Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Non Formal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Non Formal. Tampilkan semua postingan

Les Anak : Cara Cermat Memilih

Ada segudang pilihan kegiatan ekstrakurikuler anak di luar sekolah. Kegiatan tambahan ini bisa untuk mengasah bakat seni atau kemampuan olahraganya.

Tapi jangan silau dengan banyaknya pilihan les demi untuk memuaskan keinginan orang tua. Jangan pula anak dituntut ikut beragam les tanpa melihat kemampuan dan keinginan si anak. Selain kegiatan sekolah yang memiliki rutinitas sama, anak-anak memang membutuhkan kegiatan tambahan (ekstrakurikuler)yang bisa menghilangkan kejenuhan. Ekstrakurikuler juga bisa menambah teman, menyalurkan hobi dan juga meningkatkan sosialisasi buat anak.

Ekstrakurikuler buat anak bisa didapat dari sekolah ataupun memasukkan anak-anak ke tempat kursus di luar sekolah. Ekstrakurikuler yang bisa dipilih tergantung dari hobi dan minat si anak.

Ada beraneka pilihan untuk kegiatan ekstrakurikuler ini mulai dari sekolah olahraga, sekolah musik, drama, les bahasa, fotografi ataupun kegiatan tambahan lainnya.

Tapi meski ada banyak pilihan les untuk menambah keterampilan anak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti dikutip dari eHow:

  1. Cari tahu apa yang menjadi hobi dari si anak. Meskipun banyak keuntungan yang bisa didapat oleh anak dengan ikut kegiatan yang baru, orang tua juga harus memastikan bahwa kegiatan tersebut akan menarik untuk anak.
  2. Cari beberapa pilihan ekstrakurikuler yang sesuai untuk anak. Temukan kapan waktunya, seberapa sering ekstrakurikuler tersebut, berapa biayanya, dan siapa pengajar atau pengawasnya.
  3. Diskusikan hasil pilihan orang tua dengan anak. Orang tua juga ingin memastikan bahwa anak juga akan senang melakukan kegiatan tersebut, bukan karena paksaan dari orang tua saja.
  4. Berikan dua atau tiga pilihan kepada si anak.
  5. Anak akan lebih berkomitmen untuk menjalani ekstrakurikuler pilihannya sendiri.
  6. Orang tua juga harus terlibat, dengan ikut mengantar atau menjemput sang anak saat menjalani ekstrakurikuler, dan memberikan dukungan saat anak mengikuti lomba dari ekstrakurikuler tersebut.
Sebagai orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi ada satu hal yang harus diingat bahwa anak harus menikmati segala sesuatu yang mereka jalani tanpa ada paksaan ataupun hal lain yang membuat anak-anak merasa tidak nyaman mengikutinya.

Sebaiknya jangan memberikan anak kegiatan ekstrakurikuler yang terlalu banyak, yang membuat anak tidak punya waktu untuk bermain dengan teman-temannya, menikmati waktunya sendiri, dan bisa saja mengganggu waktu belajarnya di sekolah yang bisa menurunkan prestasi belajarnya.

Jadi, cermatlah dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler untuk sang buah hati.ver/det

Les Kumon

Sumber: Ibu-ibu DI

Tanya

Mau minta sharing dan infonya tentang les Kumon, anakku (7 tahun, kelas 2 SD) senang sekali pelajaran matematika, sekarang ini dia ingin sekali ikut les Kumon, cuma aku belum menyetujuinya. Kalau Moms semua ada pengalaman tolong info ke aku ya, sejauh mana kegunaan les kumon ini, apa plus minusnya? Tadi aku sudah telepon Kumon yang di cempaka putih, ternyata bayarannya juga lumayan mahal, Rp 276.000,- sebulan (pertemuan hanya 2 kali seminggu), tapi kalau memang bagus dan mumpung anaknya mau ya boleh juga [Yn]

