Tampilkan postingan dengan label Pernak-Pernik Sekolah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pernak-Pernik Sekolah. Tampilkan semua postingan

Hari Pertama Sekolah : Persiapan Mental Anak

Tak terasa si buah hati sudah tumbuh besar dan tiba waktunya untuk belajar di sekolah demi masa depannya. Padahal rasanya baru kemarin ia belajar merangkak dan berbicara.

Perilaku anak menyambut hari pertamanya di sekolah memang berbeda-beda. Ada yang semangat dan girang, namun ada juga yang takut, rewel, malas atau malu. Sikap tersebut sangatlah wajar, terutama karena mereka dihadapkan dengan dunia baru yang masih asing bagi mereka.

Disinilah peran Anda sebagai orang tua diperlukan. Charles E. Schaefer, Ph.D. dari Pusat Pelayanan Psikologi Farleigh Dickinson University pun memberikan beberapa tips yang akan membantu Anda menyemangati si buah hati dalam melawan rasa khawatir dan cemasnya, seperti dikutip dari mykidsbookbee.

1. Beri penjelasan tentang sekolah
Beberapa anak sering merasa cemas dan takut yang berlebihan menjelang hari pertamanya di sekolah. Sebenarnya mereka hanya butuh penjelasan dan pengertian. Ceritakanlah hal-hal yang akan dia temui di sekolah. Katakan padanya bahwa belajar itu menyenangkan, guru-gurunya baik, ruangan kelasnya nyaman, dan banyak teman baru yang akan ia dapatkan.

2. Ceritakan kegiatan seru di sekolah
Sekolah baru sama artinya dengan planet asing bagi anak-anak. Mereka hanya belum mencobanya, yang harus Anda lakukan adalah menceritakan dengan spesifik betapa serunya kegiatan di sekolah. Usahakan mengatakan kalimat semenarik mungkin, jangan katakan kalimat umum seperti "Kamu akan belajar dan banyak main di sekolah".

Jelaskanlah lebih rinci seperti, "Sekolah sangat seru dan menyenangkan. Semua anak akan masuk kelas, meletakkan tasnya di tempatnya masing-masing, lalu guru akan menjelaskan pelajaran seperti membaca, berhitung, bernyanyi dan kamu juga akan bermain bersama teman-teman".

3. Jangan katakan waktu padanya
Anak-anak belum bisa mengerti pentingnya belajar, yang mereka tahu hanyalah bermain. Ketika mulai masuk kelas, mereka pun menanyakan kapan dijemput atau kapan sekolah akan berakhir.

Untuk menjawabnya, sebaiknya hindari mengatakan waktu yang harus dia tempuh untuk belajar di kelas, seperti "Ibu akan menjemputmu 3 jam lagi", atau bahkan "Kamu akan berada di sini sebentar saja". Perkataan seperti itu cukup menakutkan bagi mereka.

Lebih baik katakan yang sebenarnya tanpa menyebutkan berapa lama waktunya di kelas, seperti "Kamu akan senang bersama teman-temanmu sampai-sampai tak terasa ibu datang untuk menjemputmu lagi".

4. Informasikan keberadaan Anda
Saat memasuki kelas dan berpisah dengan orang tua yang mengantar adalah saat yang sulit bagi anak-anak. Mereka sering cemas dan membayangkan dirinya dalam bahaya karena ayah-ibunya tak ada.

Sebagian anak lainnya justru mencemaskan keselamatan orangtuanya. Untuk itu orangtua perlu menjelaskan keberadaan dirinya setelah selesai mengantar anak. Beri dia informasi yang detail seperti, "Ayah akan pergi ke kantor setelah mengantarkanmu ke sekolah" atau "Ibu akan pergi ke pasar untuk belanja".

5. Berikan dorongan positif
Seorang anak yang ketakutan akan mengekspresikan ketakutannya dengan berbagai perilaku, seperti mengisap jempol, ngompol, merengek-rengek, cemberut, marah tanpa sebab, atau mungkin menarik diri dari lingkungan.

Menyikapi perilaku seperti itu, sebaiknya tahan emosi Anda. Jangan mengatakan, "Kamu tidak boleh ngompol lagi, gurumu dan teman-temanmu pasti tidak suka dengan kebiasanmu itu".

Yang ia butuhkan hanyalah dorongan positif dan kata-kata yang menenteramkan, seperti "Ibu tahu kalau kamu tidak akan mengisap jempolmu lagi, kamu kan sudah besar."

Nah, sudah siap kan mengantarnya sekolah?nu/det

Tips Memilih Sekolah Terbaik Buat Anak


Banyak pilihan sekolah yang ada saat ini mulai dari sekolah milik negeri, sekolah berbasis agama, sekolah internasional atau sekolah dengan pola khusus seperti sekolah alam.Tapi Anda harus cermat untuk memilih sekolah mana yang bagus untuk si kecil, karena sekolah juga menentukan masa depan dan perilakunya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih sekolah TK dan SD yang baik untuk anak. Yang terpenting kata pakar dan praktisi pendidikan anak Arif Rachman, dalam sekolah tersebut terdapat sentral bermain anak untuk mengembangkan 5 hal penting, yaitu spiritual, emosional, jasmani, intelektual, dan sosialnya, yang dikemas dalam kegiatan belajar mengajarnya.

Dalam memilih sekolah sebaiknya pilihlah sekolah yang tertib, teratur dan bersih, karena lingkungan sekitar sekolah juga mempengaruhi proses belajar mengajar anak-anak.

Lingkungan yang tidak kondusif bisa merusak konsentrasi anak ketika sedang belajar. Serta pastikan bahwa sekolah tersebut mempunyai visi dan misi yang tidak melanggar Undang-Undang Pendidikan.

Selain lingkungan serta visi dan misi sekolah tersebut, hal yang penting untuk diperhatikan adalah guru-guru dari sekolah tersebut.

"Untuk guru TK sebaiknya telah mendapatkan pendidikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sedangkan untuk sekolah dasar sebaiknya memiliki pendidikan minimal S1 dan untuk guru kelas 1,2, dan 3 yang mengajar semua mata pelajaran sebaiknya juga mendapatkan pendidikan PAUD," ujar Arif .

Beberapa tips memilih sekolah yang baik untuk anak:
  • Untuk memilih sekolah dasar bisa dilihat dari output yang dihasilkan. Seperti berapa banyak lulusan sekolah dasar tersebut yang bisa masuk ke SMP unggulan. Karena banyaknya lulusan yang bisa masuk sekolah unggulan berarti sekolah tersebut mempunyai sistem pembelajaran yang bagus.
  • Untuk memilih taman kanak-kanak pilihlah TK yang mempunyai sistem belajar yang baik dalam hal belajar menulis, membaca dan sosial.
  • Sebelum masuk taman kanak-kanak tidak ada salahnya memasukkan anak anda ke PAUD. Karena di PAUD anak Anda bisa belajar bersosialisasi dengan teman-temannya, diajarkan bernyanyi, menulis dan membaca. Dan PAUD memberikan kegiatan yang positif untuk anak.
  • Anak-anak SD sebaiknya diberikan kegiatan intra, ekstra dan co-kurikuler yang seimbang, sehingga didapatkan kemampuan intelektual dan sosial yang seimbang.
  • Sedangkan untuk TK pilihlah TK dengan metode bermain sambil belajar dibandingkan dengan program belajar secara klasik.
"Untuk memilih sekolah TK dan SD, pilihlah sekolah yang memiliki jarak tidak terlalu jauh dengan rumah, sehingga anak masih mempunyai waktu yang cukup untuk berkumpul dengan keluarga, dan bermain dengan orang tua, untuk orang tua yang sibuk pastikan bahwa pengasuh anak kita mempunyai pendidikan yang baik," jelas Arif.

Yang tak kalah penting dibutuhkan kerjasama yang baik antara guru di sekolah dengan orang tua dirumah dan juga dengan pengasuhnya. Tujuannya agar apa yang sudah diajarkan di sekolah bisa tetap dilanjutkan dirumah, sehingga anak bisa memiliki intelektual, emosional, spiritual, jasmani dan sosial yang bagus.vfb/det

Menyiapkan Anak Masuk Sekolah

TERNYATA menyiapkan si anak masuk sekolah bukan persoalan mudah. Tak semudah mengembalikkan telapak tangan. Ternyata menyiapkan anak masuk sekolah tak hanya berhenti pada menyiapkan biaya dan berbagai keperluan lain. Ternyata menyiapkan anak masuk sekolah tak berhenti hanya pada mengatakan "ya" pada keinginan si anak untuk sekolah. Masih ada hal lain yang mesti diperhatikan sebelum anak dibiarkan masuk sekolah. Bahkan hal lain ini menjadi hal paling penting yang tak semestinya ditinggalkan atau dianggap remeh.

Berikut ini kami berikan beberapa poin yang bisa dijadikan pegangan untuk menyiapkan anak-anak Anda untuk masuk ke sebuah sekolah. Ke sebuah lingkungan pendidikan yang baru. Tapi poin-poin ini bukan kata akhir. Anda masih harus membuka mata dan telinga terhadap berbagai unsur atau informasi yang berguna untuk kelancaran dan kelangsungan pendidikan anak Anda.

Biarkan anak berbicara.

