Tampilkan postingan dengan label Alternatif learning. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Alternatif learning. Tampilkan semua postingan

Belajar Lewat Games



Bermain dan permainan dapat menjadi ajang pembelajaran anak. Permainan apa saja yang dapat mengasah kecerdasannya?

Selain menyenangkan, bermain merupakan cara anak mengenal dunia. Melalui permainan si kecil mempelajari suatu keterampilan atau sesuatu yang baru. Permainan di luar ruang yang aktif membantu meningkatkan koordinasi fisik anak. Permainan huruf mengembangkan kemampuan anak berbahasa. Permainan yang berkaitan dengan fantasi mengembangkan dunia imajiner si kecil yang diperlukan anak untuk menulis cerita saat ia bersekolah.

Berikut ini beberapa permainan (games) yang dapat mengasah berbagai aspek perkembangan si kecil.

1. Memory games

Permainan memori dapat mengasah daya ingat anak. Memiliki daya ingat yang baik mendukung kemudahan anak belajar. Anda dapat mulai mengasah daya ingat anak sedini mungkin.
Mengingat Benda dalam Nampan

(Anak usia 2 tahun ke atas)

Letakkan lima atau lebih benda pada nampan dan ajak anak memperhatikan benda-benda tersebut. Mintalah si kecil menutup matanya, lantas Anda sembunyikan satu benda yang ada di nampan. Minta anak membuka matanya dan tanyakan benda yang tidak ada pada nampan. Anda dapat pula melakukan permainan ini dengan menutup nampan dan memintanya menyebutkan benda-benda pada nampan yang sebelumnya telah dilihat dan diingatnya.

2 . Creative games

Permainan kreatif ini mengasah kemampuan si kecil untuk mengatasi berbagai masalah yang mungkin ditemuinya, sehingga ia tahu solusi untuk memecahkan masalah saat dibutuhkan.

Menyusun Balok

(Anak usia 2 tahun ke atas)

Ajak si kecil membuat rumah seperti rumahnya atau rumah yang diimpikannya menggunakan balok-balok kayu atau plastik. Biarkan imajinasinya berkembang untuk membuat bentuk apa pun.
Melipat, Menggunting dan Menempel

(Anak usia 4 tahun ke atas)

Gunakan kertas berwarna untuk membuat benda-benda. Misalnya, katak, burung atau anjing. Kemampuan melipat, yang merupakan keterampilan motorik halus anak pun terasah karenanya.

Dapat juga Anda mengajak si kecil menggunting kertas berwarna membentuk benda, misalnya jeruk atau mangga. Kemudian, tempelkan guntingan kertas itu pada buku atau selembar kertas.

3. Socialization games

Permainan sosialisasi melibatkan beberapa anak sebaya. Kegiatan ini mengembangkan kemampuan si kecil bersosialisasi. Lebih baik lagi bila permainan ini menuntut kerja sama.

Tangan Saling Tumpuk

(Anak usia 2 - 5 tahun)

Dapat dimainkan 5 -10 anak. Anak-anak duduk dalam satu lingkaran. Seorang anak mulai meletakkan kepalan tangan kanannya di tengah lingkaran, disusul kepalan tangan kanan anak lain yang diletakkan di atas kepalan tangan anak yang pertama, dan seterusnya.

Setelah semua kepalan tangan kanan tertumpuk, anak pertama meletakkan kepalan tangan kirinya di atas tumpukan kepalan tangan kanan yang terakhir. Penumpukan kepalan tangan kiri ini disusul anak lain hingga semua kepalan tangan kiri bertumpukan.

Setelah itu, kepalan tangan paling bawah berpindah ke atas, disusul tangan berikutnya. Perpindahan tangan dari bawah ke atas semakin lama semakin cepat. Dalam permainan ini tidak ada pihak yang menang atau kalah.
Bermain Kartu

(Anak usia 4 tahun)

Anda dapat menggunakan kartu bergambar khusus untuk anak-anak. Selain mengembangkan keterampilan sosial, karena anak dituntut berinteraksi dengan anak lain, kemampuan si kecil mengingat pun terlatih.