Jawab

Jangan lewat jalur pribadi, aku juga mau tahu soal ini. Kebetulan anakku masih balita dua-duanya, yang besar 4 tahun senang sekali sama hitung-hitungan yang dibantu gambar, yang kecil 3 tahun masih belajar angka (kadang bisa kadang tidak, tergantung keinginannya dia). Nah dua-duanya belum lancar baca, baru bisa mengeja sama sedikit suku kata, KUMON terima tidak yang seperti anakku gitu? Maksudnya tingkatan persyaratannya, apakah harus bisa baca? Apa termasuk pengenalan angka? Sekalian tanya kalau SEMPOA, juga pertanyaan yang sama, apakah bisa untuk anak yang baru belajar membaca dan angka seperti anakku? Apa persyaratannya. Terima kasih sekali, mbak Yn aku numpang pertanyaan ya [DH]

Mbak, sekarang ada pekan free trial kumon dari tgl 18 sd 28 februari??? Coba saja ikut free trial ini nanti kalau memang bagus bisa dilanjutkan. Anakku baru ikut kumon 1 bulan yang lalu, sekarang dia di TK B (umurnya 5,5 tahun). Sejauh yang aku lihat, Kumon sangat membantu aku (dan suamiku) supaya anakku bisa belajar berhitung dan menulis angka (kali karena anakku masih TK kali yaa). Tiap hari pasti ada pe-ernya mbak, lumayanlah buat orangtua bisa memantau anak dan juga kurikulum kumon. Sejauh yang aku lihat, jam lesnya fleksibel mulai dari pagi sampai jam 6 sore, setiap les pasti didampingi sama gurunya. Oh iya sebelum masuk, anak akan ditest untuk menentukan tingkatan si anak sudah sampai di mana [Vr]

Aku sudah mengikutsertakan anakku (laki-laki 7tahun) les kumon (Kumon Laut Banda-Duren Sawit) dari tahun 2004, dimana si sulung ini berumur 5 tahun 5 bulan (waktu itu masih TK B) dan setelah dites penempatan masuk ke level 4A (level dasar adalah 7A), hal ini disebabkan anakku sudah bisa membaca dan menulis. Sekarang anakku itu sudah di level C dan pelajarannya adalah perkalian (sekarang dia kelas 2 SD). Kumon menerapkan metode belajar yang disiplin artinya setiap hari si anak diberikan PR atau latihan di tempat les dan masih mengalami salah atau nilainya tidak 100 (OK) maka yang bersangkutan harus diulang terus menerus dengan materi pelajaran yang sama sampai ybs mendapat nilai 100. Tujuannya bagus mendidik anak belajar pelajaran harus rutin dan setiap hari pasti diberikan PR dan diperlukan pencatatan waktu (berapa menit/jam dalam pengerjaannya). Untuk anakku yang kedua lain lagi yang ini memang susah diajarkan rutinitas, makanya sampai lulus TK B belum bisa baca apalagi nulis. Akhirnya Kumon-nya tidak aku ikutsertakan, tapi si anak maksa-maksa ingin ikutan biar sama-sama abangnya katanya ke tempat les. Akhirnya aku ikuti juga coba gratis, tapi menurut guru Kumon lebih baik ajarkan dulu anaknya membaca baik huruf atau angka di rumah (Aku sampai beli buku yang dijual di Kumon untuk memperkenalkan angka kalau tidak salah harganya waktu itu Rp 9.000), karena menurut guru Kumon juga sayang kalau anaknya belum mampu menyerap materi yang ada di Kumon (takut terbebani) apalagi uang kursus lumayan mahal (Pendaftaran Rp 250.000 + bulanan Rp 276.000). Akhirnya aku sampaikan hal ini ke anakku berdasarkan hasil analisa laporan guru Kumon, dan anakku mau terima. Terus pada bulan Juli 2005 (anakku kelas 1 SD) yang bersangkutan aku ikutsertakan tes penempatan, dan dari hasil tes masuk level 7A. Dengan berjalannya waktu dan setiap hari dipenuhi dengan rutinitas yang dihadapi pada akhirnya anakku setelah 3 bulan di kelas 1SD sekarang bisa dan lancar baca/tulis dan Kumonnya udah di level 4A dan mau naik ke level 3A di bulan ini.