Anda ingin anak Anda berhasil? Jangan memaksakan kehendak Anda. Anda ingin anak Anda bisa menikmati semua proses pendidikan di sekolah. Jangan menekan anak Anda untuk mengikuti keinginan Anda. Benar bahwa Anda ingin mencari sekolah favorit. Sekolah yang mahal. Tapi keinginan Anda itu tak akan berguna jika anak Anda tak suka. Apa artinya sebuah sekolah yang mahal tapi ternyata anak Anda tak enjoy? Bukankah yang menempuh pendidikan adalah anak Anda dan bukan Anda. Jadi, biarkan anak Anda memilih sekolah yang ia tahu dan rasa bisa membantunya mengaktualisasikan diri, bisa mengembangkan diri. Sikap semacam itu bisa membuatnya bisa lebih senang mengikuti proses yang ada di sekolah.

Mengunjungi sekolah.

Poin berikut yang mesti Anda perhatikan adalah atmosfer sekolah. Ingat, situasi atau iklim sekolah turut berpengaruh terhadap kesuksesan belajar sang anak. Bukankah Anda tak mau memasukkan anak Anda ke sekolah yang iklimnya tak bagus? Itu berarti, sebelum Anda menjatuhkan pilihan Anda pada sebuah sekolah, Anda harus tahu lebih dulu situasi dan iklim sekolah itu. Salah satu cara yang bisa Anda lakukan adalah mengunjungi sekolah itu bagus untuk pendidikan anak Anda, Anda bisa langsung menjelaskan atau menunjukkan letak ruangan, peralatan sekolah atau juga guru-gurunya. Ini menjadi langkah awal yang baik supaya anak Anda tidak kaget, kagok dan bingung menghadapi situasi yang serbabaru.

Membahas apa yang dirasakan anak.

Setelah menentukan sekolah mana yang cocok, Anda pasti (atau mungkin) mengantarnya pada hari pertama sekolah. Dalam perjalanan ke sekolah itu, sebaiknya Anda mulai dengan pembicaraan ringan seputar sekolah. Seperti menguraikan tentang pengalaman baru yang akan dilaluinya. Dengan mengenali perasaannya sendiri, anak akan merasa lebih siap menghadapi atau menjalani situasi baru yang bakal segera dialaminya. Anda dapat menenangkan perasaannya dengan memberikan perhatian penuh dan mendengarkan apa yang ia ungkapkan. Anda sebaiknya juga membahas apa yang dirasakan anak. Dengarkan keluh kesahnya. Berikan jawaban sederhana yang membangun motivasi agar memiliki gambaran positif tentang sekolah.

Memberikan penguatan.

Anda kemudian dapat memberikan penguatan (encouragement), jika ternyata anak Anda takut, gugup dan bingung, bahwa semua yang dirasakannya itu sangat wajar pada tahap awal. Bahwa semua orang akan mengalami hal itu. Bahwa semua orang pasti punya kekagetan, kebingungan dan kegugupan yang sama. Lalu Anda bisa memberanikan anak Anda untuk menghadapinya dengan mengatakan bahwa Anda menyayanginya dan mendukungnya. Anda bisa juga mengatakan bahwa Anda akan berada di sisinya ketika ia membutuhkan Anda, sekalipun tidak duduk di sebelahnya di dalam kelas. Anda bisa juga mengajaknya berdoa agar ia memiliki keberanian.

Jangan cemas.

Sebagai orangtua Anda harus bersikap santai dan berpikir positif dalam menghadapi anak Anda yang akan mulai memasuki dunia sekolah yang baru. Ini menjadi hal yang penting Anda ketahui karena seringkali justru orangtua yang lebih cemas dalam menghadapi kondisi semacam itu. Jangan memperlihatkan kecemasan dan kegelisahan semacam itu akan menurunkan rasa percaya dirinya. Bukankah anak Anda bisa mengeluh, "Kalau orangtua saya bisa gelisah seperti ini, berarti ada hal yang tak beres." Sebaiknya berikan si kecil dorongan semangat. Tak ada salahnya Anda mulai dengan joke ringan yang menghibur agar anak Anda menjadi lebih terhibur.

Latih anak mengurus kebutuhan sendiri.

Sebelum sekolah, anak sebaiknya sudah mampu mengurus kebutuhan dasar untuk dirinya sendiri. Misalnya, bisa makan sendiri tanpa bantuan, atau anak bisa memberitahukan kepada Anda jika ia lapar, haus, atau ingin buang air (kecil atau besar). Jika perlu, seminggu atau sepuluh hari sebelum sekolah dimulai Anda sudah mengatur jadwal untuk anak Anda. Misalnya, atur jadwal kapan anak Anda tidur, kapan bangun dan kapan bekerja. Ingat, pendidikan dan bimbingan dari orangtua adalah elemen paling penting dalam membangun sebuah karakter yang kuat.

Latih anak untuk mendengar.

Masuk sekolah sama dengan masuk dalam iklim yang baru. Bisa sangat lain daripada yang sebelumnya. Dan iklim yang baru itu sedikit banyak mempengaruhi kemampuan anak, antara lain kemampuan berbicara atau mengutarakan pendapat dan gagasan. Sebagai antisipasi atau latihan awal, Anda bisa mengajarkannya bagaimana harus mendengarkan orang lain. Latihlah anak Anda untuk mendengarkan pembicaraan orang lain serta bagaimana menanggapinya dengan baik. Setelah itu, latih kemampuan berbicaranya. Latih sesering mungkin. Sebaiknya gunakan bahasa yang baku, baik, dan benar. Penggunaan bahasa yang baik dan benar bisa membantu anak menangkap isi materi atau pembahasan.
(Genie/Genie/tty)

Si 5 Tahun Siap- Siap Masuk SD



Untuk dapat mengikuti pelajaran di SD dengan baik, anak perlu persiapan tertentu. Bagaimana Anda membantu si 5 tahun memasuki ‘dunia baru’ ini?

Suasana di TK memang berbeda dengan di SD. Di TK, Adri masih diperbolehkan tidak mengikuti pelajaran ketika ia merasa tidak bisa mengikuti pelajaran di kelas. Dan, sepulang sekolah pun ia masih bisa bermain sepuasnya. Bila sudah duduk di SD, ia tak lagi bisa leluasa melakukan hal tersebut.

Di SD, Adri harus tahan duduk di bangku hingga pelajaran berakhir. Disamping itu, hampir setiap hari ia mendapat Pekerjaan Rumah (PR) yang wajib dikerjakannya, sehingga tak ada lagi waktu untuk bermain.

Untuk siap mengikuti pelajaran di SD, si kecil memang harus melalui proses penyesuaian diri. Jika tak siap, ia akan mengalami kesulitan yang cukup berarti dalam menjalani masa belajarnya. Kematangan seperti apa yang perlu dipunyai si 5 tahun?

Belajar menunggu giliran

Persiapan masuk SD perlu dilakukan agar masa sekolah ini tidak menyiksa anak. Menurut guru sekolah SD dan psikolog sekolah di Jerman, Alexandra Emrich , salah satu yang perlu dimiliki anak adalah ia belajar sabar dalam menunggu hingga gilirannya tiba. Dalam proses belajar, anak seringkali digilir dalam menjawab pertanyaan. Anak yang belum matang akan mengalami kesulitan. Anda perlu mengajari si 5 tahun kemandirian dalam menunggu gilirannya. Anda dapat mengajarkannya, misalnya, saat Anda dan si kecil antre membayar belanjaan di pasar swalayan. Katakan padanya bahwa semua orang harus antre, dan orang yang sudah besar mesti mengikuti aturan ini.

Selain belajar menunggu, anak juga harus menunjukkan kesanggupan berprestasi. Ini bisa dipraktekkannya sehari-hari di rumah, seperti memberi makan kucing, dan menyiapkan meja untuk makan malam. Dalam menyelesaikan tugasnya ini, anak belajar bahwa ia mendapat kepuasan karena telah mengerjakan suatu tugas, walau terkadang tak menyukainya. Si 5 tahun pun perlu termotivasi bahwa setiap tugas adalah tuntutan yang penuh tantangan untuk diselesaikan.

Tak hanya itu, anak pun diharapkan sanggup mengemukakan perasaan dengan cara yang bisa diterima orang lain, tahan duduk diam untuk mengikuti pelajaran dalam jangka waktu lama dan terampil menyelesaikan tugas. Semua ini sangat diperlukan sebagai tanda kemantangan si kecil untuk belajar di SD.

Melatih agar siap

Bagaimana Anda tahu anak siap bersekolah di SD? Anda bisa mendeteksi dengan melihat keterampilannya sehari-hari. Apakah, misalnya, ia bisa mengenakan atau melepas jaket, mengenakan celana dan kaos, atau mengenakan sepatunya sendiri? Bila belum bisa melakukan itu semua, si 5 tahun akan mengalami kesulitan saat mengikuti pelajaran olahraga, misalnya. Untuk itu Anda bisa melatih anak mengenakan dan melepas baju olahraganya dengan sabar, sebelum ia betul-betul harus melakukannya sendiri di kelas

Keterampilan lain, seperti menggunting, melukis dengan tinta yang tipis, atau siap menyeberang jalan perlu pula dikuasainya. Hal ini akan memudahkan si kecil menyesuaikan diri dengan situasi belajar sehari-hari di SD. Bukankah di SD ini Anda atau pengasuhnya tak bisa lagi menemaninya di lingkungan sekolah?

Selain itu, untuk mempermudah si kecil mempersiapkan diri saat akan berangkat sekolah, Anda dapat mendukungnya dengan, misalnya, membelikan sepatu tanpa tali agar tidak menyulitkannya jika mengenakan sepatu sendiri. Bila masa awal belajarnya bisa dilalui dengan baik, si 5 tahun akan merasa percaya diri dalam menempuh pendidikannya di SD.

