan dusta putih (white lie) atau membual. Tujuannya bukan untuk menipu orang lain, tapi karena ia merasa yakin hal itu benar. Ia ingin bualannya didengar. Perlu diketahui, pada masa prasekolah, anak sudah mulai menunjukkan ego dan otoritasnya. Misal, ia melihat seekor naga hitam melintas di depan rumah. Anak ini merasa yakin dan ingin orang lain juga turut meyakininya.

Kelak, sejalan dengan pertambahan usianya dimana anak mulai membedakan antara khayalan dan kenyataan, kebiasaan membual mulai hilang. Sebaliknya, orang dewasa juga jangan membiarkan anak untuk terus-terusan membual berlebihan. Sebab, bila hal ini dibiarkan, membual dan melebih-lebihkan yang dilakukan dengan tujuan mengesankan orang lain, malah berbuah menjadi kebohongan yang mungkin menjadi kebiasaan.
KETERAMPILAN BAHASA

Pada usia 4 tahun, anak mulai dapat merangkai kata lebih banyak lagi. Di usia ini ada sekitar 1.000 sampai 1.500 kata yang sudah dapat diucapkannya. Seiring dengan pertumbuhannya, kata yang dimilikinya akan terus bertambah.

Salah satu bentuk kalimat umum yang paling sering digunakan anak-anak adalah kalimat bertanya. Ini sejalan dengan tahapan perkembangan kognitifnya yang selalu ingin tahu tentang segala hal. Itu sebabnya, mereka cenderung "ceriwis" karena banyak bertanya dan koleksi kata-katanya pun semakin banyak. Kadang kata-kata yang diucapkannya masih terdengar lucu. Hingga banyak orang tua sangat suka mendengar perkataan-perkataan mereka.

Topik pembicaraan yang mereka lakukan, umumnya berpusat pada dirinya. Mereka terutama berbicara tentang dirinya sendiri, pengalamannya bergaul dengan teman sebaya dan hubungan mereka dengan anggota keluarga yang lain. Kadang-kadang, omongan si prasekolah sering meniru gaya bahasa orang dewasa. Namun dalam bentuk yang belum sempurna seperti mengomentari sesuatu hal atau masalah rutin sehari-hari.

Beberapa anak prasekolah sudah mengenal beberapa kosakata asing di luar bahasa ibunya. Ini karena sejumlah lembaga pendidikan prasekolah mengenalkan pengajaran dalam bentuk bilingual (dwibahasa). Bila hal ini menjadi pilihan orang tua bersama anak, perangsangan sebaiknya terus dilakukan sampai tiba waktunya atau si anak siap untuk belajar secara formal, mengingat bahasa Inggris di sekolah dasar, umumnya baru diajarkan di kelas 3 atau 4.

Bila tidak, bisa saja setelah anak "lulus" TK dan bahasa Inggrisnya tak dirangsang lagi, ia lalu jadi lupa. Kendati demikian, saat si anak mulai belajar lagi secara formal, ingatannya akan kembali muncul meski hanya untuk yang berkesan saja. Paling tidak, pelafalannya sudah terbentuk dengan baik. Ini jelas akan sangat membantu si anak ketimbang yang tak pernah mendapatkan perangsangan sama sekali.
KETERAMPILAN EMOSI

Salah satu tolok ukur kepribadian yang baik adalah kematangan emosi. Semakin matang emosi seseorang, akan kian stabil pula kepribadiannya. Di sini, pengendalian emosi merupakan kuncinya. Kapan dan dalam situasi apa dia bisa mengekspresikan emosinya, serta kapan dia mesti bersabar. Ketidakmampuan mengendalikan emosi, terutama emosi negatif seperti marah, bisa menghambat interaksi anak dengan lingkungannya.

Sementara, anak yang tak bisa mengungkapkan emosi juga sama buruknya. Anak tipe ini sejak masih kecil biasanya selalu menjadi pengekor alias ikut-ikutan apa saja yang dilakukan orang lain dan teman-temannya. Apakah dia sendiri suka atau tidak pada pilihan itu, agaknya tak menjadi persoalan penting.

