SI KECIL MASTURBASI MASAK IYA SIH!

Jangan panik dulu. Si kecil cuma ingin memenuhi rasa keingintahuannya saja, kok!

Ketika mendapati si kecil memainkan alat kelaminnya, biasanya muncullah rasa jengah. Beragam reaksi akan ditunjukkan oleh orangtua. Ada yang langsung menghentakkan tangannya sambil memarahi, memberi nasihat panjang lebar, dan pastinya mengeluarkan ultimatum untuk tidak lagi melakukan kegiatan tersebut.

Padahal, asal tahu saja, kepanikan yang berlebihan dari orangtua bukanlah tindakan tepat. Kepanikan justru akan menimbulkan rasa ingin tahu yang lebih jauh dari si prasekolah, "Mengapa kok perbuatan yang aku lakukan bikin panik Ibu dan Ayah?" Buntutnya, si kecil pun terdorong untuk melakukan lagi demi memenuhi rasa ingin tahunya yang lebih jauh. Atau, pada kasus yang lebih ekstrem, dalam diri si kecil akan tertanam suatu prinsip bahwa alat kelaminnya adalah sesuatu yang tabu. Keadaan ini tentu saja akan memberikan pengaruh terhadap identitas seksualnya kelak.

Sebetulnya, yang dilakukan anak saat "memainkan" alat kelaminnya adalah sekadar untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Apalagi usia prasekolah merupakan masa eksplorasi sebagai upaya untuk memenuhi rasa keingintahuannya yang besar. Dalam benak si prasekolah hanya muncul pemahaman bahwa dengan melakukan kegiatan itu ada rasa enak atau nyaman yang ditimbulkan. Namun pemahaman tersebut berbeda sekali dengan pemahaman yang ada dalam benak orangtuanya, sebab orangtua atau orang dewasa yang telah memiliki pemahaman tentang perilaku seksual menganggap itu adalah masturbasi yang menghasilkan sebuah kenikmatan dan berhubungan dengan hasrat serta fantasi seksual. Sayangnya, orangtua kerap memandang anak-anak sebagai manusia dewasa mini. Akibatnya sering menyamaratakan pemahaman itu.

MENGHILANG DI USIA SEKOLAH

Tentu saja, tidak setiap anak di usia prasekolah senang memainkan alat kelaminnya. Hal ini tergantung minat pada masa eksplorasi tersebut. Bila si prasekolah memang memiliki minat yang tinggi atau memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada anggota tubuhnya, bisa jadi ia akan mengalami kegiatan ini pada saat meraba alat kelaminnya. Atau, bisa jadi juga kegiatan itu terjadi secara kebetulan. Misal, saat ia sedang memainkan bantal di wilayah kemaluan dan merasakan kenikmatan. Rasa yang timbul, keingintahuan yang tinggi dan proses eksplorasi terhadap bagian tubuhnya, mendorong si kecil untuk mengulangi perbuatannya.

Jadi, tak perlu khawatir jika mendapati si kecil sedang memegang atau memainkan alat kelaminnya karena perilaku ini merupakan bagian dari konsekuensi proses perkembangan yang dialaminya.

Perilaku ini bukan sebagai suatu perilaku yang bertujuan untuk menyalurkan hasrat seksual. Selain itu, patut diperhatikan pula, kegiatan mengeksplorasi anggota tubuhnya ini akan menghilang seiring dengan pertambahan usia. Umumnya saat ia memasuki usia sekolah, karena di usia sekolah, ia akan lebih banyak melakukan aktivitas fisik seperti bermain lari-larian, memanjat, dan lain-lain. Kendati demikian, bukan berarti boleh dibiarkan saja ketika si prasekolah sedang memainkan alat kelaminnya. Mengingat kecenderungan manusia untuk mengulang-ulang suatu perilaku/perbuatan yang menyenangkan, sehingga bukan tak mungkin akhirnya menjadi kebiasaan. Yang penting, bagaimana kita menyikapinya secara bijaksana sehingga dapat memenuhi rasa keingintahuannya.

ALIHKAN PERHATIANNYA

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan orangtua saat mendapati si prasekolah sedang mengeksplorasi alat kelaminnya? Orangtua hendaknya dapat mengontrol emosi. Jangan menunjukkan rasa kaget yang berlebihan; kendalikan dan berusahalah untuk tampil wajar.

Bila orangtua marah-marah sambil berteriak itu tabu, tidak boleh dilakukan, malah bisa berdampak pada perkembangan anak selanjutnya. Bisa jadi anak akan memiliki anggapan atau pemahaman bahwa kegiatan yang dilakukan itu memang benar-benar tabu karena mengundang kemarahan orangtuanya.

Dampak yang mungkin ditimbulkan pada perkembangan anak selanjutnya adalah timbulnya antipati terhadap perilaku seksual di usia remajanya atau dewasanya kelak. Bahkan bisa juga terjadi penyimpangan dalam perilaku seksual. Atau, malah menyalurkan hasratnya tersebut pada kegiatan yang lain yang kemungkinan malah membahayakan.

Lebih baik, alihkah perhatian anak dengan mengajaknya melakukan kegiatan yang menyenangkan lainnya seperti bermain kucing-kucingan susun balok, membacakan buku cerita, dan lainnya. Diharapkan konsentrasinya tidak lagi tertuju pada kegiatan mengeksplorasi alat kelamin yang dilakukannya.
EREKSI SEJAK DI KANDUNGAN

Perkembangan seksualitas di usia prasekolah hanya terbatas pada perkembangan perilaku.