Eleonora Bergita

Kakak adik satu sekolah, (+) or (-)?

Sumber: ibu ibu DI

Tanya
Apakah sebaiknya kakak beradik sekolah di sekolah yang sama? Pemikirannya begini, dari sisi positif kan seharusnya si adik bisa lebih tenang, krn ada kakaknya yg bisa bantu ngawasin, tapi ada juga pendapat temenku, bisa malah negatif krn si adik bisa merasa tertekan apalagi kalau si kakak anak yg berprestasi, jadi si adik akan selalu dibanding²kan dgn si kakak oleh guru² atau teman² lainnya. "Kok kamu gak seperti kakakmu sih dst....". Pengalamanku sendiri dgn adikku selalu satu sekolah sejak TK, kecuali SMA dan kuliah, dan kalau sekarang aku tanya adikku, dia bilang dulu kadang sebel juga, krn sering merasa jadi "bayang²" aku. Kaget juga jadinya, abis gak pernah berasa gitu sih. Gimana ya moms, boleh sharing dong pengalaman pribadi jaman kecil dulu atau gimana nerapinnya ke anak² sekarang? (Ma)

Jawab
Aku dulu juga satu sekolah sama adikku, walaupun cuma 2 tahun. Menurutku nggak ada masalah sih. Malah bisa hemat ongkos, krn langsung di drop di satu tempat. Trus buku juga bisa dilungsurin ke adiknya, tapi ini hanya berlaku utk yg udah SD. Tapi rasanya jaman dulu, aku & sepupuku yg beda kota-pun bisa saling pinjam buku ya, krn relatif buku paketnya sama. Kalau sekarang ini, satu sekolah aja belum tentu sama, jadi nggak tahu deh apakah keuntungan yg terakhir ini masih bisa diperoleh. Di Bintaro udah mulai banyak sekolah yg bisa buat Kakak-Adik sekaligus dgn catatan jarak umur antara kakak-adik itu nggak jauh. Kayak di Al-Azhar yg bisa dari Play Group sampai SMP; Aulia & An-Nissa. Sebenarnya Pembangunan Jaya kalau bisa satu lokasi mulai dr PG-SMA asyik banget tuh. Sayang aja lokasinya berpencar di 3 tempat. Trus ada lagi RICCI, tapi aku kurang tahu sampai tingkat apa. Tapi sepertinya ngumpul satu tempat. Ada juga Tunas Indonesia walaupun baru sampai SD. Kalau di daerah BSD lumayan banyak malahan, malah sampai Stella Maris juga ada di sana. (Lu)

Aku dan kakakku dari TK sampai kuliah sama, sampai kakak protes "aduh kamu tuh dari TK ngikut terus" bener² protes. Kalau TK-SMA sih banyak suka dukanya krn anak² ibuku yang 11 org sekolah dalam satu atap yang sama, sampai semua guru² hapal, biasalah ada yang membandingkan, ortu sih sudah memberikan pengarahan bagaimana harus bersikap kalau dibandingkan satu dgn yang lain, jadi kami baik² saja. Aku menggarisbawahi bahwa peran ortu sangat besar dalam memberikan bimbingan bersikap. (De)

Sharing pengalamanku dengan adikku, umur kami bedanya 1 1/2 thn. Karena sama-sama cewe dan perbedaan umur yang gak terlalu jauh, kami akrab banget seperti anak kembar (karena postur badan juga gak beda jauh). Pernah satu sekolah dari SMP sampe SMA. Kayaknya OK aja. Walaupun aku boleh dibilang lebih berprestasi dari adikku, apalagi adikku cenderung agak bandel. Biasanya waktu pengambilan rapor mamaku dicurhati guru-guru krn kelakuannya. Adikku juga gak pernah complain merasa tertekan dan kami berdua gak pernah punya masalah yang serius. Kalau di sekolah kami main dengan teman kelas kami sendiri tapi kalau papasan di sekolahan juga gak merasa canggung untuk bertegur sapa. Pulangnya juga barengan kecuali kalau masing-masing ada kegiatan lain seusai sekolah. Mungkin yang harus diperhatikan adalah hubungan putra putri, perbedaan umur, dan perbedaan jenis kelamin. (El)

Dari TK sampai SMP aku selalu satu sekolah dengan 2 kakakku. enak juga

Segi positifnya:

a.. Selain kalo ada masalah dengan temen di sekolah bisa ngadu ke kakak (ceritanya kakakku khan kakak kelas) jadi pasti yang mo macem-macem liat-liat dulu.
b.. Dapet lungsuran buku kalo sama, irit pengeluaran ortu..
c.. Asyiknya ikutan antar jemput bareng...

Segi negatifnya:

a.. Pasti selalu dibeda²in sama guru soal tingkah laku kita atau kerjaan lainnya. (Vi)

Aku sih sebenernya nggak pernah bener-bener satu sekolah sama adek²ku soalnya beda umurnya 5 tahun dan 8 tahun. Tapi yang berasa banget pas adekku yang cowok (beda 5 tahun) masuk SMA yang sama ama aku. Pada awalnya gak ada yang tau kalo dia adekku tapi mungkin karena mukanya mirip², akhirnya ketauan deh. Sejak itu guru² seneng banget ngebanding² in dia sama aku. Sebenernya dia lebih pinter dari aku, tapi mungkin karena dia cowok, lebih males dan lebih bandel. Mungkin karena pas masa puber juga, udah gitu ditambahin dengan omongan guru yang sering ngebandingin kita. Akibatnya dia jadi kebeban untuk harus lebih baik dari aku. Kalau nggak berhasil lebih baik dari aku, he become so stressed out dan mulai bolos sekolah. Bahkan sampe detik² terakhir menjelang ebtanas dia masih seperti itu. Alhamdulillah setelah sekeluarga memberi support dan pengertian, dia amazingly lulus SMA rangking 10 besar dan sekarang dapet beasiswa ke Belanda. Lain dengan adek saya yang paling kecil, dia paling bolot, males lagi (cewek). Tapi anaknya cuek, dibanding² in ama kakak²nya juga nyantai aja. Jadi kalo menurut aku, tergantung kepribadian anaknya, kira² bisa kuat ato nggak dibanding² in. Tapi kalo misalnya seimbang, ya nggak masalah. (Ta)

Aku sih sekarang malah kepengen anakku, kalau bisa, satu sekolah. Menurutku banyakan positifnya, selain dari segi ongkos. Rasa kakak-adikpun terbentuk lebih akrab kayaknya. Si kakak bisa juga membimbing adiknya (kebetulan anakku yang besar selalu tergerak untuk jadi "kakak". Mungkin buat anak lain jadi beban, anak khan beda - beda). Khusus untuk anakku, si kakak kepengen banget satu sekolah dengan adiknya. Dan kayanya, adiknya lebih sreg juga kalau bisa bersama. (kebetulan si kakak mau SD si adik mau Pre-school). Sayangnya di Bintaro sekolah yang bisa satu lingkungan itu jarang banget ya. Kalau ada masukkan mengenai hal ini aku juga tertarik banget. (Dh)

Aku sama kakakku dari tk sampe sma satu sekolah, kalau dua adikku yang lain beda sejak smp. Enaknya bisa dapet lungsuran buku, diktat, sama kebiasaan guru², terus kakak kelas juga nggak berani galak², soalnya ada kakakku. Tapi nggak enaknya nih, bener² deh soal dibandingin ini, aku sama om ku yang bedanya puluhan tahun pun masih suka disebut² sama guru SD ku. Apalagi sama kakakku yang bedanya cuma 2 taun. Kayaknya, mesti dibekelin wejangan kalo mau satu sekolah. Biar identitas keduanya nggak keganggu, abis aku ngerasa dulu sempet berasa krisis identitas dibanding²in terus sama kakakku, padahal aku sama dia beda "jurusan", hampir di segala hal. (In)

Aku tiga bersaudara cewe semua dan kita hanya selisih umur 1 thn. Kebetulan waktu SD kita satu sekolah. Adikku yg paling kecil waktu kecilnya sangat pendiam, nyaris nggak punya teman dan nggak selincah/ segesit 2 kakaknya, bisa kebayang deh, waktu itu kita bertiga sempet jadi perhatian para guru², krn kita lumayan juga disekolah, dapat ranking, termasuk adikku itu, cuma krn dia serba lambat dan pendiam, kalau ditanya guru, dia malah diam, responnya kurang, guru pastilah ngebandingin dgn kakaknya, yg sedihnya, selalu adikku yg kecil yg kena dan denger omongan itu, itu juga yg mungkin bikin dia makin pendiam dan si kecil ini ngungkapin semuanya pas kita² udah pada kuliah/lewat masa² sekolah, dia bilang dia sedih banget dan sebel kalau dibandingin gitu. Waktu smp sampai kuliah aku udah nggak bareng mereka lagi, tapi 2 adikku itu sampai sma bareng, yg melegakan buat sikecil, pas dia SMA, krn beda jurusan ama kakaknya, dia bilang dia seneng sekali nggak beban dan temannya jadi banyak. Ini semua mungkin juga krn pas smp-nya dia kan bareng kakaknya (adikku satu-nya lagi) tapi mereka selalu beda waktu kelasnya, kalau kakaknya masuk pagi, dia masuk siang. Harus diliat keadaannya juga ya, maksudku dulu meskipun guru sering cerita tentang kita pas bagi raport, ibuku dan kitanya juga nggak terlalu mempermasalahkan hal² ini, krn adikku jg nggak bermasalah dgn nilai²nya. (Rh)

Kesimpulan :

Akhirnya setelah berdiskusi dgn suamiku, Insya Allah anak²ku akan sekolah di sekolah yang sama, krn pertimbangan ongkos, kurikulum yg serupa (mudah²an jadi bisa share buku), lingkungan yg akrab dan kemudahan² lainnya, setidaknya sampai SMP, nanti waktu SMA Insya Allah mereka kita pisahkan, supaya bisa berkembang punya identitas sendiri gak dibayangi image saudara kandungnya masing-masing. Insya Allah juga kita ortunya diberikan kemampuan untuk bisa kasih arahan supaya masing-masing anak punya self confidence yg kuat sehingga bisa jadi pribadi yang mandiri. (Ma)

Menyikapi Anak Enggan Sekolah

SAAT anak sudah memasuki masa sekolah, kadang Anda selaku orangtua mendapati mereka tengah berada dalam kondisi jenuh. Maka hal terpenting dalam menyikapi anak yang jenuh sekolah adalah dengan memahami penyebabnya, sehingga Anda bisa menemukan cara mengatasi yang tepat, sesuai dengan permasalahan anak.

Menurut Rudangta Arianti Sembiring Psi, psikolog yang concern di bidang psikologi anak, kondisi anak yang jenuh hingga membuatnya enggan sekolah biasanya hanya sesaat.

"Anak enggan sekolah biasanya hanya saat hendak berangkat ke sekolah. Ada saja alasan yang mendasarinya, baik karena manja ingin diantar orangtua atau karena sedang bermasalah dengan teman," kata Rudangta saat dihubungi okezone melalui telepon genggamnya, Jumat (4/4/2008).

Menurutnya, ada yang menyebabkan anak bermasalah dengan temannya. Salah satu hal yang acapkali terjadi adalah karena anak tidak bisa mengontrol sesuatu.

"Misalnya ketika anak dititipkan oleh orangtua pada guru, saat itu dia menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Tak ayal, anak kerap menangis. Yang pada akhirnya membuat dia dimain-mainkan oleh teman-temannya," papar staf pengajar di Universitas Kristen Satya Wacana.

Tak sebatas itu saja, penyebab lain yang tak kalah penting adalah kebiasaan anak mengompol dan minum susu botol di sekolah. "Bahkan, kebiasaan anak yang selalu ingin diantar-jemput dan ditemani orangtua sering membuat anak menjadi bulan-bulanan teman," jelas psikolog lulusan Universitas Padjajaran itu.

Meski hal-hal di atas menjadi penyebab anak enggan bersekolah, dari masing-masing tingkat sekolah akan berbeda. "Pada anak di tingkat kelas satu Sekolah Dasar (SD), biasanya masih senang sekolah. Tapi kalau sudah berada di tingkat selanjutnya, anak sudah mulai jenuh karena pelajaran yang diperolehnya sudah semakin complicated. Sehingga hal itu yang memicu anak enggan berangkat sekolah," terangnya.

Pada tahap Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), lanjut Rudangta, biasanya anak sudah berani untuk bolos bersama teman-temannya.

"Karakter remaja sudah pear group, jadi daya tarik untuk memiliki alasan pergi bersama-sama untuk main dengan teman-temannya lebih besar daripada harus berangkat sekolah," tutur wanita ramah ini.

Ditambahkan olehnya, kadang anak memiliki 1000 alasan yang bisa meluluhkan hati orangtua untuk tidak sekolah. Terkait dengan psikologi perkembangan anak, pada masa sekolah, anak bisa melakukan malingering.

"Malingering sebetulnya istilah untuk anak berpura-pura sakit. Biasanya tindakan ini kerap dilakukan pada tingkat SD. Tiba-tiba anak mengaku sakit, padahal dia belum mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) atau belum siap menghadapi ujian. Kalau sudah diberi izin, biasanya penyakit itu sembuh dengan sendirinya. Maka, waspadailah gelegat anak seperti ini," imbuhnya.

Nah, bila kebiasaan ini sudah dibiasakan pada anak mulai dari tahap pre school, maka akan berdampak tidak baik untuk pendidikannya. Karena itu, mengajari anak disiplin sangat penting diterapkan sejak dini.

Menurut dia, disiplin tidak hanya berlaku di sekolah saja. Anda juga bisa mengajarkan disiplin di rumah. Kesibukan di rumah seperti membereskan kamarnya sendiri, meletakkan alat-alat permainan dan alat sekolahnya sendiri, merupakan aktivitas yang mengajarkan tata tertib dan disiplin.

"Sebab kalau mulai pre school anak sudah tidak diajari disiplin, maka akan membuat dia merasa bisa melarikan diri dari sekolah. Tapi, terlalu sering sekolah juga tidak baik. Karena pada tahap pre school adalah masa di mana anak untuk belajar bersosialisasi," tukasnya seraya menuturkan hal ini akan berlangsung hingga ke tingkat selanjutnya. (nsa)

Anak Malas Sekolah

WASPADAI jika anak yang biasa rajin ke sekolah, tiba-tiba enggan berangkat. Menyelidiki apa yang terjadi, merupakan langkah terbaik yang harus dilakukan orangtua.

Mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah adalah awal paling penting bagi anak-anak. Seperti aktivitas rutin yang dimulai dari bangun tidur, sarapan pagi, mempersiapkan buku, hingga berangkat sekolah.

Kegiatan rutin di pagi hari tersebut tidak akan menjadi beban bagi orangtua jika si anak menjalaninya dengan senang hati dan gembira. Sebaliknya, orangtua akan bingung jika tiba-tiba anak enggan bangun pagi, menolak sarapan, ataupun malas mengenakan seragam untuk sekolah.

Jika biasanya anak bersemangat bercerita tentang aktivitas di sekolah, tapi belakangan tiba-tiba sering melamun dan bermalas-malasan, seperti malas mengerjakan PR, belajar sampai-sampai malas berangkat ke sekolah, orangtua sebaiknya jangan langsung memarahi atau menghukum anak. Orangtua harus jeli dan bijak mencari penyebab anak berperilaku demikian. Sebab, jika tidak jeli, bisa saja anak akan semakin membenci sekolah dan bahkan trauma.

Seperti penelitian yang dilakukan seorang dokter anak dari Pediatric Medical Associates di Pennsylvania, Jeremy Lichtman MD yang mengungkap banyak hal penyebab anak tiba-tiba malas sekolah. Seperti alasan terlalu banyak tugas seperti pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan di rumah, lingkungan sekolah yang tidak nyaman, bahkan anak tidak percaya diri ketika berada di sekolah.

"PR memang tugas sekolah yang harus dikerjakan di rumah. Tetapi jika terlalu banyak, bisa-bisa membuat si kecil terbebani," kata Jeremy Lichtman.

Menurut Jeremy, orangtua harus aktif mengetahui tugas-tugas apa saja yang diberikan guru pada anak. Periksalah tenggang waktu penyerahan tugas yang ditentukan guru. Bantulah anak dalam mengerjakan PR, namun bukan berarti orangtua yang mengerjakannya.

"Biarkan si kecil yang mengerjakan sendiri PR-nya, tugas orangtua hanyalah membimbing dan mengoreksi apakah yang dikerjakannya sudah benar," tambah Jeremy.

Faktor lain yang perlu diwaspadai ketika anak malas berangkat ke sekolah adalah lingkungan sekolah yang tidak nyaman.

Dalam penelitian Jeremy, faktor itu biasanya disebabkan karena anak sering dijahili teman-temannya, bahkan bisa jadi dimintai uang.

"Kejadian seperti ini merupakan sesuatu yang sering didengar dan harus betul-betul diwaspadai orangtua agar anak tidak menjadi penakut atau bahkan trauma karenanya," ujar Jeremy.

Saat menghadapi hal seperti itu, Jeremy menyarankan agar orangtua segera mengambil tindakan. Tindakan itu bisa dengan menghubungi kepala sekolah dan ceritakan keluhan yang dihadapi si kecil saat sekolah. Mintalah kepala sekolah untuk menyelesaikannya dengan baik.

"Jika ternyata hal itu tidak juga bisa diatasi, jangan segan memindahkan anak ke sekolah yang bisa menjamin keamanan si kecil. Yang penting anak tidak menjadi korban," katanya lagi.

Penyebab lainnya, anak memiliki rasa rendah diri dan sulit bergaul dengan teman seusia. Hal itu membuat anak benar-benar tidak tertarik berangkat ke sekolah, karena di benaknya, sudah tertanam bahwa di sekolah dirinya tidak akan memiliki teman.

"Katakan pada anak bahwa dia sudah lebih beruntung dibandingkan dengan temantemannya yang cacat ataupun kurang mampu," tuturnya.

Penasihat dari Department of Counseling and Counseling Psychology, Auburn University Leah Davies, M Ed mengatakan, fobia sekolah atau dikenal juga Didaskaleinophobia adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau hilang ketika berangkat sekolah sudah lewat atau pada hari libur.

"Anak yang mengalami fobia sekolah biasanya merasakan tidak aman, sensitif, dan sering kali tidak tahu bagaimana harus menghadapi emosi yang mereka rasakan," ujar Leah menulis di berbagai jurnal pendidikan di Amerika Serikat.