Untuk anak usia prasekolah, kemampuan mengekspresikan diri bisa dimulai dengan mengajari anak mengungkapkan emosinya. Saat kesal karena ayah tak memenuhi janji membelikan mainan, boleh-boleh saja ia melampiaskan rasa kesalnya. Entah dengan sikap cemberut atau bahkan menangis. Hanya saja pelampiasan rasa kecewa tersebut jangan sampai kebablasan. Contoh, anak boleh marah, tapi jangan sampai mengamuk apalagi merusak barang-barang yang ada di rumah.

Jadi, anak prasekolah dapat diajarkan bersikap asertif, yaitu sikap untuk menjaga hak-haknya tanpa harus merugikan orang lain. Saat mainannya direbut, kondisikan agar anak melakukan pembelaan. Entah dengan ucapan, semisal, "Itu mainan saya. Ayo kembalikan!", atau dengan mengambil kembali mainan tersebut tanpa membahayakan siapa pun.

Temper tantrum mulai menyurut di usia 4 tahun dan sebagai gantinya, mereka menunjukkan pola kemarahan yang lebih matang seperti cemberut atau bersikap menentang. Rasa takut ditunjukkan bukan dengan menangis karena kehadiran orang asing seperti pada masa bayi dan batita, melainkan karena malu, dan juga khawatir atau cemas ketika memasuki lingkungan baru, seperti kelompok bermain atau taman kanak-kanak.
KETERAMPILAN SOSIAL

Usia prasekolah memberi kesempatan luas kepada anak untuk mengembangkan keterampilan sosialnya. Di usia inilah ia mulai melihat dunia lain di luar dunia rumah bersama ayah-ibu.

Kemampuan bersosialisasi harus terus diasah. Sebab, seberapa jauh anak bisa meniti kesuksesannya, amat ditentukan oleh banyaknya relasi yang sudah dijalin. Banyaknya teman juga membuat anak tidak gampang stres karena ia bisa lebih leluasa memutuskan kepada siapa akan curhat.

Nah, agar kemampuan bersosialisasi anak bisa lebih terasah, sedini mungkin orang tua mesti membukakan jalan baginya. Mulailah ketika usia anak menginjak batita, saat anak sudah bisa dikenalkan pada sebayanya, apakah itu sepupu, tetangga, atau anak-anak di kelompok bermain. Silaturahmi antarkeluarga pun sangat efektif membina sosialisasi anak.

Ketika anak menginjak usia prasekolah, orang tua bisa bertanya siapa teman-teman baiknya di sekolah. Sesekali ajaklah teman baiknya itu bertandang ke rumah. Kemampuan sosialisasi ini bisa mengasah kemampuan beradaptasi. Anak yang senang bersosialisasi bisa mengenal banyak orang berikut sifat, karakter, kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ia bisa cepat bergaul dengan berbagai tipe orang.
KETERAMPILAN MORAL

Kemampuan sosialisasi yang berkembang membawa anak usia prasekolah masuk ke dalam berbagai kelompok baru di luar rumah, yaitu sekolah dan lingkungan sekitarnya. Sebagai bagian dari kelompok, anak prasekolah belajar mematuhi aturan kelompok dan menyadari konsekuensinya bila tidak mengikuti aturan tersebut.

Karena anak prasekolah belum mampu berpikir secara abstrak, mereka mendefinisikan "perilaku baik" dalam bentuk tindakan tertentu semisal, mematuhi omongan ibu atau membantu orang lain. Jika tidak melakukan hal-hal tersebut, mereka mengatakannya sebagai "hal yang jelek".

Anak usia prasekolah belajar perilaku moral lewat peniruan. Itulah sebabnya, orang-orang dewasa harus menghindari melakukan hal-hal yang buruk, semisal bicara kasar, memukul, mencela, dan lain-lainnya di depan anak.

Sosialisasi juga membawa anak pada risiko konflik, terutama dengan teman sebaya. Oleh karenanya, kemampuan memecahkan konflik merupakan modal yang harus dimiliki anak. Semakin baik kemampuannya dalam hal ini, maka kepribadiannya akan semakin stabil. Anak yang pandai mengatasi konflik umumnya akan mudah pula mengatasi masalah dalam hidupnya, entah di sekolah, di rumah, ataupun kelak di tempat bekerja.