Hal-hal positif yang diberikan Kumon :
1. Menanamkan kebiasaan belajar pada setiap anak sejak dini
2. Melatih disiplin akan tugas pelajaran yang harus dilakukan
3. Belajar dengan memulai dari yang termudah dan kontinyu
4. Apabila anak mendapat nilai baik&waktu pengerjaan yang cepat akan diberikan pujian/point unt ditukar hadiah. Kalau Sempoa aku tidak punya pengalaman [Bl]

Semoga dapat membantu ibu-ibu yang lain;

METODE KUMON:
Kumon itu mempunyai target agar anak dapat/ atau mampu mengerjakan matematika SMA, sehingga jika anak tersebut masih duduk di SD mungkin tidak kelihatan perubahan yang signifikan dalam kenaikan nilai. Untuk ibu yang stay at home dan bisa meluangkan waktu menemani anaknya belajar Kumon boleh dijadikan salah satu pilihan. Karena setelah anak tersebut memasuki level 4A ke atas semua worksheet harus menggunakan limit waktu, waktu mulai dan waktu selesai mengerjakan harus di catat. Kumon dapat menerima anak dari 2 1/2 th – SMA.

SEMPOA:
Sempoa itu melatih kecepatan berhitung pada anak (tambah, kurang, kali, bagi) memang sangat cocok untuk anak TK sampai kelas 3 SD. Tapi tidak semua yayasan menerima Sempoa dari TK ada beberapa yang hanya punya program basic ( khusus SD) Metodenya juga ada banya dari yang 1 tangan, 2 tangan, dsb. Pada tingkat mahir sempoa akan masuk ke sempoa bayangan sehingga tidak perlu lagi menggunakan sempoanya.

Berdasarkan pengalaman pribadi:
Ke dua anakku setelah memasuki level 4A mereka jadi sedikit stress karena dalam mengerjakan ter-uber-uber dengan waktu. Kata pembimbingnya waktu mengerjakan worksheet paling lama 15 menit, karena anakku masih TK yang mengerjakannya tidak bisa dipaksa untuk fokus. Untuk anak ku yang pertama dia bisa bertahan hanya sampai level 3A waktu berhentinya dia sudah tidak mau mengerjakan semua PR kumonnya & akhirnya aku ambil cuti maksudnya supaya 3 bulan lagi anakku sudah mau ikut lagi ternyata anakku tetap tidak mau ikut. Akhirnya anakku ikut Sempoa. Untuk anakku yang ke 2 sebetulnya lebih rajin ketimbang yang pertama tapi sekitar 3 bulan yang lalu guru yang biasa megang anakku berhenti, mulailah anakku setiap pergi ke Kumon menangis terus dan tidak pernah mau les, jadi setiap kali cuma ambil PR. Dan yang alasan utama yang menyebabkan aku memberhentikan anakku yang kedua: anakku baru di level 4 sedangkan anakku sudah minta penjumlahan, di Kumon anak dari level 4A tidak boleh loncat level 4A, karena takut keburu surut semangatnya adiknya aku masukan ke Sempoa juga. Kalau boleh sharing sedikit menurut pendapat saya karena semua les tersebut masing-masing punya nilai positif & negatifnya saya pribadi mengambil kesimpulan sebagai berikut:
Jika memang ingin mengasah kemampuan si kecil 2 1/2 th - 4 th bisa ikut Kumon ( agar anak tersebut mengerti urutan bilangan, & mengenal angka sampai ratusan).
4th - 9 th bisa ikut Sempoa ( karena sudah mengenal angka tinggal diasah kemampuan berhitungnya)
6 th - 12 th Bisa melanjutkan ke Sakamoto.
12 th keatas baru konsentarsi di Kumon ( karena dengan skill yang sudah di dapat dari sempoa & sakamoto bisa memulai Kumon dengan level
yang lebih tinggi [Patr]

Mbak aku share yang sempoa ya, yang kumon aku kurang mengerti. Sempoa untuk anak yang baru belajar baca/tulis, bisa. Karena dasarnya dia diajarkan "manajemen mikir" artinya sebelum kita mengitung apa dulu, dan jika diperhatikan caranya mereka lebih menekankan ke daya ingat baru ke tulis-menulis. Jadi anaknya ke-latih pelan-pelan. Yang diajari : Pengenalan pakai menyanyi dan gerakan tangan untuk sempoa, "brain gym" nah, aku tidak hafal gerakannya, panjang dan lama jadi aku harus ikut les) intinya si anak biar tidak jenuh jadi ada pemanasan ceritanya, terus latihan menulis pakai waktu istilahnya "speed writing", terus flascard gunanya untuk memory anak dan daya tangkap. Terus ada dengar hitung alias seperti soal didikte terus si anak nulis hasilnya dibuku (tapi sistemnya membuat anak berpikir dulu baru menulis, dan itu cepat). Posisi duduk, posisi tangan (kiri pegang sempoa, kanan pegang pensil), posisi buku dimeja, mendisiplinkan anak jadi biasa belajar di meja. Nah jika si anak sudah paham sekali,
diajarkan bayangan, artinya menghitung tanpa sempoa. Anakku 4 tahun, TK A, ikut sempoa sudah 5 bulan. Dan aku tidak mau rugi kalah set, aku belajar juga (beli bukunya). Dan lumayan banyak diajari anakku, lagu-lagu, hitung-hitung. Ya intinya jika dia bertanya aku bisa menerangkan, kecuali brain gym harus tanya-tanya sama gurunya dulu. Tidak rugi, benar. Tapi emang gimana anaknya. Dulu waktu awal masuk teman sekelas anakku (yang umur 4 tahun-an) ada 6 orang yang ikut, sekarang tinggal anakku saja yang umur 4 tahun yang bertahan di tingkatnya, sisanya yang masuk kelas les itu anak kelas B. Aku sendiri tidak memaksakan terserah anaknya, jika malas ya tidak les, jika mau ya ayo, aku ikuti. Sampai saat ini dia enjoy saja. Malah dia minta diajari hitungan ribuan (padahal baru masuk puluhan, dan teknik adik/kakak), dan dia bisa mengitung ribuan. Jadi balik lagi ke anaknya [Em]

Mbak, anakku dulu waktu TK B pernah aku ikuti free trial kumon yang 2 minggu itu, dia senang sekali, tapi ketika mau didaftar benar, dia tidak mau, capek katanya. Terus waktu di kelas 1 kemarin aku coba lagi, bersama-sama adiknya, jawabannya masih sama, capek Mah, lama keluhnya, tapi kalau adiknya malah senang, minta ikut. Sesudah diskusi sama suami, akhirnya tidak jadi diikutkan kumon, alasannya:

- standar kumon, mundur sekitar 3 level, maksudnya dari hasil tes, anakku yang sudah kelas 1 SD, harus belajar dari cara menulis angka lagi, yang menghubungkan pakai titik-titik itu, yaa pelajaran tingkat TK A sepertinya. Karena katanya prinsip Kumon itu membiasakan anak benar-benar mengerti dan hafal sehingga nantinya bisa cepat sekali berhitungnya, jadi satu materi diulang-ulang terus, tiap hari ada tugas yang harus dikerjakan di rumah, dicatat waktu kerjanya.
- biaya kursusnya mahal sekali buat kami, pendaftaran kalau tidak salah Rp 250.000,-, terus bulanannya Rp 276.000,-, terus kata customer servicenya, kalau ikut kumon, minimal 1 tahun baru kelihatan perubahannya, dan kalau ikut dari SD, hasilnya baru terasa nanti waktu SMP (cmiiw)
- kursus di Kumon anak dan orang tua harus aktif, disiplin, kalau tidak akan cepat bosen, karena mengerjakan soal yang itu-itu saja, dan banyak
- materi Kumon hanya matematika dan sedikit bahasa inggris

Jadi, kita timbang-timbang lagi, dengan biaya yang sama, lebih baik memanggil guru privat ke rumah, bisa dapat lebih banyak materi (matematika, ipa, ips, bahas inggris), tambahan lagi, Alhamdulillah anakku masih masuk 10 besar di kelasnya, jadi kita pikir, biarlah sampai kelas 4 nanti dia puas-puasin main semaunya dia dulu, tidak usah terlalu dibebani sama kursus-kursus tambahan, nanti kalau anaknya sudah mantap kemana minatnya, sudah bisa disiplin, baru kita dukung dan arahkan. Eh, maaf kalau ada yang tidak sepaham, preferensi orang kan lain-lain ya [Dy]

Kursus Untuk Anak

Sumber: ibu ibu DI

Tanya
Apakah anak perlu dileskan atau mengiktui kursus di waktu luangnya (di luar jam sekolah) ?