4. Observation games

Permainan observasi mengajar anak mengenali detail. Lihat baik-baik sebuah gambar dan dorong si kecil mengenal rincian gambar. Kemampuan ini dapat menjadi modal penting anak saat belajar mengenal huruf. Misalnya, ia mampu mengenal perbedaan huruf “b” dan “p”.
Mencari Perbedaan

(Anak usia 3 tahun ke atas)

Gambarlah dua gambar serupa dengan beberapa bagian berbeda. Minta si kecil melihat gambar tersebut dan cari apa atau bagian mana yang berbeda. Misalnya, gambar anak perempuan dengan pita rambut. Sedangkan gambar satunya tidak mengenakan pita.
Mengenali Objek

(Anak usia 2 tahun ke atas)

Buka satu halaman di buku cerita anak, dan minta anak mendeskripsikan objek di halaman yang dipilih Misalnya, gambar orang. Bantu anak dengan pertanyaan Anda. Misalnya, apa warna rambut orang tersebut, panjang-pendek rambut dan jenis kelaminnya.

5. Imaginative games

Semua anak menyukai permainan imajinatif, seperti bermain pura-pura. Permainan jenis ini memperkaya imajinasi anak dan merangsangnya berpikir kreatif.
Boneka tangan

(Anak usia 2 tahun ke atas)

Berceritalah dengan menggunakan boneka tangan. Mulai dengan cerita yang sudah dikenal anak. Setelah itu, minta anak mengulang cerita atau mengemukakan ceritanya sendiri menggunakan tokoh boneka tangan.
Bermain peran

(Anak usia 3 tahun ke atas)

Permainan yang satu ini bisa jadi sering dilakukan dan menyenangkan anak. Anda dapat terlibat dalam permainan menggunakan berbagai material sungguhan seperti kue kering untuk suguhan saat main tamu-tamuan, selimut untuk atap rumah, atau kursi untuk dinding rumah. Anda dan si kecil juga dapat bermain peran sesuai tokoh dalam film favoritnya.

6. Physical games

Selain menyenangkan, latihan fisik mengembangkan koordinasi anggota tubuh anak, badan si kecil fit dan sehat, membuat tidur si kecil lebih lelap, dan nafsu makannya lebih bagus.

“Ayo Melompat”

(Anak usia 2 tahun ke atas)

Jalan-jalanlah bersama anak di taman kompleks perumahan Anda. Mintalah anak melangkah beberapa kali, kemudian buat loncatan dua kali. Anda dapat meminta anak berlari dari satu pohon menuju Anda dalam hitungan sekian, tergantung jarak pohon ke tubuh Anda.

7. Alphabet games

Melalui permainan alfabet anak belajar mengenal huruf dan angka. Pengenalan awal ini bisa menjadi bekal pengetahuan dan mempermudah si kecil saat ia belajar huruf dan angka di sekolah.

Membuat Buku “Huruf” .

(Anak usia 3 tahun ke atas)

Gunakan halaman berbeda untuk setiap huruf dan letakkan gambar objek yang dimulai dengan huruf termaksud. Misalnya, hurup “A” untuk gambar apel atau huruf “H” untuk gambar harimau.
Menyambung Titik-Titik

(Anak usia 2,5 tahun ke atas)

Buat huruf dari titik-titik. Minta si kecil menyambungkan tiap titik. Tempelkan gambar objek yang di mulai dengan huruf tersebut. Kegiatan ini juga dapat meningkatkan keterampilan motorik halus anak.

8. Singing games

Permainan bernyanyi ini menyenangkan. Kegiatan yang memunculkan irama dan lagu dapat memperkaya bank data kata-kata dan frase si kecil yang dapat digunakannya sewaktu-waktu ia perlukan. Dengan begitu, tanpa terasa, melalui bernyanyi anak belajar berbagai hal.
Menebak Kata

(Anak usia 2, 5 tahun ke atas)

Nyanyikan lagu anak yang dikenalnya, kemudian hilangkan satu-dua kata dalam kalimat lagu dan lantas minta si kecil menebak kata yang hilang. Semakin besar usia anak, semakin banyak kata yang dapat Anda hilangkan.
Memperagakan Tindakan

(Anak usia 2,5 tahun ke atas)

Bernyanyilah untuk si kecil. Gunakan lagu yang dikenalnya. Pada kata kerja yang ada pada lagu, Anda tak perlu menyanyikan melainkan memperagakannya. Minta si kecil menyebutkan apa yang Anda peragakan.

Grahita Purbasantika Nugraha (ayahbunda)

Gaya Belajar Efektif


Setiap orang pasti mempunyai cara atau gaya belajar yang berbeda-beda. Banyak gaya yang bisa dipilih untuk belajar secara efektif. Nah, artikel berikut menjelaskan tujuh gaya belajar yang mungkin beberapa diantaranya bisa di terapkan pada anak didik kita :

1. Belajar dengan kata-kata.

Gaya ini bisa kita mulai dengan mengajak seorang teman yang senang bermain dengan bahasa, seperti bercerita dan membaca serta menulis. Gaya belajar ini sangat menyenangkan karena bisa membantu kita mengingat nama, tempat, tanggal, dan hal-hal lainya dengan cara mendengar kemudian menyebutkannya.

2. Belajar dengan pertanyaan.

Bagi sebagian orang, belajar makin efektif dan bermanfaat bila itu dilakukan dengan cara bermian dengan pertanyaan. Misalnya, kita memancing keinginan tahuan dengan berbagai pertanyaan. Setiap kali muncul jawaban, kejar dengan pertanyaan, hingga didapatkan hasil akhir atau kesimpulan.

3. Belajar dengan gambar.

Ada sebagian orang yang lebih suka belajar dengan membuat gambar, merancang, melihat gambar, slide, video atau film. Orang yang memiliki kegemaran ini, biasa memiliki kepekaan tertentu dalam menangkap gambar atau warna, peka dalam membuat perubahan, merangkai dan membaca kartu.

4. Belajar dengan musik.

Detak irama, nyanyian, dan mungkin memainkan salah satu instrumen musik, atau selalu mendengarkan musik. Ada banyak orang yang suka mengingat beragam informasi dengan cara mengingat notasi atau melodi musik. Ini yang disebut sebagai ritme hidup. Mereka berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai beragam hal dengan cara mengingat musik atau notasinya yang kemudian bisa membuatnya mencari informasi yang berkaitan dengan itu. Misalnya mendegarkan musik jazz, lalu tergeliik bagaimana lagu itu dibuat, siapa yang membuat, dimana, dan pada saat seperti apa lagu itu muncul. Informasi yang mengiringi lagu itu, bisa saja tak sebatas cerita tentang musik, tapi juga manusia, teknologi, dan situasi sosial politik pada kurun waktu tertentu.

5. Belajar dengan bergerak.

Gerak manusia, menyentuh sambil berbicara dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan adalah salah satu cara belajar yang menyenangkan. Mereka yang biasanya mudah memahami atau menyerap informasi dengan cara ini adalah kalangan penari, olahragawan. Jadi jika Anda termasuk kelompok yang aktif, tak salah mencoba belajar sambil tetap melakukan beragam aktivitas menyenangkan seperti menari atau berolahraga.

6. Belajar dengan bersosialisasi.

Bergabung dan membaur dengan orang lain adalah cara terbaik mendapat informasi dan belajar secara cepat. Dengan berkumpul, kita bisa menyerap berbagai informasi terbaru secara cepat dan mudah memahaminya. Dan biasanya, informasi yang didapat dengan cara ini, akan lebih lama terekam dalam ingatan.

7. Belajar dengan Kesendirian.

Ada sebagian orang yang gemar melakukan segala sesuatunya, termasuk belajar dengan menyepi. Untuk mereka yang seperti ini, biasanya suka tempat yang tenang dan ruang yang terjaga privasinya. Jika Anda termasuk yang seperti ini, maka memiliki kamar pribadi akan sangat membantu Anda bisa belajar secara mandiri.

Sumber : Depdiknas.go.id

Manfaat Berkemah Bagi Kecerdasan Natural Anak

Banyak orangtua menjadi bingung ketika anak meminta izin untuk ikut berkemah bersama teman-temannya. Biasanya orangtua akan merasa serba salah bila harus memutuskan hal yang satu ini. Jika diizinkan, mereka takut kalau-kalau nanti terjadi sesuatu yang tidah diharapkan. Tetapi jika dilarang, anak biasanya akan marah dan merasa kecewa. Anak akan beranggapan bahwa orangtua tidak pengertian dan tidak mau memberikan kesempatan kepadanya untuk bisa bersenang-senang bersama teman.