Tentu saja, bagi anak usia prasekolah, bantuan orang tua masih sangat diperlukan dalam mengatasi konfliknya. Saat anak mencoba memukul teman, contohnya, orang tua jangan langsung melakukan intervensi. Lebih baik, cegahlah supaya saling pukul tidak terjadi, sambil mengarahkan anak untuk berbaikan kembali dengan temannya. Jika anak sudah mengetahui konsep ini, diharapkan ia akan mudah menyelesaikan konfliknya sendiri. Jangan lupa juga, konflik yang terjadi di usia ini bersifat spontan. Tak ada rasa dendam dalam diri anak setelah konflik terjadi.

KETERAMPILAN JENDER

Anak prasekolah sudah mampu membedakan pria dan wanita yang dilihat dari penampilan yang berbeda, pakaian yang berbeda dan rambut yang berbeda. Beberapa anak juga mulai memahami organ-organ tubuh yang berbeda pada pria dan wanita karena orang tua mereka mulai memperkenalkannya, entah lewat pengamatan langsung atau lewat buku-buku. Tetapi tidak semua anak di usia ini punya keterampilan membedakan melalui anatomi fisik/organ intim karena beberapa orang tua masih enggan membicarakan soal peran seks pada anak mereka di usia prasekolah.

Kemampuan membedakan jender juga dipelajari mereka lewat alat bermain dan peran-peran umum yang dimainkan ayah dan ibu. Misalnya, anak lelaki bermain bola dan anak perempuan bermain boneka. Ayah memperbaiki mobil, bertukang, sementara ibu berkebun dan memasak di dapur.

Kemampuan jender anak usia prasekolah lebih banyak dikenalkan oleh orang tua dan anak usia prasekolah belajar memerankan jender dengan meniru. Misalnya, anak lelaki meniru gaya pakaian ayahnya dan anak perempuan meniru cara berdandan ibunya.

KETERAMPILAN BERMAIN

Karena kemampuan motorik kasar-halusnya sudah jauh berkembang, anak usia prasekolah terampil menggunakan seluruh anggota tubuhnya. Bahkan secara bersamaan sekaligus. Misal, ia sudah pandai melakukan dua aktivitas sekaligus seperti melompat sambil melempar bola.

Anak juga mulai mengenal permainan yang bersifat konstruktif. Yang paling umum adalah membuat benda dan menggambar. Selain itu, pengenalannya terhadap konsep bentuk dan warna juga sudah terasah sehingga ragam mainan yang dapat dimainkannya juga lebih banyak. Umpama bermain pasir, tanah, balok, cat, kertas, lem, melukis, dan lain-lain.

Didukung oleh kemampuan bicaranya yang juga berkembang pesat, anak prasekolah mulai mengerti aturan permainan sederhana. Mereka sudah bisa bermain secara berkelompok semisal petak umpet, bekel, atau permainan lain yang melibatkan lebih dari satu orang. Dengan demikian, ia juga sudah bisa diajak menerima konsekuensi sanksi apabila menyalahi aturan. Saat itu ia juga bisa diajak mengenal sportivitas.

Secara sosial, ia mulai bergaul dengan orang lain di luar dirinya. Hal ini menyebabkan anak mulai segan bermain sendiri. Ia menyadari bahwa bermain bersama beberapa teman ternyata menyenangkan. Keterlibatannya dalam suatu permainan pun sangat aktif, tak lagi sebatas menonton. Ia ingin mengambil peran dan semangat berkompetisi mulai berperan di usia ini. Setelah menguasai suatu keterampilan, ia menginginkan bentuk permainan yang lebih menantang dan menguji kemampuannya, seperti lomba lari, main peran-perangan, lempar tangkap bola, lompat jauh, main kartu domino dan sebagainya.

Beberapa permainan yang mengarah ke jender, seperti anak perempuan bermain boneka, masak-masakan, atau menjahit, dan anak laki-laki bermain bola atau robot mulai dimainkan. Ini karena orang-orang dewasa di sekitar mereka mulai memperkenalkan peran seks yang berimbas pada pemilihan mainan.(tabloid-nakita)

Mengintip perkembangan kognitif anak

Ingin anak cerdas? Kenali tahapan perkembangan kognitifnya!

Seperti diketahui, tiap anak memiliki tugas-tugas perkembangan. Salah satunya, perkembangan kognitif. Tentu saja, tugas-tugas perkembangan ini berbeda-beda pada tiap tahapan usia. Dalam hal perkembangan kognitif, anak usia prasekolah (3-5 tahun) berada dalam masa praoperasional. Oleh Piaget, pakar psikologi perkembangan kognitif, masa ini dimulai dari usia 2 tahun sampai 7 tahun.