Jawab
Bisa2 anak-anak kalau sudah TK bisa seabrek ya dari Senin sampai Jumat or malah Sabtu kalau diturutin ya kegiatan anak banyak banget yaa. Ada berenang, main piano/music, balet/tari or olahraga lainnya bagi anak yg cowok, trus ada lagi les bahasa inggris, kumon/sempoa.(Lu)

lho apa nggak bosen ya ... waktu main itu kan waktu anak-anak kan? (Su)

Dan bisa nggaknya kita juga tergantung kedisiplinan murid serta bakat sih (Ra)

Sebetulnya tidak bisa main alat musik apapun juga tidak masalah yang lebih penting mungkin suka seni apapun seni itu. Musik itu paling gampang buat dikenalin ke anak lewat lagu, bahkan tidak perlu kaset, kita nyanyi juga jadi. Ya kalau bisa alat musik emang lebih baik sih,tapi ya gak perlu dipaksa siapa tau ternyata dia 'gak kesitu' jangan lupa anak perlu main! (Nop)

Umur yang efektif adalah mulai 5 tahun. Kalau udah 7 tahun, sudah agak telat (tapi better late than never). Yang terpenting, adalah bahwa si anak harus dimotivasi untuk menyukai musik dengan pengenalan, dengan cara bermain, fun, dan mendorong motivasi/minat anak terhadap musik. Banyak anak yang dilatih musik dengan salah, sehingga menimbulkan trauma atau keengganan anak untuk berlatih, karena merasa tidak fun, dan merasa dipaksakan. Kalau pun ortunya memaksakan, memang si anak bisa juga, tapi prosesnya lama bisanya, dan keahlian musiknya & jumlah lagu yang bisa dimainkan tentunya terbatas (tidak optimal).Tentunya akan buang waktu, tenaga, dan uang Dan kalau anaknya udah besar dan tidak les lagi, keahliannya akan hilang (meskipun tidak total), karena mainnya akan banyak salah, bahkan banyak lupa teknik-tekniknya. (karena pasti akan jarang latihan; motivasinya kurang). Dengan adanya minat pada anak, maka dengan sendirinya anak tsb akan mau rajin latihan. Sehingga lebih efektif, hasil otimal, dan cepet naik tingkat. Soal bakat memang nomor 2, yang penting minat & latihan. Tapi, kalau memang bakat musik kurang, paling-paling hanya bisa kualitasnya untuk hobby pribadi dan performancenya bagus (tapi tidak bisa excellent, pentas/professional punya quality). (Rekan salahsatu IBU, yg isterinya /- 11 th mengajar piano)

Kalau dari aku :
1. Jelas dari minat atau keinginan si anak. Kalau bakat, belum tentu pada usia preschool/tk udah kelihatan ya....
2. Dari kantongnya ortu juga, cukup tidak gajinya untuk ngelesin anak
3. Jangan cuman ikut2 anak tetangga atau teman sekolah, trus kitanya memaksa anak kita untuk ikut les tsb. [malah ntar jadi berantem deh sama anaknya... :)]
4. Waktu : apakah kita punya cukup waktu untuk memperhatikan perkembangan setiap les yg anak kita ikutin? Jgn cuman dilesin, tapi
dicuekin, tida dilihat hasilnya. (Ni)

Keinginan ortu supaya anaknya bisa bermain piano (atau instrument yg lain) kalau anaknya tidak ada bakat atau tidak ada kemauan susah juga lho...jadi nya malah buang-buang uang gitu...pengalaman nih, dulu aku dan adikku masuk bareng, tapi dia itu paling males latihan danketinggalan jauh sama aku, sampe akhirnya kita bayar terus dia juga absen terus, akhirnya ya berhenti, soalnya dia bilang biar dipaksaain kayak apa juga minatnya dibidang music enggak ada, dia lebih suka les bahasa dll. sedangkan aku dari kecil udah suka sama seni, ikutan sanggar tari,les musik, di sekolah juga ikutan marching band dsb. (Kel)

Kecintaan sama musik perlu dilatih dan dikondisikan. Pengenalan musik bisa dimulai sejak masih dalam kandungan. Kesukaan akan jenis musik tertentu akan terbentuk karena kebiasaan dan lingkungan. Kalau tiap hari dipasangin musik jazz, kalo tiap hari pasang dangdut ya dia bisa jadi sukanya dangdut. :)

Kenapa musik klasik ?
Engga juga lah, engga musti. Menurut aku sih, semua jenis musik bagus aja, even dangdut. Yang bagus sih, anak2 sebaiknya dikenalin sebanyak mungkin warna musik.