Memberikan izin kepada anak untuk berkemah memang tidak mudah. Terutama bagi orangtua yang tidak biasa melepaskan anak bermalam di suatu tempat yang baru dan bersama pihak lain. Kondisi seperti ini akan cenderung membuat orangtua ingin melarang anak agar tidak jadi ikut berkemah. Sebab, membiarkan anak pergi berkemah boleh jadi akan membuat perasaan orangtua menjadi terasa sangat tersiksa. Bayangan-bayangan negatif yang mungkin terjadi pada diri anak selama di perkemahan akan terasa sulit sekali untuk dihapuskan.

Menyikapi hal di atas, sebagai upaya untuk menghindarkan perasaan khawatir yang berlebihan maka orangtua seyogyanya meyakinkan terlebih dahulu bahwa anak akan mengikuti acara berkemah bersama orang-orang yang dapat dipercaya dan di lokasi yang tidak membahayakan (aman). Bila semuanya sudah jelas, janganlah orangtua lupa untuk memberikan penjelasan kepada anak tentang apa saja yang harus dilakukan apabila ia mendapatkan kendala saat berkemah. Selain itu, pesankan kepada anak dengan cara yang bijak agar ia selalu menjaga diri dengan baik.

Sejatinya, banyak nilai positif yang dapat diambil oleh anak melalui berkemah ini. Beberapa di antaranya adalah mengajarkan anak bagaimana bertahan hidup, belajar bekerja sama dengan orang lain bila ia membutuhkan bantuan, belajar bagaimana cara membuat tempat untuk beristirahat yang nyaman dan aman. Selain itu, berkemah juga baik untuk merangsang kecerdasan natural (naturalist intelligence) anak. Sebab, membiarkan anak berada di ruang terbuka dapat mendorong anak mengetahui banyak informasi dan pengetahuan tentang bentuk-bentuk alam yang ada di sekitarnya ( dr. Maya & Wido, 2006). (yer)

Sumber : perkembangananak.com

IKUT BANYAK KURSUS? BOLEH SAJA ASAL ENGGAK DIPAKSA

Sesuaikan pilihan kursus dengan minatnya. Cermati frekuensi dan jumlahnya, serta pilih penyelenggara yang dapat menyelami jiwa anak.

Simaklah kisah yang merupakan pengalaman nyata Dra. Hj. Opih R. Zainal. Ketua Umum Ikatan Guru TK Indonesia ini harus menerima kalau anak sulungnya bukanlah orang yang bergairah dalam menimba ilmu secara akademis. "Semua itu kesalahan saya dan menjadi penyesalan hingga kini. Sewaktu kecil, karena merupakan anak pertama, saya menuntutnya untuk selalu lebih. Termasuk dalam soal pelajaran. Saya jejali dia dengan berbagai kursus. Akibatnya, saat di universitas, dia seperti sudah kehilangan gairah untuk belajar. Kuliahnya membutuhkan waktu lama baru bisa selesai. Saat itu mungkin sudah merupakan titik klimaks kejenuhannya."

Tanpa bermaksud membandingkan, Opih melihat kalau anak keduanya yang dididik dengan lebih "santai", justru selalu bersemangat mengembangkan ilmunya terus-menerus. "Anak saya yang nomor dua mengambil dua kuliah sekaligus dan bisa menyelesaikan kedua kuliahnya hanya dalam 4 tahun. Bisa jadi karena sewaktu dia kecil, saya memberinya banyak kelonggaran untuk bermain dan tidak saya bebani berbagai kursus."

Tak ada maksud apa pun di balik cerita ini kecuali sebagai bahan renungan bagi para orang tua agar tidak memaksa anak untuk mengikuti kursus secara berlebihan. "Saya sering bercerita kepada orang tua lain tentang hal ini agar mereka tidak melakukan kesalahan yang sama dengan yang saya lakukan. Dampak pada anak TK yang diikutkan berbagai macam kursus memang tidak akan terlihat saat itu juga, tapi baru dalam beberapa tahun bahkan berberapa puluh tahun kemudian."
Menurut Opih, banyak anak yang duduk di kelas 2 atau 3 SD tiba-tiba mogok sekolah. "Nah, ini bisa jadi merupakan pertanda kalau mereka terlalu diforsir. Perkembangan mereka seakan disentak-sentak, bukan seperti air mengalir. Dampak yang lebih buruk lagi, nantinya anak bisa drop-out dari SMA atau tidak mau meneruskan kuliah."