Sebagai orangtua, sudah selayaknyalah kita mengetahui tahapan perkembangan kognitif ini. Tak lain agar kita dapat memberikan stimulasi secara tepat untuk mengasah kemam-puan kognitif si buah hati di usia ini, sehingga dapat berkembang optimal. Nah, seperti apa kemampuan kognitif si prasekolah, mari kita simak bersama penjelasan dari Dra. Mayke S. Tedjasaputra, M.Si., pengasuh rubrik Tanya Jawab Psikologi di tabloid ini.

TAHAPAN SIMBOLIK

Di masa praoperasional ini, kemampuan kognitif si prasekolah berada pada tahapan simbolik, yakni kemampuan menggunakan simbol. Salah satunya adalah bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Contoh, kata "kursi" bisa mewakili keterangan benda yang dapat diduduki atau benda yang mempunyai empat kaki dan ada sandarannya. Jadi, kita bisa memberikan stimulus dan masukan mengenai bahasa kepada si prasekolah, karena saat ini kekuatan menyerap segala sesuatu tentang bahasa ada pada diri anak.

Selain melalui bahasa, kemampuan simbolik pada masa ini bisa juga diwujudkan melalui gambar. Contoh, si kecil menggambar sebuah persegi empat yang tidak beraturan, lalu dia mengatakan, "Ini gambar rumah. Bagus ya", atau "Sekarang aku gambar ikan," walaupun yang tertuang dalam kertas hanyalah sebuah garis melengkung bersambung, misalnya.

Yang penting diperhatikan, masukan atau stimulus yang diberikan haruslah berbentuk konkret; bisa dilihat, dipegang, dilakukan, dan dialami secara langsung. Percuma saja mengajarkan sesuatu atau memberi tahu hal yang abstrak karena anak tidak akan bisa mencerna-nya. Contoh, saat menginformasikan perbedaan van dan sedan, ajak anak masuk ke dalam dua jenis mobil tersebut bergantian. "Kalau sedan kecil, kursinya sedikit. Kalau van lega dan banyak kursinya," umpamanya.

BERMAIN KHAYAL

Kemampuan menggunakan simbol juga terlihat pada permainan simbolik yang dilakukan anak-anak usia ini, yaitu bermain khayal. Melalui permainan ini, anak bisa menggantikan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Contoh, disket yang kita kenal untuk menyimpan data dari CPU komputer, oleh si prasekolah bisa saja dianggap UFO. Anak juga bisa memberikan atribut tertentu pada suatu objek, misalnya boneka bisa menangis seperti manusia.

Kondisi ini merupakan kemajuan yang sangat pesat dalam kemampuan berpikir anak. Malah menurut penelitian para ahli, dengan bermain simbolik, anak akan lebih cepat dan kaya perkembangan bahasanya, baik dalam hal semantik (makna kata dan kalimat) maupun kosakatanya.

Selain itu, di masa praoperasional, si prasekolah juga sudah bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati suatu model tingkah laku. Jadi, anak sudah mampu melakukan sebuah peniruan tingkah laku yang pernah dilihatnya di waktu lampau. Karena itu pengalaman-pengalaman tersebut ia tampilkan dalam kegiatan bermain khayal, dimana anak berpura-pura menjadi tokoh tertentu dan melakukan apa yang biasanya dikerjakan oleh tokoh itu.

Pada tahap ini pula anak mampu menjalankan dua peran sekaligus yang memisahkan antara dunia "pura-pura" dengan dunia nyata. Sebagai contoh, pada saat bermain khayal seorang anak mendapat peran sebagai orang sakit yang tidak dapat berjalan. Tiba-tiba dalam situasi bermain ia berjalan-jalan. Saat temannya menegur, "Eh, kamu kan orang sakit yang tidak bisa jalan", maka si anak akan langsung menjawab bahwa dirinya bukan orang sakit.

MAMPU MENGELOMPOKKAN

Kemampuan lainnya adalah mengelompokkan, entah benda, warna, bentuk, maupun ukuran. Manfaatnya, anak terlatih untuk bisa berpikir secara logis. Jadi, baik sekali bila kita bisa menciptakan permainan yang dapat mengasah kemampuan kognitif dalam hal pengelompokan ini. Umpama, mengajak anak mengumpulkan mainan yang dimilikinya berdasarkan persamaan warna, atau mengumpulkan benda-benda yang ada di rumah berdasarkan ukuran tertentu.