Dia menuturkan, fobia sekolah dapat dialami oleh setiap anak hingga usia 14-15 tahun, saat mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru. Atau, ketika menghadapi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.
(sindo//tty)

Ketahui Waktu Tepat Anak Masuk Sekolah

KEBIASAAN hidup disiplin yang sudah diajarkan anak pada usia pre school, dirasa perlu oleh sebagian besar orangtua karena akan berdampak baik untuk pendidikannya.

Disiplin yang diterapkan tidak hanya berlaku di sekolah saja, tapi juga di rumah. Kesibukan di rumah seperti membereskan kamarnya sendiri, meletakkan alat-alat permainan dan alat sekolahnya sendiri, merupakan aktivitas yang mengajarkan tata tertib dan disiplin.

Pertanyaannya kini, pada usia berapakah anak sudah bisa diajari disiplin dan sekolah? Apakah untuk mengajari disiplin pada anak dapat dilihat dari jenjang pendidikannya mulai dari tahap pre school hingga kuliah?

Menurut hal itu, psikolog anak Elly Risman Musa Psi, memiliki cara pandang berbeda. Menurutnya, di dalam otak anak, belajar itu duduk dan membuka buku, sedangkan orangtua tidak mengerti bahwa dalam belajar itu perlu bermain.

"Bahwa bermain juga merupakan proses pembelajaran kita tidak mengerti. Makanya orangtua harus mengerti dulu baru membawa serta anaknya. Misalnya ketika naik pesawat maka kita harus mengikuti prosedur penerbangan. Bagi Anda dan anak, maka tolong diri anak terlebih dahulu baru Anda," kata Elly saat ditemui okezone di hotel Nikko, beberapa waktu lalu.

Anak usia 3 tahun yang telah dimasukkan dalam pre school, di dalam rumahnya pun belum mengerti aturan sepatu harus ditaruh di mana atau sebelum makan harus cuci tangan. Bahkan, orangtua harus rajin memberi tahu mereka.

"Anak-anak itu di dalam rumahnya saja belum bisa menyesuaikan diri secara sempurna dengan aturan-aturan yang ada. Sekarang kita masukkan lagi dalam lingkungan baru yaitu sekolah. Padahal ada 6 yang harus disesuaikan oleh diri masing-masing anak. Yaitu gedung, situasi jalan, guru, teman-temannya, tentang letak barang, tentang pelajaran, di mana harus buang air kecil atau BAB," terang psikolog lulusan UI yang melanjutkan Program Masternya di Summer Course at University of Hawaii.

Anak berusia 3 tahun, lanjut Elly, sambungan otaknya belum mencapai apa yang diinginkan orangtua. Baru mencapai 1 triliun, tapi kita hadapkan dengan situasi baru terus menerus.

Apalagi bila ada guru yang tidak tahu, dan menyuruh anak untuk selalu mewarnai gambar. Anak memang pasti akan selalu melewati garis karena perkembangan sensor motoriknya belum sempurna.

Jadi, setelah sambungan otaknya sudah sampai yaitu di usia 7 tahunlah waktu yang tepat bagi anak untuk dimasukkan sekolah. "Untuk usia play group sebaiknya hanya untuk benar-benar bermain," imbuh wanita yang mengambil gelar S3-nya di Department of Education, Florida State University, USA , itu.

Selain itu, dilanjutkan olehnya, pemilihan tenaga profesional atau staf pengajarnya pun jangan yang baru dikarbit untuk menjadi guru. "Dari Tujuan Instruktur Umum (TIU) ke Tujuan Instruktur Khusus (TIK) harus tahu betul, jadi itu diterjemahkan ke dalam mainan sehari-hari. Guru tidak mengerti karena PGTK hanya dua tahun. Di luar negeri, semakin rendah tingkat sekolah maka semakin tinggi guru pengajarnya," pungkasnya seraya menuturkan guru yang terbaik adalah ibu. (nsa)

Memilih Sekolah Untuk Anak

Bila mendekati tahun ajaran baru, para orangtua biasanya mulai sibuk mencari sekolah dasar untuk anak sebagai sarana untuk menuntut ilmu dan untuk meraih cita-cita di masa depannya. Karena itu pastilah setiap orangtua ingin yang terbaik untuk anaknya, mereka berusaha agar anak dapat belajar dan mendapat pendidikan disekolah yang bermutu.

Namun sekarang tidak sulit untuk mencari,karena sudah banyak sekolah yang mengembangkan kurikulum dan dan kwalitasnya, selain karena banyaknya persaingan juga disesuaikan dengan kebutuhan anak yang semakin banyak untuk menunjang pengetahuan dan wawasannya. Walaupun begitu orang tua tetap harus cermat dan teliti agar sekolah yang menjadi pilihan itu benar-benar baik untuk anak.

Beberapa faktor-faktor yang juga harus diperhatikan orang tua dalam memilih sekolah antara lain:

1. Kurikulum

Saat ini sudah banyak sekolah-sekolah yang menambah kurikulum selain yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan, kurikulum yang sudah ada itu biasanya ditambah dengan pelajaran bahasa asing dan komputer yang sekarang umum terdapat disekolah-sekolah dasar. Hal ini juga menjadi nilai tambah bagi sekolah karena dengan belajar bahasa asing sejak dini (Inggris atau mandarin yang umum dipelajari) maka orang tua berharap anaknya dapat mengerti arti dan percakapan dalam bahasa asing. Selain itu adanya pelajaran komputer juga menjadi pilihan agar anak dapat mengerti tekhnologi dan kemajuan.

2. Guru-guru / para pengajar

orang tua juga harus mengetahui bagaimana kwalitas para pendidik disekolah itu, apakah berpengalaman, tetapi saat ini sudah banyak guru yang lulusan sarjana pendidikan sehingga mereka juga mempunyai kemampuan untuk mengajar lebih baik. Selain itu guru berkepribadian baik, profesionalisme dan dapat berkomunikasi yang baik dengan anak juga menjadi pilihan karena nantinya para guru-guru itu yang mengajar dan mendidik anak disekolah.

3. Sarana dan prasarana yang ada disekolah

Dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap dan baik disekolah juga akan memperlancar kegiatan belajar anak sehingga dapat mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan anak.

4. Kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler seperti: Les sempoa, komputer, melukis, berenang dan lainnya juga menjadi penunjang disamping pelajaran sekolah yang sudah ada, karena berguna untuk menambah kreatifitas anak.

5. Lingkungan sekolah

Sekolah yang berada disekitar lingkungan yang baik dan aman akan memberikan kenyamanan pada anak dalam kegiatan belajar, oleh sebab itu faktor lingkungan juga harus menjadi pertimbangan para orang tua dalam memilih sekolah.

6. Memiliki reputasi dan nama baik

Dengan reputasi dan nama baik sekolah yang terjaga maka makin banyak orang tua yang akan memilih sekolah itu karena mengetahui kwalitas guru dan para lulusannya yang berhasil mendapat nilai-nilai yang baik untuk dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah pilihan.

Selamat memilih sekolah, semoga hal-hal yang tertulis diatas dapat menjadi tambahan pertimbangan para orang tua dalam memilih sekolah yang baik untuk anak.

Aman dan Nyaman di Sekolah Baru

TIDAK mudah bagi sebagian anak untuk menghadapi sekolah yang akan dimasuki. Bagaikan memasuki sebuah dunia baru yang asing. Bagaimana mengatasinya?

Setiap anak terlahir dengan sifat dan karakter yang berbeda. Ada anak yang memang sudah percaya diri di tempat baru. Namun, ada juga anak yang memiliki tipe pemalu sehingga susah untuk beradaptasi. Psikolog sekaligus pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan, untuk anak yang mempunyai tipe pemalu, harus diberikan penjelasan mengenai dunia luar secara bertahap.

Jika anak pemalu sudah terbiasa, dia akan melangkah maju lebih cepat. "Anak dengan tipe pemalu, jika dipaksakan mengenal dunia luar akan menjadi trauma," tambah pria yang biasa disapa Kak Seto ini. Dalam memberikan pengenalan dunia luar, memang harus bertahap.Orangtua jangan mengharapkan hasil yang instan. "Anak saya yang akan masuk SMP, sudah saya beri nasihat. Walaupun ia harus berada di tempat baru, di mana saja, maka terima saja apa adanya," tutur salah satu orangtua murid kelas 6, Ibu Ratna.

Cara yang bisa ditempuh dalam membantu sang anak untuk menghadapi dunia barunya, menurut Kak Seto, adalah melakukan dialog atau komunikasi timbal balik dengan anak. Yakinkan anak bahwa teman-temannya yang lain juga mengalami hal yang sama. Setiap anak akan mengalami perubahan. Dari yang tahu menjadi tidak tahu, dari yang besar menjadi kecil, dari tingkat SD menjadi SMP.

"Setiap anak pasti akan tumbuh dan berkembang. Ajarkan anak dalam hal bergaul, melakukan pekerjaan, bersikap, dan bertindak," ungkap Kak Seto yang juga pemilik sanggar Si Komo ini.

Dia menuturkan, salah satu cara menyiasati hal tersebut yaitu dengan simulasi atau pelatihan dalam mengenali dunia barunya. Misalnya, mengajak anak melihat gedung sekolahnya yang baru dan memperkenalkan pada guru-guru. Serta mengajarkan perbedaan dari sekolah terdahulu. Sebagai contoh, di SMP setiap mata pelajaran memiliki guru . Hal itu berbeda jika dibandingkan dengan di SD. Selain itu, Kak Seto mengatakan, mendampingi anak di awal mereka masuk adalah sesuatu yang normal.