TANPA MINAT AKAN KECEWA

Toh, bukan berarti si kecil sama sekali tidak boleh kursus. Boleh-boleh saja. Namun, orang tua mesti jujur dulu kepada diri sendiri, apakah kursus tersebut memang untuk mengembangkan minat dan potensi anak, atau hanya untuk memuaskan ambisi orang tua saja. "Kalau dulu, kan, orang tua selalu menginginkan anaknya menjadi dokter atau insiyur. Saat trend-nya kini berubah, mereka berbondong-bondong ingin anaknya menjadi penyanyi, presenter atau model cilik," ujar Kepala Sekolah TK Al-Ikhlas, Jakarta ini.

Alhasil, ambisi-ambisi tadi memicu mereka untuk memasukkan anak-anaknya ke tempat-tempat kursus seputar dunia entertainment. Bila si kecil berminat mungkin tidak jadi masalah, tapi jika tidak, maka pada akhirnya hanya kekecewaan yang akan didapat anak. Ia tidak bisa menemukan dirinya di situ. "Awalnya, mungkin anak mau kursus karena iming-iming orang tua. Lama-lama akan tampak kejenuhannya sehingga akhirnya membawa anak pada kekecewaan." Inilah yang menurut Opih harus dihindari. Sarannya, orang tua mesti selalu ingat, kursus yang tidak diminati anak hanya akan merupakan suatu siksaan baginya.
Namun sekali lagi, bukan berarti semua kursus selalu berdampak buruk. Bila tujuan kursus adalah murni untuk mengembangkan minat atau potensi yang dimiliki anak, Opih justru menyarankannya. Amati potensi apa yang paling menonjol pada dirinya untuk kemudian dikembangkan. Bila umpamanya, si kecil senang menggambar dan memang terbukti hasil gambarnya lebih bagus ketimbang anak-anak lain, masukkan ia ke sanggar menggambar. "Di sanggar itu, anak akan mendapat pengarahan ahli. Bagaimana gradasi warna yang baik, bagai

mana cara menggambar bentuk orang dengan lebih menarik, dan lain sebagainya. Nah, kursus-kursus semacam ini dapat mempercepat bakat dan minat anak agar menjadi kenyataan," ujar Sekbid Informasi dan Komunikasi Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia ini.

BILA MENGEJAR KETINGGALAN

Lalu bagaimana dengan kursus-kursus yang tujuannya mengejar ketinggalan? Umpamanya, kursus membaca dan menulis bagi anak TK menjelang masuk SD. Untuk soal ini, kata Opih, yang perlu disadari orang tua, lagi-lagi bahwa anak TK tidak mesti langsung bisa membaca saat masuk SD. Ada perkembangan yang lebih penting yang harus mereka miliki ketimbang kemampuan membaca, seperti perkembangan imajinasi, perkembangan motorik halus maupun kasar, dan perkembangan bahasa.

Sayangnya, perkembangan-perkembangan tadi kadang terbengkalai karena guru maupun orang tua malah mementingkan kemampuan baca-tulis anak. "Perkembangan-perkembangan tersebut dianggap enteng karena hasilnya tidak bisa terlihat seketika. Sedangkan membaca, ukurannya lebih terlihat, dari yang belum bisa membaca jadi bisa baca. Makanya ini yang sering dikejar lebih dulu. "

Padahal, lanjut Opih, kemampuan membaca tidak ada gunanya jika anak tidak mengerti makna dari apa yang ia baca. Kemampuan menulis pun akan percuma saat anak tidak dapat mencurahkan ide ke dalam tulisannya. Semua kemampuan tersebut bisa bermula dari perkembangan-perkembangan yang dianggap remeh-temeh tadi. Pelajaran menggambar, misalnya, walau hasilnya tampak hanya seperti benang ruwet, merupakan salah cara untuk dapat mengembangkan imajinasi anak. Coba kita selalu bertanya apa yang anak gambar, "Adek gambar, apa?" ­ "Ini bebek, Ma." ­ "Kakinya enggak kelihatan, ya?" ­ "Iya, soalnya air kolamnya kepenuhan."