Bila hal ini sering kita lakukan pada anak, maka semakin lama anak semakin mampu melakukan pengelompokan ke tingkat yang lebih tinggi, semisal mengelompokkan atas dasar dua hingga tiga dimensi.

Tentu saja, pada awalnya anak belum bisa memusatkan perhatian pada benda dua dimensi yang berbeda secara serempak. Dalam hal menyusun benda-benda berdasarkan urutan sesuai ukuran, misal, di masa praoperasional ini anak baru bisa merangkaikan dua benda, seperti tongkat A lebih pendek dari tongkat B. Tapi jika disuruh menyusun tongkat dari yang paling pendek sampai yang paling panjang, maka ia belum mampu melakukannya. Hal ini disebabkan anak baru bisa memusatkan satu hubungan pada satu saat dan belum bisa melihat keseluruhan.

Contoh lain, dalam perco-baannya, Piaget memperlihatkan pada anak-anak usia prasekolah, 20 kuncup kembang terbuat dari kertas; 18 kuncup berwarna cokelat dan sisanya berwarna putih. Saat ditanya mana yang paling banyak, apakah kuncup kembang berwarna cokelat ataukah kuncup kembang yang terbuat dari kertas, anak-anak itu menjawab yang paling banyak adalah kuncup kembang berwarna cokelat.

MENGURUTKAN SESUATU

Perkembangan kognitif lainnya dalam pengelompokan adalah menyusun menurut rangkaian atau urutan tertentu (sequence). Permainan yang menunjang hal ini contohnya bermain menyusun menara gelang.

Tahap perkembangan kognitif ini bila diasah dengan baik akan menghasilkan sistematika logika berpikir yang baik. Supaya lebih baik lagi, stimulasi yang kita berikan bisa juga dengan mengajak anak mengurutkan sesuatu sesuai yang kita contohkan. Misal, kita mengurutkan kubus, segitiga, lingkaran, silinder. Lalu, anak diminta untuk melanjutkan urutan tersebut dengan pola yang sama.

Efek yang bisa didapatkan oleh anak dengan pemberian stimulasi yang sangat sederhana ini adalah anak akan mampu dan mudah mengerti atau memahami aturan-aturan tertentu yang akan dia temui, mudah belajar membaca sebab kata-kata yang dibaca/ditulis terdiri atas susunan huruf dengan pola tertentu. Selain itu anak akan lebih mudah mencerna pelajaran yang berhubungan dengan bilangan, sebab sudah diperkenalkan dengan pengertian mana yang lebih kecil, lebih besar, dan seterusnya.

Yang perlu dipahami, untuk membuat permainan atau soal-soal seperti ini maka dituntut kreativitas. Semakin kreatif orangtua akan semakin berva-riasi cara belajar yang diterima anak. Tentu ini akan berban-ding lurus dengan manfaat yang diperoleh. Untuk sequence ini, buatlah permainan mengelompokkan benda berdasarkan urutan besar ke kecil, kecil ke besar, urutan warna, urutan bentuk, dan lainnya.
TIP-TIP PENTING

Dalam mengasah kemampuan kognitif anak usia prasekolah, ada beberapa hal yang penting diperhatikan orangtua seperti diungkap Mayke berikut ini:

* Hindari penggunaan kata-kata yang abstrak maupun yang bermakna ganda.

* Dalam mengenalkan konsep yang pertama kali, lebih baik kenalkan yang umum dulu dan sering dilihat anak sehari-hari. Contohnya, segala sesuatu yang ada di lingkungan rumah terlebih dulu.

* Selain itu, dalam menjelaskan sebuah konsep, terutama benda, mulailah dari fungsinya. Saat menjelaskan tentang "kursi", misal, kita memang harus memberikan penjelasan secara konkret (umpama, bentuknya persegi empat atau bulat, mempunyai empat kaki). Akan tetapi, penjelasan seperti itu akan lebih berarti jika terlebih dulu kita sampaikan fungsinya, "Kursi ini tempat duduk kita. Kursi yang panjang bisa juga dipakai untuk tiduran." Baru kemudian kita masuk ke bentuk konkret fisik si kursi. Stimulus mengenai fungsi sangat diperlukan anak yang belum terlalu menguasai bahasa. Bila kita memberikan penjabaran detail, kasihan si anak karena akan kesulitan menangkap dan mencernanya.