Apa harus belajar main musik ?
Sebenernya engga juga. Musik bagian dari art yang mengembangkan otak sebelah ( kanan/kiri ya? ). Sistem pendidikan di sekolah sekarang ini menurut aku kurang banget mengasah kreatifitas, dan jadinya perkembangan otaknya jadi nggak balance. Jadi selain musik, bisa aja
anak2 belajar nari, lukis etc. Cumaaa, seneng kan kalo bisa main musik, really bisa ngilangin bete. (Li)


Macam Macam Kursus untuk si Kecil

Untuk anak perempuan
- menari
- balet

Untuk anak laki
- taekwondo, karate

Laki/perempuan
- musik : piano, organ, vokal
- olah raga : berenang, tennis, sepakbola, basket, baseball, bulutangkis
(utk yg udah SD)
- aritmetika
- bahasa inggris
- bahasa pilihan contoh: mandarin
- kumon
- pelajaran
- sanggar menggambar atau melukis
- komputer

"Kalau menurutku malah anak perempuan yang harus diajari seni bela diri. Belajar bela diri dari kecil buat anak perempuan bagus sekali. Selain bekal untuk mempertahankan diri dari serangan orang lain, juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan rasa percaya diri dan berani untuk menghadapi tantangan. "

"Kalau anak laki tidak terlalu dikuatirkan, sebab mereka nantinya akan belajar dari lingkungannya. Tapi kalau anak laki2 kita terlalu kita lindungi bisa jadi malah nantinya juga jadi lembek."

Perlukah si Kecil Les?

JASA tutor atau guru les privat sering digunakan untuk membantu buah hati tercinta menguasai mata pelajaran sulit. Karena itu, tak heran bila saat ini dapat dilihat banyaknya lembaga bimbingan belajar yang tumbuh di kota-kota besar.

Jasa guru les ini diperlukan bila peran orangtua sebagai pendamping belajar sudah tidak lagi optimal. Didukung dengan banyaknya kondisi ibu dan ayah yang merupakan pasangan karier yang kerap pulang larut.

Menurut Psikolog Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto, anak perlu belajar dengan menggunakan jasa guru les dengan syarat penekanannya berdasarkan for the best for child yaitu untuk kepentingan anak, bukan orangtua.

"Karena merupakan langkah terbaik bagi anak, maka harus ada persetujuan dengan anak. Misalnya bila anak lemah di mata pelajaran matematika, maka anak perlu didampingi oleh tutor atau guru les untuk mengajari lebih gamblang mengenai pelajaran yang tidak bisa dikuasai," jelas pria yang memiliki kedekatan dengan dunia anak ketika dihubungi okezone melalui telepon genggamnya, Minggu (23/3/2008).

Nah, untuk mengetahui kapan waktu yang tepat mencari guru privat untuk anak, ada beberapa indikasi yang dapat Anda nilai. Yaitu nilai ujian di bawah standar, pekerjaan rumah yang tidak diselesaikan dengan baik, antipati terhadap mata pelajaran tertentu atau sekolah pada umumnya, dan kepercayaan diri yang berkurang.

Menurut pria yang terkenal dengan boneka Si Komo itu, sebelum Anda mengambil langkah lebih lanjut dengan menghubungi guru les atau bimbingan belajar, sebaiknya tilik lebih jauh penyebabnya apakah karena anak memang lemah secara akademis atau hanya kurang motivasi.

Menurut Kak Seto, bila Anda telah memutuskan untuk menggunakan jasa guru les, temui dulu guru di sekolah. "Berdialoglah dengan guru les untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki dari cara belajar anak. Selain itu, tanyakan pula apa yang mereka butuhkan," terang Psikolog lulusan Universitas Indonesia itu.