Tidak berarti orangtua memanjakan si kecil, tetapi hanya mengantarkan mereka untuk membantu berlatih bicara pada guru. Dalam menghadapi lingkungan barunya itu, pengawasan harus dilakukan terus menerus. Apalagi jika melihat semakin banyaknya anak yang merokok mulai dari usia 9-11 tahun, juga kasus penggunaan narkoba saat ini. Sasaran empuk dari para bandar narkoba adalah anakanak yang dalam masa-masa SMP.

"Karena kita menginginkan anak kita dalam dunia barunya itu merasa aman dan nyaman, maka kita harus melatih mereka untuk berbicara pada gurunya.Dan i n i adalah salah satu tantangan yang harus mereka hadapi kelak," ujar Kak Seto.

Hal tersebut diharuskan bagi para orangtua yang menginginkan anaknya terhindar dari bahaya lingkungan luar mereka yang baru, yaitu ketika tidak semua pergaulan membawa dampak yang positif. "Pada masa-masa usia SMP, mereka belum banyak mengerti masalah pergaulan, tetapi memiliki rasa penasaran dan ingin tahu yang lebih besar," tambah Kak Seto.

Dampak negatifnya, bila orangtua tidak melakukan pengawasan adalah terjadinya hal di luar dugaan yang dapat mengancam keselamatan anak. Biasanya, untuk memenuhi rasa keingintahuan yang besar terhadap hal yang baru, si anak cenderung melakukan hal negatif.

Ditambah perasaan "hebat" di depan teman-temannya, apabila dia mampu melakukan hal yang di luar batas kemampuannya. Karena mereka dituntut untuk kompak dengan teman baru.

Kak Seto berpesan agar orangtua terus menuntun anak untuk menghadapi dunia barunya, beradaptasi dengan lingkungan baru, dan bersahabat dengan suasana baru. Jangan biarkan anak mendapatkan lingkungan baru yang membawa mereka kepada hal negatif. (sindo//nsa)

GURU GANTI, "SEKOLAH" BERHENTI

"MaIta enggak mau sekolah lagi. Bu guru Ita ganti."

Di taman kanak-kanak, si prasekolah biasanya memiliki hubungan yang dekat dengan gurunya. Ketika guru tersebut harus diganti, boleh jadi hal itu meninggalkan kesedihan pada siswa-siswinya. Bahkan ada yang sampai mogok sekolah, seperti yang dialami Ita. Namun ayah-ibu tak perlu buru-buru menyalahkan keadaan, sebab penyebab mogok sekolah pada anak balita tidak mutlak disebabkan kehilangan guru favoritnya. "Sebetulnya sikap-sikap yang dimunculkan oleh anak sangat bergantung pada respons dari lingkungan," ucap Rahmitha P.S, psikolog yang juga mengelola SD Hanaeka di Bogor.

Jadi kalaupun kesedihan anak sampai berlarut-larut dan menyebabkannya mogok sekolah, itu karena orang tua dan guru tidak tanggap. Sejak awal, perasaan sedih dan permasalahannya dianggap remeh, padahal semestinya orang tua dan guru menunjukkan simpati dan memberikan penjelasan yang mampu membesarkan hati. Contohnya, "Ita sedih ya Sedih boleh saja, tapi kan masih ada Bu Ana yang juga pandai menggambar yang lucu-lucu."

Jadi sebaiknya orang tua memang mengiyakan sikap sedih anak sehingga ia tahu bahwa perasaan sedih atau kecewa itu bukanlah sesuatu yang buruk. Anak yang memahami adanya beragam perasaan, baik itu sedih, gembira, kecewa dan mampu mengungkapkannya, niscaya akan memiliki kecerdasan emosional. Kelak, anak akan lebih mudah mengungkapkan perasaannya dan mudah berempati terhadap orang lain.
BILA MOGOK SEKOLAH

Lalu, bagaimana bila anak sudah telanjur sedih dan mogok? Sebaiknya orang tua melakukan pendekatan ekstra. Ajaklah anak untuk berbicara dan pilihlah tempat yang memungkinkan anak leluasa mengeluarkan emosi atau kesedihannya. Misalnya, di kamar. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

1. Galilah perasaan anak

Tindakan ini penting dilakukan demi menghindari timbulnya rasa bersalah dalam diri anak. Bisa jadi anak beranggapan bahwa gurunya pergi karena dirinya nakal, tidak mendengarkan nasehat, tidak mengerjakan tugas dengan baik, dan lain-lain. Ini karena umumnya anak-anak berprinsip selalu ingin menye-nangkan orang lain dan sering menyalahkan diri sendiri.

2. Hindari memarahi anak

Memarahi anak akan membuat anak tambah merasa bersalah. Buntutnya si anak bisa jadi malah menarik diri dan menyendiri. Sikap yang sebaiknya ditunjukkan adalah memahami kesedihannya.

3. Bantulah mengalihkan pikiran anak

Umumnya cara berpikir anak masih terbatas. Tugas orang tua adalah membantu mengalihkan perhatiannya dari sosok guru favorit yang digantikan. Caranya dengan mengajak anak berbicara dan mengajukan alternatif penyelesaian. Misalnya, dengan melontarkan beberapa kalimat pancingan. "Ita kan sudah pernah bertemu dengan Ibu Ana, guru yang biasanya mengajar di kelas A2. Ibu Ana itu juga pandai lo. Gambarnya bagus-bagus dan lucu. Yuk, besok kita lihat sama-sama di sekolah."

4. Berikan dukungan

Orang tua dan pihak TK hendaknya memberikan dukungan dengan menghadirkan guru pengganti yang sama kualitasnya. Pilihlah guru yang mampu mengambil hati anak dan peka terhadap kebutuhan anak. Guru pengganti ini hendaknya juga membantu anak beradaptasi. Selain itu harus mampu membuka pikiran bila melihat ada tanda-tanda masalah pada anak didiknya. Dengan begitu kesedihan anak tidak semakin bertumpuk.

DAMPAK YANG MUNGKIN TIMBUL

Bila anak dalam kondisi yang tidak stabil secara emosional, menurut Rahmitha, rasa kecewa dan sedih itu dapat berpengaruh pada banyak hal. Di antaranya kemampuan berpikir, berkonsentrasi, dan bersosialisasi. Semua ini apabila terganggu akan memengaruhi prestasi belajar anak.

Lama masa pemulihan ini sangatlah relatif. Prosesnya dipengaruhi oleh lingkungan, kecerdasan, dan kematangan anak. Jika lingkungan bersikap kondusif, maka makin cepat si anak melupakan rasa kehilangannya. Pun semakin tinggi kecerdasan dan kematangan anak, semakin cepat proses pemulihannya.

TAHAPAN KEHILANGAN

SESEORANG yang mengalami kehilangan, umumnya akan melalui 4 tahapan. Kehilangan rasa karena ditinggalkan oleh orang-orang yang disayangi atau kehilangan barang berharganya. Empat tahapan itu dijabarkan oleh Kubler Ross pada tahun 1969 dalam Teori Kehilangan.

1. Tahap kaget, tak percaya atau mungkin menolak kenyataan yang sebenarnya terjadi

Pada tahap ini umumnya individu yang kehilangan belum menerima fakta yang sebenarnya. Jadi, individu yang kehilangan mengaku tidak apa-apa dan terlihat tegar, bahkan kerap tak menangis. Tahapan ini bisa terjadi dalam beberapa hari.

2. Tahap cemas, menangis, dan muncul rasa takut

Tahap ini dapat terjadi pada hari kelima atau setelah 2 minggu kehilangan. Umumnya, anak yang bersangkutan mulai terlihat sangat sedih dan depresi. Bentuknya bisa berupa tangisan keras yang berbuntut munculnya rasa takut akibat kehilangan itu. Takut akan nasibnya setelah kehilangan.

3. Tahap mulai dapat menyimpulkan

Memasuki tahap ini individu yang kehilangan mulai dapat menerima. Pelan-pelan ia sudah mulai menyadari keadaan seperti kehilangan guru favoritnya. Dalam benaknya mulai muncul pemahaman bahwa guru kesayangannya diganti karena alasan tertentu . Dalam tahapan ini, si anak sudah berangsur-angsur berkurang rasa sedihnya.

4. Tahap menemukan identitas baru

Tahapan ini ditandai dengan sudah tidak adanya kesedihannya atau ia sudah mulai terbiasa serta menerima kondisi sekarang. Misalnya, anak yang kehilangan guru favoritnya sudah mulai menerima kehadiran guru pengganti dan belajar seperti sedia kala.
(tabloit-nakita)

Pergi ke sekolah tanpa diantar , bolehkah?

Boleh saja. Asalkan ia sudah memahami identitas dirinya dan selalu mematuhi aturan keselamatan di jalan.

"Ma, hari ini aku enggak usah diantar ke sekolah ya. Aku bisa kok berangkat sendiri. Ita saja sudah berani ke sekolah sendiri. Boleh ya...Ma," rengek Ratna kepada Tati. Tati merasa bimbang. Ia belum yakin dengan kemampuan anaknya yang masih duduk di kelas TK B ini. Menurutnya, Ratna masih kurang berhati-hati dan kerap mengabaikan aturan keselamatan di jalan. Jadi, belum waktunya untuk melepas Ratna ke sekolah sendiri, walau jarak dari rumah ke sekolah tergolong dekat. Benarkan sikap Tati?