Jadi, apa pun alasan yang dicelotehkan anak, semua sah-sah saja karena gambar tersebut merupakan caranya merealisasikan ide-ide yang ada dalam pikiran. "Hanya, antara imajinasi dengan kemampuan motoriknya belum seimbang sehingga hasilnya terlihat berbeda dengan apa yang dimaksud." Lagi pula, ucapan-ucapan yang dikatakan anak mendorong juga perkembangan bahasanya.
Jadi, kembali lagi pada inti persoalan, kursus membaca bagi anak TK tidaklah mutlak. Namun bila toh, dengan berbagai pertimbangan tetap dirasa perlu, Opih memberikan rambu-rambu yang dapat dijadikan patokan. Salah satunya, perhatikan masa peka anak. Kalau masa peka anak sudah timbul, maka latihan baca-tulis akan bisa membantunya. Namun, jika masa peka tersebut belum ada, dalam arti anak belum berminat, maka akan ada tiga pihak yang merasa terbebani, yaitu guru, anak, dan orang tua.

Mendeteksi kepekaannya tidaklah terlalu sulit. Minta saja si kecil untuk mencari bentuk huruf yang sama. Misalnya, kita acungkan pada anak huruf N, lalu katakan, "Coba cari di kartu-kartu itu, bentuk yang sama dengan huruf yang Mama pegang!" Kalau anak sudah bisa melakukannya berarti dia bisa diajarkan membaca," kata Opih. Satu hal lagi yang patut diperhatikan, kursus membaca tidak boleh dengan cara mendril, tapi harus dengan bermain. "Dengan cara berlomba mencari huruf yang sama, misalnya. "

MINAT NAIK-TURUN

Yang perlu dicermati, minatnya terhadap sesuatu kadang menunjukkan grafik yang naik-turun. Hari ini bisa saja ia memperlihatkan antusiasme saat berlatih menari. Hari lainnya ia tampak ogah-ogahan. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dari hal itu. Menurut Opih, wajar saja jika anak usia prasekolah mood-nya naik turun. Namun, tetap perlu dicari akar penyebabnya. Jangan-jangan hanya karena masalah sepele. Umpamanya, bagi anak yang ikut les renang, perintah untuk mencelupkan kepalanya ke dalam air bisa menjadi suatu siksaan. "Pelatih yang sabar dan mengerti jiwa anak akan menggunakan taktik lain. Misalnya, kepala anak disiram air dulu. Walau gelagapan, tapi setidaknya ia masih merasa aman karena kepalanya masih ada di atas air."

Untuk itulah Opih berharap penyelenggara kursus mesti dapat menyelami jiwa anak-anak. Bila guru di tempat kursus selalu memberikan kritik, anak-anak jadi takut salah. Waspadai pula jika si kecil sering mengeluh capek karena bisa merupakan indikasi pemaksaan yang tidak disadari. Saat akan berangkat kursus, umpamanya, anak banyak mengajukan alasan seperti sakit perut, mengantuk atau pusing. "Kalau itu terjadi tidak ada salahnya jika orang tua bertanya dengan jujur kepada dirinya sendiri. Apakah anak memang berminat pada kursus tersebut atau jangan-jangan kita saja yang ngotot."

Namun bisa juga keluhan capek tadi disebabkan frekuensi kursus yang terlalu dekat, misalnya seminggu 3 kali. Akhirnya terdengarlah keluhan seperti, "Aduh, kayaknya baru kemarin, deh, aku kursus. Masak sekarang harus kursus lagi." Padahal idealnya, menurut Opih, frekuensi kursus bagi anak TK adalah seminggu sekali atau seminggu dua kali. Akan lebih bijaksana lagi, penetapan jadwal kursus ini melibatkan si kecil. "Jangan mentang-mentang ia masih kecil, lalu orang tua sendiri yang menentukan. Kalau semua serba diatur, anak akan terbiasa tunggu perintah. Akhirnya kalau tidak diperintah, dia tidak akan berbuat apa-apa. Ini, kan sama saja membunuh kreativitasnya."

Selain frekuensi, jumlah kursus pun patut diperhatikan. "Jangan terlalu banyak, karena selain belum memiliki rasa tanggung jawab, ia pun masih selalu ingin bermain. Jadi, maksimal 2 macam saja dalam seminggu."

Opih yakin, jika anak memang berminat, ditambah frekuensi, jumlah kursus, dan penyelenggaranya yang menyenangkan, maka kegiatan ini akan menjadi suatu rekreasi yang indah dan selalu didamba-dambakan anak. Bukankah akan terdengar merdu jika dari mulut mungilnya terdengar, "Kapan sih aku kursus lagi? Aku sudah enggak sabar mau bernyanyi, nih!" Karena dari situlah awal perkembangan imajinasi serta kreativitasnya.