Tak hanya itu saja, lanjut Kak Seto, menanyakan program yang disesuaikan dengan kemampuan anak, penting diketahui sebelum mereka mulai membimbing buah hati tercinta. Agar dapat meningkatkan prestasi akademis di sekolahnya.

Menurutnya, pada masa anak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), merupakan momen yang tepat untuk memberi mereka les privat. Karena itu, ketika mengajari anak dalam tahap SD harus edutainment yaitu belajar yang dibarengi dengan saat untuk bermain.

"Les ini bukan pengertian konvensional tapi sesuai dengan suasana bermain dan belajar pada anak. Sementara untuk waktu belajar efektif bagi masing-masing anak ada yang siang atau sore hari. Tergantung pada keunikan masing-masing individu. Terpenting, anak ikut berpartisipasi pada kegiatan tersebut," paparnya.

Meski demikian, lanjut pria yang dikenal sebagai sahabat dan pendidik anak-anak itu anak, orangtua tidak lantas melempar tanggung jawab. Sebab orangtua tetap memiliki tanggung jawab untuk menemani mereka saat belajar dan membuat pekerjaan rumah.

"Hal terpenting yang harus dimengerti orangtua ketika memberi anak les privat adalah fasilitator tetap berada di tangan orangtua. Selain itu, terus monitori kegiatan belajar tersebut. Jangan hanya bertanya mengenai kondisi yang sudah dilalui," imbuhnya mengakhiri pembicaraan.� (mbs)

Memilih Les sesuai karakter anak

Tujuannya mengembangkan karakter anak agar lebih positif.

Orangtua sekarang banyak yang mengikutkan anak prasekolahnya ke berbagai les yang bersifat nonakademis, seperti menggambar/melukis, menari, bela diri, olahraga, dan sebagainya. Selain karena ingin anaknya memiliki kelebihan yang dapat ditonjolkan dan dibanggakan, juga agar mampu bersaing di era globalisasi. Hal ini wajar saja. Apalagi, dengan ikut les dapat mengoptimalkan minat dan bakat anak, kemampuan bersosialisasi, dan lainnya. Yang penting, kursus tersebut harus sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan anak. Selain itu, orangtua harus pula memerhatikan karakter anaknya.

Karakter adalah kebiasaan dan sikap-sikap yang sering muncul sehingga menghasilkan suatu sikap dan tingkah laku tertentu yang berbeda dari anak lainnya. Jika anak mengikuti les yang sesuai dengan karakternya, maka hasilnya akan menguntungkan karena anak dapat mengembangkan sisi positif dari karakternya dan meredakan sisi negatifnya.Secara umum, ada 4 karakter dasar anak yaitu aktif, pasif, percaya diri, dan pencemas. Fabiola Priscilla, M.Psi., dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Jakarta, menjelaskannya berikut ini!

1. AKTIF

* Ciri-Ciri:

Anak giat beraktivitas, tampak energik, dan membutuhkan ruang gerak yang luas.

* Jenis les yang dapat diikuti:

Cocoknya diikutkan les yang berkaitan dengan gerak tubuhnya yang aktif, seperti olahraga, bela diri, dan seni gerak, sehingga anak dapat menyalurkan kelebihan energi yang dimilikinya. Jika lingkungan rumah mendukung, memiliki halaman luas dan ada anggota keluarga yang suka main bola, maka anak juga bisa melakukan aktivitas main bolanya tanpa perlu masuk ke dalam klub olahraga sepak bola. Cara ini pun bisa menyalurkan minat anak tanpa mengabaikan karakteristiknya.

Selain jenis les yang disebutkan di atas, pada dasarnya anak aktif bisa mengikuti semua jenis les, baik itu olahraga, bela diri, seni, keterampilan, maupun sains. Ini karena anak selalu antusias dengan sesuatu hal dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya.

2. PASIF

* Ciri-Ciri:

Anak terlihat lamban, kurang gesit, kurang suka kegiatan fisik, cepat mengaku lelah, dan agak lama menyesuaikan diri. Bila melakukan sesuatu yang sesuai dengan minatnya, baru terlihat antusiasmenya dan konsentrasinya pun bisa bagus.