Sikap Tati sudah tepat. Memang tak ada acuan yang pasti kapan anak dapat dilepas untuk berangkat-pulang sekolah sendiri. Sebab setiap anak, meski usianya sama, memiliki tingkat kematangan kognitif yang berbeda-beda. Untuk itulah pemberian izin "kelayakan" sangat tergantung pada penilaian orang tua terhadap anaknya. Bila orang tua yakin dan percaya bahwa anaknya telah mampu mandiri dan matang maka si kecil boleh saja dilepas sendiri ke sekolah meski masih prasekolah.

Dilihat dari tugas perkembangannya, kemandirian si prasekolah memang sudah lebih baik ketimbang sebelumnya. Pengertiannya tentang manusia, benda dan situasi sudah meningkat dengan pesat. Hal ini seiring dengan kemampuan intelektualnya yang membumbung, terutama kemampuan berpikir. Kecakapannya dalam menjelajah lingkungan pun semakin baik yang ditunjang kemantapan koordinasi dan pengendalian motorik si prasekolah.

Si kecil pun sudah memiliki kesanggupan untuk bertanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti orang lain. Tahapan pemikiran ini dinamakan praoperasional. Anak sudah mulai berkembang cara berpikirnya, pemahamannya dan berbahasanya. Meskipun masih belum sempurna betul dan masih egosentris.

PERSIAPAN YANG HARUS DILAKUKAN

Si prasekolah pastilah merasa senang dan bangga, bila diizinkan untuk pergi dan pulang sekolah sendiri. Namun sebelumnya orang tua perlu melakukan sejumlah persiapan. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:

· Menanamkan kesadaran pada si prasekolah soal pentingnya mengetahui identitas diri, identitas orang-orang di sekitarnya serta identitas sekolahnya. Ini berarti ia harus hafal nama lengkap dan panggilannya, nama ayah-ibu, nama kakak, adik, nenek atau orang-orang yang tinggal serumah dengannya, alamat rumah, nomor telepon, nama sekolah, guru, dan kelasnya.

· Penyampaian yang berhubungan dengan identitas pribadi ini dapat dilakukan pada berbagai kesempatan dan berulang-ulang. Misalnya, saat si kecil bermain, saat mandi atau saat menjelang tidur. Yang penting suasananya harus tenang dan ia tidak dalam keadaan mengantuk/rewel sehingga dapat menangkap materi dengan baik. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan anak akan itu, penyampaian bisa dilakukan dengan tanya jawab. Penguasaan materi ini penting sebagai antisipasi jika suatu yang tidak diinginkan terjadi. Contohnya kecelakaan, sehingga pihak rumah atau sekolah dapat segera dihubungi. Ingatkan pula agar si prasekolah tidak mengumbar identitas pribadi ini pada sembarang orang. Apalagi orang yang tidak dikenal karena bisa malah membahayakan dirinya.

· Si prasekolah juga harus mengetahui dan hafal rute dari rumah ke sekolah dan sebaliknya dari sekolah ke rumah. Tak ketinggalan aturan di jalan raya. Umpamanya, berjalan kaki harus di trotoar, sebelum menyeberang jalan harus melihat kiri-kanan terlebih dahulu. Demikian pula, aturan bila ia menggunakan angkutan seperti becak, ojek, atau angkot. Bahwa ia mesti duduk dengan baik dan tidak bercanda atau berdiri seenaknya demi keselamatan diri.

· Untuk melepas si kecil ke sekolah sendiri dapat dicoba secara bertahap. Awalnya anak tetap didampingi saat berangkat-pulang sekolah namun dalam posisi tidak terlalu dekat. Biarkan ia berjalan lebih depan dari kita. Amati bagaimana caranya berjalan; apakah tertib atau malah seenaknya sendiri, alias tidak mengacuhkan aturan keselamatan di jalan.

· Sambil berjalan dapat dilakukan tanya jawab tentang identitas pribadi dan materi aturan keselamatan berjalan. Bila si prasekolah melakukan kesalahan sikap sampaikan koreksi langsung, bagaimana sikap yang sebenarnya dan akibat yang bakal didapat dari sikap yang salah tadi. Dengan begitu anak dapat mengetahui hubungan sebab akibatnya. Melalui pengalaman langsung anak akan lebih mudah paham dan ingat.

BEBERAPA SYARAT MUTLAK

Sejumlah hal lain yang harus diyakini orang tua bila ingin melepas si prasekolah untuk pergi dan pulang adalah:

1. Yakin si prasekolah sudah paham dan mengerti akan identitas diri, identitas keluarga dan identitas sekolahnya. Bila ia belum paham atau masih sering lupa, sebaiknya tidak dibiarkan pergi dan pulang sekolah sendiri. Katakan bahwa Anda belum yakin untuk mengizinkannya dan kaitkan dengan pentingnya pemahaman identitas pribadi tersebut.

2. Yakin dengan keamanan jalan dan lingkungan rute pergi-pulang sekolah si kecil. Apakah ramai dengan kendaraan umum, apakah ada orang-orang yang patut dicurigai yang biasa ditemui di rute tersebut, dan lainnya. Bila memang aman tak ada salahnya si prasekolah diizinkan. Namun jika tidak, jangan biarkan ia pergi sendirian.

3. Yakin akan identitas pengemudi dan sikapnya dalam mengemudi. Ini berlaku bila si prasekolah berlangganan ojek, becak atau sejenisnya. Untuk itu, pada awalnya kita mesti men- dampingi dulu si prasekolah saat menggunakan angkutan tersebut.

4. Yakin anak selalu menyiapkan uang pas untuk ongkos angkutan umum. Ingatkan pula untuk memerhatikan jalan dan ajarkan ia untuk menyebutkan tempat tujuan kepada pengemudi agar tidak terlewat. Bila jarak antara rumah dan sekolah terlalu jauh dan angkutan umum yang digunakan tergolong besar (seperti bus), sebaiknya anak didampingi saat pergi dan pulang sekolah.

5. Yakin mengenal dan mengetahui identitas teman seperjalanan si prasekolah. Bila si kecil ke sekolah bersama teman-temannya, cobalah untuk mencari tahu identitas teman-temannya itu. Niscaya identitas itu dapat dimanfaatkan untuk mencari informasi bila anak terlambat pulang atau ada peristiwa lain yang tidak diharapkan.

6. Jalin komunikasi dengan pihak sekolah. Sampaikan kepada guru/pihak sekolah, bila si prasekolah sedang mencoba pergi dan pulang sendiri. Harapannya pihak sekolah dapat memberikan perhatian tambahan. Misalnya, mengantarkan si prasekolah sampai naik angkutan umum atau sekadar menyeberangkan jalan.

Atau bila si kecil terlambat tiba di sekolahatau terjadi sesuatu hal yang di luar dugaan dapat diinformasikan dengan segera kepada orang tua. Tak ada salahnya orang tua pun mengecek, apakah si prasekolah sudah tiba tepat waktu di sekolah atau tidak.

7. Sesekali dampingi anak. Akhir-akhir ini banyak kejahatan terhadap anak yang dilakukan orang dewasa /anak yang lebih besar. Untuk itu orang tua perlu sesekali mengantar atau menjemput si kecil ke/dari sekolah. Hal ini bertujuan agar orang yang berniat jahat, tidak bisa "membaca" rutinitas dan kebiasaan anak. Meskipun ia berlangganan becak atau ojek sekalipun.

8. Jangan memakaikan anak perhiasan/barang-barang berharga karena dapat mengundang orang berniat jahat.

9. Ajarkan beberapa sikap waspada demi keselamatannya, seperti tidak menerima pemberian makanan/minuman dari orang yang tidak dikenal. Atau menjawab sesingkat mungkin pertanyaan orang yang tak dikenal. Kalau perlu jangan bicara pada orang yang tidak dikenal.
BILA SI PRASEKOLAH BERSEPEDA

Bersepeda adalah kegiatan yang mengasyikkan bagi si prasekolah. Namun jika ia merengek ingin bersepeda ke sekolah, orang tua perlu mengkaji beberapa hal penting. Seperti soal jarak tempuh bersepeda. Kalau tergolong jauh dan si kecil harus bersepeda di lalu lintas yang ramai, lebih bijaksana jika ia tidak diberi izin untuk itu. Namun kalau rute tempuh dari rumah ke sekolah tergolong dekat dan aman, bersepeda ke sekolah tentu akan mengasyikkan baginya. Akan lebih menguntungkan lagi jika di sekolahnya tersedia tempat penitipan sepeda.

Namun sebelum itu, jangan lupa bekali anak dengan panduan keselamatan di jalan. Umpamanya, bersepedalah di sebelah kiri jalan. Jika melewati pertigaan/perempatan, jangan asal menyeberang namun lihat kanan kiri terlebih dulu. Kalau perlu mintalah tolong kepada polisi/petugas lalu lintas. Ingatkan pula agar ia selalu waspada. Jangan bersepeda sambil berbicara atau bercanda dengan teman. Sesekali mintalah guru di sekolahnya untuk bertanya/meminta anak bercerita di depan kelas tentang pengalamannya bersepeda sehingga perilakunya dapat dievaluasi.

Yang lebih penting, amati dulu si kecil sebelum melepasnya bersepeda sendirian ke sekolah. Apakah ia sudah mampu bersepeda dengan baik serta memerhatikan aturan keselamatan di jalan. Bila belum, tegurlah secara langsung dan sampaikan cara yang semestinya.(tabloid-nakita)

CUTI "SEKOLAH"

Bagaimana membujuk anak yang sedang tidak mood "sekolah"?