JENIS KURSUS YANG COCOK

Opih sendiri sebenarnya tidak membatasi jenis kursus bagi balita. Selama sesuai minat dan potensinya, kursus apa pun boleh saja. "Bila anak senang bermain dengan angka, ia bisa saja diikutsertakan pada kursus sempoa," kata Opih. Namun setidaknya, ada beberapa kursus yang umum bagi anak-anak TK:

* menggambar

* olahvokal

* mengenal musik

* renang

* komputer

* bahasa Inggris

Pada dua kursus yang disebut terakhir, yaitu bahasa Inggris dan komputer, menurut Opih, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Untuk bahasa Inggris, misalnya, boleh dijalani asalkan si kecil tidak melupakan bahasanya sendiri. Kursus komputer bagi si kecil pun tentu bukan meliputi pengenalan program-program yang rumit, tapi program yang memungkinkannya bermain sambil mengenal teknologi tersebut.
Yang paling penting lagi, kursus untuk anak-anak tidak boleh disamakan seperti kursus untuk orang dewasa. Misalnya, tidak dengan komunikasi satu arah dan duduk diam statis. "Untuk kursus bahasa Inggris, misalnya, bisa dengan bernyanyi. Sedangkan kursus komputer diselenggarakan dengan menggunakan program untuk anak-anak."
(tabloid-nakita)

ASAH OTAK DENGAN MAIN KARTU

Permainan kartu dapat mengembangkan kemampuan menganalisa.

Bermain kartu memang mengasyikkan. Bahkan bisa membuat anak lupa waktu. Tak heran bila ada sebagian orang tua yang melarang anaknya bermain kartu. Apalagi ada anggapan kuno bahwa kartu identik dengan judi. Padahal menurut Molly Marsal, Psi., konselor di Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), banyak manfaat yang bakal diperoleh anak lewat permainan kartu.

Saat ini, kartu yang beredar dan banyak digunakan anak-anak sangat beragam. Misalnya, ada kartu kwartet yang memuat tokoh-tokoh kartun, komik, tokoh agama, pahlawan nasional, dan juga jenis-jenis satwa. Sebagian lagi berisi pengenalan kata-kata dalam bahasa Inggris mengenai jenis sarana transportasi yang menarik minat anak. Jadi tidak lagi sebatas kartu remi atau kartu domino yang banyak digunakan orang dewasa.

Menurut Molly, sebagaimana permainan yang lain, bermain kartu memang bisa dinikmati anak-anak karena cukup menarik dan mampu membuat anak-anak menjadi relaks. Tak hanya itu, anak-anak pun dapat bertambah pengetahuannya sambil bermain. Misalnya bila anak-anak bermain kartu kwartet bertema pahlawan nasional, mereka harus berlomba mengumpulkan seri tokoh-tokohnya secepat mungkin agar bisa memenangkan permainan itu. Sambil main, anak jadi tahu nama-nama tokoh pahlawan yang lain.

SEPAKATI SOAL WAKTU

Bila anak telah menguasai permainan kartu, orang tua tetap harus mengingatkan anak-anak soal waktu. Sering kan, saking asyiknya bermain, kadangkala mereka sampai lupa waktu. Untuk itu tak ada salahnya orang tua membuat aturan-aturan.

Untuk menetapkan aturan yang harus dipatuhi bersama, alangkah baiknya orang tua melibatkan pendapat anak. Tanyakan, kapan sebaiknya dilakukan permainan kartu dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk satu kali permainan.

Molly mengingatkan penting untuk mencari kata sepakat dengan anak sebelum menerapkan aturan. Dengan demikian anak terpancing untuk mematuhi aturan yang telah dibuat bersama itu. Orang tua juga hendaknya jangan lupa untuk menyampaikan bahwa bermain kartu tidak boleh dilakukan pada saat makan maupun selama waktu belajar. Pun yang patut mendapat perhatian, jangan sampai anak bermain kartu dengan menggunakan uang sebagai taruhan. Meski nilai uang yang digunakan sangatlah kecil, menurut Molly, taruhan dengan uang sudah tergolong judi.

Bila aturan ini sudah disepakati, hendaknya jalani dengan konsisten. Jangan memberi peluang untuk dilanggar karena umumnya permainan kartu mampu menyihir perhatian anak-anak sehingga lupa waktu.