* Jenis les yang dapat diikuti:

Biasanya, anak-anak yang pasif memiliki kemampuan observasi yang kuat dan imajinasinya juga tinggi. Jadi, bisa dipilihkan les yang memang memerlukan observasi mendetail dan kekuatan imajinasi, seperti catur, merakit robot, serta keterampilan tangan. Dengan begitu, kemampuan imajinasi, daya analisis, dan observasinya dapat berkembang optimal.Di sisi lain, anak pasif memiliki kekurangan dalam hal sosialisasi—biasanya sulit bergaul—sehingga perlu dipilihkan pula les yang dapat meminimalkan sisi kekurangan dari karakternya ini. Kegiatan berkelompok, seperti dalam klub sains, paduan suara, dan sanggar tari/teater akan membantunya bersosialisasi. Selain itu, anak pasif biasanya juga memiliki kendala dalam mengungkapkan ekspresi. Kegiatan melukis dapat membantu mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Begitu juga kegiatan olahraga seperti sepak bola. Energi yang dipendam atau unek-uneknya bisa dikeluarkan melalui pukulan atau tendangan pada bola.

Anak berkarakter pasif juga cenderung diam, sehingga baik bila diberikan les bela diri. Baik pula jika diikutkan les menari, berenang, dan lainnya yang membuat anak aktif bergerak mengingat anak pasif cenderung kurang bergerak.

Hal lain yang penting diperhatikan orangtua, karena anak pasif umumnya sulit menyesuaikan diri dengan segera, maka les sebaiknya diberikan secara bertahap dengan pengenalan terlebih dahulu.

3. PERCAYA DIRI

* Ciri-ciri:

Anak mudah beradaptasi dengan lingkungan baru alias mudah bergaul/bersosialisasi, lancar mengungkapkan pendapatnya, dan senang pada sesuatu yang ada tantangannya.

* Jenis les yang dapat diikuti:

Semua jenis les yang menjadi minatnya. Dengan mengikuti les, anak dapat menambah keyakinan akan kemampuan dirinya, bangga dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga rasa percaya dirinya pun makin bertambah.

4. PENCEMAS

* Ciri-ciri:

Anak mudah merasa takut salah dan menyerah; lama menyesuaikan diri dengan lingkungan baru; selalu butuh dukungan orangtua; sensitif dan mudah berprasangka.

* Jenis les yang dapat diikuti:

Yaitu, jenis les yang bisa menenangkan seperti meditasi atau yoga; les keterampilan dan bela diri untuk mengendalikan emosinya; serta les yang berkaitan dengan pembentukan karakter seperti teater kreatif.Anak yang pencemas perlu dilatih untuk mengatasi rasa cemasnya. Dibutuhkan dukungan dari orangtua agar anak merasa nyaman dengan lingkungan di tempat lesnya, baik pengajarnya maupun teman-temannya, dan lainnya. Bila anak diberikan les berupa keterampilan tangan, maka anak akan belajar menguasai skill tertentu sehingga dengan kemampuan itu ia bisa memiliki rasa percaya diri. Jenis keterampilan ini bisa juga dilakukan di rumah tanpa harus les. Carilah kegiatan yang bisa dilakukan di rumah. Yang harus diajarkan pada anak pencemas adalah sikap fleksibel terhadap perubahan.

PALING PAS DI USIA 4 TAHUN

Menurut Fabiola, 4 tahun adalah usia minimal untuk anak mulai ikut les. Ada 2 alasan yang mendasarinya. Pertama, kesukaan atau minat anak sudah lebih jelas kelihatan. “Jika di bawah usia itu, anak masih tergantung mood. Hari ini suka balet, tapi besok kesukaannya sudah berganti jadi melukis, misalnya.” Namun, saran Fabiola, sebelum anak berusia 4 tahun, orangtua sebaiknya sudah mengamati minat/kesukaan anaknya. Alasan kedua, di usia 4 tahun, kemampuan motorik kasar dan halus anak sudah lebih baik. Begitu pun daya tahannya terhadap tugas.(tabloid-nakita)