* Dalam mengenalkan konsep apa pun, selalu lakukan pengulangan.
tabloid-nakita

ASAH OTAK Lewat TEKA-TEKI

Tak hanya mengasah kreativitas, tapi juga kemampuan menganalisis.

"Aku buah-buahan, rasanya manis, rambutku banyak dan warnaku merah, apa hayo?" tanya Dika, bocah 4;6 tahun, kepada tiga teman mainnya. Di saat dua temannya mengernyitkan dahi, berpikir mencari jawaban tepat, tiba-tiba seorang temannya yang lain menjawab, "Buah rambutan!"

"Betul!" ucap Dika sambil menepuk bahu temannya itu.

Anak prasekolah, tepatnya mulai 4 sampai 6 tahun, memang senang bermain teka-teki. Kesenangan ini muncul karena pengaruh lingkungan ketika anak sudah bersosialisasi dengan teman-temannya, entah yang sebaya atau berumur di atasnya. "Nah, dari interaksi itu, mungkin saja anak mendengar atau mengamati teman-temannya bermain teka-teki," ujar Efriyani Djuwita, M.Si.

Bisa juga, main tebak-tebakan ini datang dari orangtua atau pengasuhnya. Saat senggang, beberapa orangtua sangat senang menggunakan permainan ini. Pengaruh lainnya bisa lewat media, entah televisi atau media cetak. Bahkan, beberapa majalah anak menyediakan kolom khusus teka-teki beserta hadiah bagi pengirim jawaban yang benar. Apalagi, tambah psikolog perkembangan anak yang akrab dipanggil Ita ini, kosakata, pengalaman, dan kemampuan kognitif anak juga sudah berkembang. "Mereka sudah bisa mencari jawaban dari potongan-potongan informasi yang di-namakan petunjuk. Jawaban itu diperoleh dari pengalamannya sehari-hari. Semakin kaya wawasan anak semakin mudah dia menjawab."

Selain itu, usia ini juga dikenal dengan usia cerewet. Anak senang bertanya dan menanyakan sesuatu. Nah, dengan permainan teka-teki, keterampilan berbahasanya seakan tersalurkan. Bahkan, beberapa anak yang cerdas sangat senang bila bisa membuat teka-teki sendiri.

TEKA-TEKI PORNO

Tentunya, anak tidak ujug-ujug bisa bermain teka-teki yang rumit, melainkan dimulai dari soal-soal sederhana. Awalnya sangat mungkin anak hanya bertanya-jawab tentang persamaan dan perbedaan dari sebuah kata atau benda. Umpama, "Apa persamaan bemo dan bajaj?", "Apa beda ikan dan kodok?", dan seterusnya. Dari situ anak belajar mengotak-atik kata-kata menjadi sebuah teka-teki.

Jadi, sesuai kemampuan kognisinya, teka-teki anak prasekolah umumnya cukup sederhana. Misal, di awal pertanyaan, anak akan menyebutkan kategori seperti, "Aku binatang.", "Aku buah-buahan....", dan sebagainya. Petunjuknya pun, biasanya cukup lengkap sehingga memudahkan mereka untuk menjawab. Beberapa teka-teki favorit, umumnya tak jauh dari dunia anak-anak, seperti tokoh jagoannya, binatang, mobil, buah-buahan, dan lainnya. Mereka senang mengenali ciri sesuatu benda, lalu mengubahnya menjadi teka-teki seru.

Yang jelas, permainan teka-teki dapat mengasah kreativitas dan memperkaya wawasan anak. Karenanya, Ita menyarankan orangtua agar menanggapi pertanyaan teka-teki anak. "Berpikirlah dan jawablah dengan serius, sehingga anak merasa dihargai. Hindari jawaban asal-asalan yang membuat anak malas dan ogah-ogahan memberikan soal teka-teki lagi," kata pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

Jika anak kehabisan ide, cobalah orangtua gantian memberikan pertanyaan kepada anak. Mulailah dari hal-hal yang dekat dengan anak. Jika anak sedang gandrung dengan Spiderman, misal, cobalah membuat soal teka-teki tentang jagoannya itu. Jika anak kesulitan menjawab, cobalah untuk memberikan petunjuk lebih banyak. Atau, anak bisa berpikir untuk beberapa lama sampai menemukan jawaban tepat. Boleh jadi orangtua memberikan teka-teki di malam hari, tetapi baru dijawab keesokan harinya oleh anak sepulang sekolah. Tak masalah. Kemudian, jika anak menemukan teka-teki di majalah dan kesulitan menjawabnya, sebaiknya orangtua bersama anak memecahkan soal teka-teki itu.