Perihal dampak buruknya, Molly menyatakan, tak ada. Hanya saja kualitas kartu perlu dikhawatirkan. "Ada beberapa kartu yang terlalu kaku sehingga ujung-ujungnya tajam. Bila anak belum terampil, bisa-bisa tertusuk atau terbeset," ucapnya mengingatkan.

KENALKAN DENGAN CONTOH

Bila ingin memperkenalkan permainan ini kepada anak-anak, orang tua hendaknya harus memberi contoh dan menunjukkan daya tariknya. Anak-anak yang sering melihat orang lain bermain kartu umumnya akan tertarik untuk mencoba. Anak usia prasekolah awal, Molly mengingatkan sebaiknya dikenalkan pada kartu-kartu kwartet dan domino yang memuat gambar-gambar yang disenangi anak-anak. Sedangkan kartu remi atau kartu domino yang sering dimainkan orang dewasa sebaiknya dijadikan pilihan berikut karena gambarnya tidak didesain bagi anak-anak sehingga mungkin tak terlalu menarik.

Memasuki usia 5 tahun perkenalkan beragam permainan yang dapat dilakukan dengan kartu remi. Baik cangkulan atau 41. Lewat permainan itu anak dapat belajar, misalnya cangkulan mengajarkan anak tentang konsep angka dan besar-kecil. Angka 5 lebih kecil dari angka 6 berarti pemilik kartu dengan angka 6-lah yang menang. Demikian pula lewat permainan 41. Anak belajar menghitung jumlah kartu yang dimiliki hingga mencapai jumlah yang telah ditetapkan, 41.

Molly menambahkan, semakin banyak jenis permainan kartu yang diperkenalkan pada anak maka akan semakin baik. Sedikit banyak, permainan itu dapat memperkaya kemampuan berpikir anak. Misalnya, kemampuan menganalisa yang kelak dapat bermanfaat untuk pembentukan kepribadian anak.
MANFAAT KARTU REMI DAN DOMINO KLASIK

Inilah manfaat kartu remi dan domino klasik menurut Molly:

1. Mengenal konsep warna

Warna pada kartu remi ini memang hanya 2, yakni merah dan hitam. Walau sangat terbatas, anak sudah dapat tambahan pengetahuan sehingga dapat lebih mengenal tentang kedua warna tersebut.

2. Mengenal konsep angka

Ada angka 1 hingga 10 yang terdapat pada kartu ini. Sambil bermain, anak dapat mengenal bentuk angka 1 sampai 10 dan mengetahui tentang konsep angkanya. Umumnya sambil bermain anak akan lebih mudah memahami.

3. Mengenal konsep bentuk

Ada empat bentuk yang terdapat dalam kartu remi, yakni keriting, hati merah, hati hitam/skop, dan belah ketupat/wajik. Perkenalkan beragam bentuk itu.
YANG DIAJARKAN LEWAT PERMAINAN KARTU

Secara general, Molly mengatakan, permainan kartu mengajarkan anak tentang:

1. Aturan

Dalam permainan kartu ada aturan yang harus dipatuhi bersama. Bila anak tak mampu memahami dengan baik aturan permainannya, bisa-bisa ia akan tertinggal atau kalah terus- menerus.

2. Kedisiplinan

Paham aturan harus dibarengi dengan disiplin. Misalnya, kapan saat dirinya membuang dan mengambil kartu. Tanpa dibarengi disiplin dapat merusak jalannya permainan.

3. Sportivitas

Dalam permainan pasti akan ada yang kalah dan menang. Lewat permainan, anak diajarkan untuk menerima jika dirinya kalah dan bersedia untuk mengocok kartu atau bahkan dikenai sanksi lainnya seperti, dicoret dengan lipstik, bedak, atau yang lain. Sebaliknya, bila menang tak boleh sombong.

4. Sosialisasi

Sambil bermain kartu, hubungan pertemanan dapat terjalin lebih erat baik antara orang tua ­anak, kakak-adik, ataupun dengan teman sebaya.

5. Analisa sederhana

Anak terpacu untuk berpikir bagaimana caranya supaya bisa menang. Dengan demikian anak belajar memperkirakan, kartu yang mana yang harus dikeluarkan agar dirinya berhasil menang.
(tabloid-nakita)