Memasukkan anak ke taman kanak-kanak adalah proses awal penyesuaiannya dengan pendidikan formal. Di situ anak belajar banyak hal seperti bersosialisasi, berinteraksi, berdisiplin, belajar mengalah, berbagi, juga pengetahuan-pengetahuan yang mungkin tidak didapat anak di rumah.

Nah, bila dia terlalu sering "cuti", akibatnya tentu kehilangan banyak kesempatan belajar. Sering "cuti" pun dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan buat anak. Sedikit-sedikit ia jadi gampang memutuskan tidak mau "sekolah".

Sebaiknya, kita harus punya kebijaksanaan sendiri apakah anak harus "cuti" dari "sekolah" atau tidak. Bila memang anak tak terlalu diperlukan dalam kegiatan kita, sebaiknya dia tetap "bersekolah" supaya tidak kehilangan hal-hal penting dalam proses perkembangan pendidikannya. Misal, menjadwalkan wisata berhari-hari ke luar kota hanya sekali dalam 6 bulan. Bila kemudian harus berwisata kembali, kita pilih yang hanya memakan waktu 1-2 hari dengan mengambil weekend saja. Intinya, jangan sampai mengorbankan waktu anak bersekolah.

ALASAN TEPAT

Tidak masuk "sekolah" boleh saja, asalkan dengan alasan yang sangat penting. Misal, mengunjungi kakek/nenek yang sedang sakit, atau ada kerabat yang melangsungkan pernikahan di luar kota, dan keperluan lainnya yang memang tak bisa ditinggalkan.

Hindari alasan yang tidak penting, contohnya karena orangtua sedang tidak punya waktu mengantar anak. Alasan yang dicari-cari jelas merugikan; si kecil jadi kehilangan kesempatan untuk menerima banyak hal positif di "sekolahnya" pada hari itu. Selain juga kehilangan biaya yang sudah kita keluarkan yang mungkin jumlahnya cukup besar.

Kalau alasannya penting, jangan lupa jelaskan di mana letak pentingnya. "Nak, Tante Tuti dan Om Ari akan menikah di rumah Oma, jadi kita harus ke sana. Mama, kan, kakaknya Tante Tuti, kalau tidak ke sana nanti Oma dan Tante Tuti bisa marah besar." Kembangkan dialog sederhana kepada anak ketika dia menanyakan hal seputar kealpaannya di "sekolah" agar dia benar-benar paham kenapa dia tidak masuk "sekolah".

Sebaiknya tidak menggunakan kata "bolos" ketika meminta anak untuk tidak masuk "sekolah". Kata "bolos" bernada negatif dan identik dengan kemalasan. Jadi, gunakanlah kata yang lebih halus yang konotasinya lebih positif, seperti "tidak hadir," "cuti," atau "izin".

Bila memungkinkan, ajak anak untuk minta izin gurunya terlebih dahulu. Dengan begitu, anak melihat bahwa "cuti" tak boleh dilakukan sembarangan melainkan harus dengan seizin guru. Contoh, "Adek, besok dan lusa kita minta izin tidak masuk sekolah ke Bu guru ya. Kan kita mau ke rumah nenek, menghadiri pernikahaan Tante Tuti."

Dengan kata yang lebih halus ini, persepsinya pun jadi lebih positif. Biasanya guru pun akan berpesan, "Kamu boleh kok tidak 'sekolah', tapi jangan terlalu sering ya!" misal. Nah, perkataan tersebut menjadi peringatan bahwa ia tidak diizinkan untuk sering-sering minta cuti.

BOSAN ATAU MALAS

Sebenarnya kita bisa meyakinkan anak bahwa banyak hal menyenangkan yang bisa ia lakukan di "sekolah". Bertemu teman, bermain perosotan, ayunan, jungkat-jungkit, bernyanyi bersama, mewarnai, bermain pasel adalah beberapa di antaranya. Dengan bujukan-bujukan halus biasanya anak mau ke "sekolah".

Namun memang, bila anak sedang bad mood berat sangat sulit membujuknya. Bila demikian, sesekali boleh saja kita mengizinkan anak tidak "sekolah" karena mungkin ia sedang ingin bermain di rumah. Beritahukan hal yang sebenarnya kepada guru di "sekolah" bahwa anak kita sedang bad mood.

Akan tetapi, bukan berarti kita harus selalu meluluskan permintaan anak. Yang harus kita lakukan, selain membujuk, adalah mencari tahu penyebab mengapa anak sering tidak mau "sekolah". Apakah memang karena malas, bosan, atau ada hal tertentu di "sekolah" yang membuatnya enggan.

Bila hanya karena malas, biasanya dengan sedikit bujukan anak akan luluh tetapi bila ada satu hal di kelas akan sangat sulit membujuknya. Umpama, mungkin anak sering dijahili oleh teman-temannya. Bila demikian, kita harus meyakinkan bahwa dia harus berani menghadapi keadaan, "Kamu harus berani, tidak boleh takut, biar saja kamu dibilang gendut tapi kan kamu pintar, bisa menggambar monster."

Bila kita membangun rasa percaya dirinya dengan baik, maka rasa "pede" anak pun akan terbangun secara perlahan sehingga ia tak takut bila dijahili temannya. Bila anak kembali enggan "sekolah" karena temannya masih suka meledeknya, cobalah lakukan kerja sama dengan para guru agar anak-anak lain tidak mengejek.

Atau mungkin anak ingin ditemani ayah atau ibunya ke "sekolah". Mungkin dia melihat banyak temannya yang ditemani oleh orangtua masing-masing. Bila demikian, cobalah sesekali menemani anak ke "sekolah", izin setengah atau sehari dari kantor bisa kita lakukan. Nah, saat menemani anak cobalah buat ia gembira. Misal, dengan mengatakan kalau ia adalah anak yang baik kepada gurunya. Tidak sebaliknya malah bilang kalau anak kita penakut karena "sekolah" harus ditemani. "Indri anak berani kok. Mungkin dia ingin menunjukkan siapa mamanya. Jadi, meminta saya untuk menemaninya ke 'sekolah'," misalnya diucapkan di depan anak.

Bisa juga keengganan anak ber"sekolah" disebabkan fasilitas atau metode pengajaran yang membuat anak bosan. Ruangan yang panas, area bermain yang sempit, Mainan yang apa adanya, juga metode pembelajaran yang tidak memerhatikan tingkat perkembangan anak, sehingga membuatnya bosan. Bila demikian, cobalah cari jalan terbaik, umpama, dengan memindahkan anak ke "sekolah" yang memang cocok untuk anak, dari sarana hingga metode pembelajarannya.

"SEKOLAH" di Perjalanan

Meskipun anak tidak hadir di "sekolah", sebaiknya kita tetap memberikan pendidikan ke anak. Hal ini bisa kita lakukan di dalam perjalanan maupun di tempat tujuan bila memang ada kesempatan. Banyak hal positif yang bisa diberikan.

Pendidikan dalam Perjalanan

Banyak pengetahuan yang bisa kita berikan ke anak di dalam perjalanan. Bila kita menggunakan mobil, kita bisa menggunakan bangunan bersejarah, tanda lalu lintas, binatang, gunung, pohon, atau apa pun yang dilihat anak sebagai sarana pendidikan. "Lihat, itu adalah bangunan bersejarah, namanya Museum Gajah." Atau saat melihat gunung, "Adek itu gunung Merapi, itu lo yang pernah meletus. Kalau sedang meletus gunung itu akan mengeluarkan lahar dari puncaknya."

Bila kita menggunakan kereta api, pesawat terbang, atau kapal laut, kita juga bisa memberikan informasi pengetahuan ke anak. Umpama, kereta api itu jalannya di rel yang sangat panjang, pesawat terbang harus punya sayap biar bisa terbang tinggi, atau menjelaskan kalau sebagian besar bumi kita adalah laut saat berada di atas kapal laut. Inti dari semuanya adalah memperkaya pengetahuan anak dengan memberikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan luarnya yang jarang ditemuinya.

Pendidikan di Tempat Tujuan

Saat berada di tempat tujuan, di rumah nenek misalnya, kita pun bisa memberikan berbagai jenis pendidikan lain ke anak. Kita bisa mengajaknya mengembangkan kemampuan bersosialisasinya lewat perkenalan dengan saudara sepupunya, mengenalkan pohon keluarga dengan mengenalkan anggota keluarga, mendidik anak untuk lebih dekat dengan alam lewat lingkungan perkampungan yang sangat asri, dan sebagainya. Selain pengetahuan dan kemampuan anak bertambah, dia pun akan lebih senang menjalani kesehariannya.

Materi "Sekolah"

Tak salah bila kita menyisipkan materi-materi "sekolah" di dalam perjalanan atau di tempat tujuan. Contoh, di "sekolah" anak sedang diajarkan menggambar, nah kita bisa membawa buku gambar, bila ada kesempatan kita bisa meminta anak untuk menggambar dan mewarnai. Nah, bila saat izin gurunya berpesan agar anak menceritakan perjalanannya sekembalinya ke "sekolah", kita bisa mengajak anak untuk mengamati apa saja yang ditemukannya dalam perjalanan, apa saja yang dilakukannya di rumah nenek, dan sebagainya. Dengan begitu, meskipun anak izin dari "sekolah", dia tetap tidak ketinggalan materi "sekolah"nya. Tentu, kita harus melakukannya sambil bermain, tak perlu dipaksakan bila anak tak mau melakukannya. (tabloid-nakita)