Namun, orangtua tetap harus melakukan pembatasan atau pengawasan. Tak semua teka-teki positif dan menghibur. Ada beberapa teka-teki yang berkonotasi negatif, jorok, berbau pornografi, atau pelecehan terhadap seseorang dan golongan tertentu. Jadi, orangtua harus memilah, teka-teki mana yang cocok dan tidak buat anak. Selamat berteka-teki bersama si buah hati!

4 MANFAAT MAIN TEKA-TEKI

1. Mengasah Daya Ingat


Saat teka-teki diluncurkan, anak akan menyisir semua arsip yang ada di kepalanya, untuk kemudian dicocokkan dengan petunjuk yang ada. Karenanya, permainan ini sangat baik untuk menjaga daya ingat anak. Selain itu, sangat mungkin anak menemukan kosakata baru yang belum dikuasainya. Dengan begitu, wawasan anak semakin kaya, kosakatanya pun bertambah banyak.

2. Belajar Klasifikasi

Anak belajar mengklasifikasikan, mana yang termasuk kategori buah-buahan, binatang, kendaraan, dan sebagainya. Saat disebutkan buah-buahan, pikiran anak akan melayang kepada jeruk, pepaya, rambutan, dan sebagainya. Demikian juga ketika pertanyaan itu merujuk kepada binatang, maka gajah, monyet, kodok, dan lainnya, akan segera melintas dalam pikirannya. Dengan keterampilan klasifikasi ini, anak akan mudah menata ribuan kosakata yang dikuasainya.

3. Mengembangkan Kemampuan Analisis

Anak belajar menganalisis jawaban yang tepat dari berbagai petunjuk yang ada. Dia belajar menggabungkan informasi itu dan menemukan jawabannya. Kemampuan analisis ini sangat berguna, khususnya saat anak masuk usia sekolah. Banyak sekali pertanyaan yang membutuhkan analisis, utamanya soal-soal yang memakai penggunaan cerita.

4. Menghibur

Permainan teka-teki sangat menghibur. Ini jelas permainan yang menyenangkan dan bisa mengakrabkan hubungan anak dengan orangtua, maupun antarteman sebaya. Bisa dilakukan di mana saja dan kapan pun, baik dalam perjalanan, di rumah, sekolah, maupun di saat-saat santai lainnya.

BEBERAPA CONTOH TEKA-TEKI ANAK

Orangtua bisa membuat beberapa soal teka-teki yang kreatif. Mulailah dari hal-hal yang dekat dengan keseharian anak. Sangat mungkin jawaban dari teka-teki itu lebih dari satu. Berikut beberapa contohnya:

* Buah-buahan

- Aku buah-buahan. Warna kulitku hijau. Warna dagingku merah. Rasaku manis. (Jawaban: semangka)

- Aku buah-buahan. Aku memiliki banyak duri tajam. Bauku harum dan rasaku manis. (Jawaban: durian)

* Binatang

- Aku binatang berkaki empat. Aku berbadan besar dan memiliki belalai panjang. (Jawaban: gajah)

- Aku binatang berkaki empat. Leherku panjaaangng... sekali. Aku memiliki banyak bintik di tubuhku. (Jawaban: jerapah)

- Aku binatang tanpa kaki dan tangan. Badanku panjang dan lentur. Gigiku tajam dan aku memiliki racun berbahaya. (Jawaban: ular)

* Jagoan

- Aku bisa memanjat gedung seperti laba-laba. Warna bajuku merah. Aku bisa mengeluarkan jala yang mampu menjerat lawan. (Jawaban: Spiderman)

- Aku seorang jagoan yang memiliki jubah. Aku bisa terbang dan di dadaku terdapat huruf S. Siapakah aku? (Jawaban: Superman)
(tabloid-nakita)