Pada rentang usia prasekolah, anak tidak mengalami perkembangan fungsi seksual, karena pada tahapan ini hormon-hormonnya belum berfungsi secara maksimal. Umumnya sebelum masa pubertas, pertumbuhan itu berlangsung sangat lambat, kemudian akan lebih cepat pada masa pubertas. Jadi, yang dapat diamati hanyalah perkembangan perilakunya atau psikoseksual. Karenanya, tak perlu kaget bila mendapati si prasekolah sedang melakukan eksplorasi atau memainkan alat kelaminnya. Itu adalah suatu hal yang wajar di rentang usia ini.

Bahkan menurut hasil penelitian dari The Kinsey Institute -­sebuah lembaga yang bergerak di bidang penelitian tentang seksualitas manusia, gender dan kesehatan reproduksi di Indiana University menyatakan, semenjak dalam kandungan anak sudah mengalami ereksi. Jadi tak perlu heran, bila bayi laki-laki yang baru bangun tidur tampak tegang alat kelaminnya, walaupun fungsi susunan sarafnya belum sempurna dan kadar hormon androgennya masih sangat rendah. Sedangkan kelamin bayi perempuan biasanya tampak berlendir.

Perkembangan Psikoseksual

Mengacu pada pendapat Sigmund Freud yang dikenal dengan teori psikoanalisisnya, perkembangan psikoseksual terbagi menjadi 4 fase, yaitu:

1. Fase Oral

Berlangsung dari lahir sampai usia 2 tahun. Anak mendapatkan kenikmatan melalui mulutnya. Itu terlihat saat anak menyusu pada puting payudara ibunya maupun memasukkan segala sesuatu ke mulutnya.

2. Fase Muskuler

Berlangsung dari usia 2 sampai 3 tahun atau paling telat di usia 4 tahun. Pusat kenikmatan anak berpindah ke otot; ditandai dengan kesenangan dipeluk, memeluk, mencubit, atau ditimang-timang.

3. Fase Anal Uretral

Berlangsung dari usia 3 atau 4 sampai dengan 5 tahun. Pusat kenikmatan anak terletak pada anus/dubur dan saluran kencing. Jadi wajar bila si anak suka menahan BAB (buang air besar) atau BAK (buang air kecil).

4. Fase Genital

Berlangsung dari usia 5 sampai 7 tahun. Pusat kenikmatan dirasakan pada alat kelamin; ditandai dengan senang memegang alat kelaminnya. Seiring kemampuan berpikirnya yang meningkat, umumnya muncul rasa ingin tahunya akan anggota tubuhnya. Salah satunya adalah alat kelaminnya. Orangtua kadang terkejut melihat anak memegang alat kelaminnya, padahal ia hanya sekadar ingin tahu, "Ini apa ya..., kok bentuknya begini?"

PERSIAPKAN DIRI

Setiap anak akan sampai pada tahap keingintahuan mengenai tubuhnya sendiri, mengenai fungsi-fungsi organ tubuhnya dan juga perbedaan-perbedaan dengan milik orang lain. Untuk itu anak akan banyak bertanya. Karenanya, orangtua hendaknya mempersiapkan diri dengan menambah pengetahuan untuk menghadapi pertanyaan yang mungkin akan dilontarkan anak, sehingga anak dapat memperoleh jawaban yang memuaskan dan benar. Nah, bagaimana sebaiknya orangtua bersikap?

1. Memahami rasa keingintahuan anak.

Orangtua hendaknya jangan sungkan-sungkan untuk memberikan penjelasan. Umpama, dengan membiasakan menyebut nama alat kelamin anaknya. Hindari menyebutkannya dengan istilah-istilah tertentu. Harapannya, kelak anak pun akan terbiasa dan tidak menganggap kata-kata itu sebagai sesuatu yang tabu. Bila pertanyaan seputar alat kelamin tidak terlontar dari mulut si prasekolah, maka orangtua wajib memunculkannya.

Semakin dini diperkenalkan akan semakin baik. Tak perlu khawatir anak tidak mampu menangkap karena otak anak bagaikan jendela yang terbuka dan selalu siap menerima meski tak langsung dimanfaatkan atau dipahami. Kelak saat si prasekolah beranjak besar dan telah memahami tentang seksualitas, ia tidak asing lagi dengan nama-nama alat kelamin dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang tabu.

2. Berikan penjelasan sesuai dengan daya tangkapnya.

Diperlukan kreativitas untuk mendapatkan jawaban yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Dalam rentang usia ini, anak memiliki pemahaman sebatas hal-hal yang konkret saja. Mereka ingin mengenal tentang perbedaan bentuk, selanjutnya fungsi dari benda tersebut secara sederhana.

3. Tak perlu berbohong ataupun menghindar.

Berbohong dapat membuat anak merasa ada sesuatu yang disembunyikan yang justru dapat memacu rasa keingintahuannya. Contoh, ada burung di celananya. Bisa-bisa anak akan penasaran, kok burung bisa ada di dalam celananya.

Jangan pula menghindar karena hanya akan membuat anak makin penasaran. Bisa jadi anak malah mencari informasi dari orang lain, sementara informasi yang diberikan belum tentu benar dan tepat.

4. Tenang dan jangan malu.

Anak-anak belum membayangkan fungsi seksual dari organ tubuh manusia karena mereka belum mengerti. Bila menghadapi ulah si kecil yang paling diperlukan adalah tenang, kemudian memberikan jawaban dan penjelasan terbaik untuk keingintahuan mereka.

KONSULTASI GRATIS

Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) memberikan layanan konsultasi, informasi dan konseling seputar pertumbuhan dan perkembangan anak, pergaulan, seksualitas, pendidikan, dan lain-lain lewat telepon dan tatap muka (dengan perjanjian terlebih dahulu) di 021-3902600 dan 021-3905747 serta email di http//anak.i2.co.id

0 komentar: