"Syang, Kita puasa yuk!"

Anak usia prasekolah sudah bisa diajarkan berpuasa maupun mengikuti ibadah-ibadah lainnya.

Bagaimana mengenalkan ibadah puasa pada anak usia 3-5 tahun? Ditambah lagi, orangtua berkewajiban mengajarkan pada anak bahwa di bulan suci Ramadan, ia juga harus mampu menahan marah, iri, dengki, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang tidak disukai Allah. Dengan begitu, di luar bulan Ramadan ia pun bisa melakukan hal tersebut lebih baik lagi. Orangtua juga perlu mengatakan pada anak, dengan khusuknya menjalankan ibadah di bulan Ramadan, maka pahala atas amal perbuatannya akan dilipatgandakan.

Masalahnya, semua ajaran itu bersifat abstrak sedangkan pola pikir anak usia prasekolah masih konkret operasional. Untungnya masalah ini tidak menjadi hambatan. Seperti kata Fitriani F. Syahrul M.Si., anak memiliki kemampuan yang menakjubkan untuk menangkap, mencerna, dan memahami itu semua secara bertahap.

Lagi pula, usia prasekolah adalah masa yang tepat untuk memupuk berbagai kebiasaan, termasuk beribadah. Diharapkan, di usia sekolah dan remaja nanti, orangtua tidak terlalu repot membujuk-bujuk anak untuk menjalankan puasa. "Jadi prinsipnya, semakin awal dikenalkan akan semakin diserap oleh anak. Hasilnya akan semakin baik pula bagi anak, karena di usia selanjutnya ia dapat memahami hal tersebut dengan lebih baik. Selain juga dapat menghindari masukan yang salah tentang hal ini dari orang lain," beber pemilik dan psikolog Sekolah Lentera Insan, Depok, Jawa Barat ini.

MEMORI BAIK TENTANG RAMADAN

Menurut Fitriani, untuk anak usia prasekolah yang paling utama dan terpenting diberikan adalah penanaman memori-memori yang baik tentang bulan Ramadan. Jangan buru-buru mengaitkannya dengan penghapusan dosa. Juga, hindari anak mendapatkan kesan bulan Ramadan itu adalah bulan penyiksaan atau penderitaan.

Jadikan hari-hari di bulan Ramadan ini sebagai sesuatu yang sangat menyenangkan. Ciptakan suasana yang berbeda dari bulan-bulan lainnya, supaya anak turut merasakan bahwa bulan Ramadan adalah bulan spesial yang selayaknya disambut gembira.

Bagaimana caranya? Gunakan pendekatan secara fisik. Contohnya, menghias rumah, membuat acara bersama selama bulan Ramadan, membuat bingkisan yang bisa juga kita jadikan hadiah untuk anak, dan lainnya. Supaya anak makin senang dengan tibanya bulan Ramadan, ajak ia untuk membuat hidangan berbuka, dari berbelanja bahannya sampai penyajiannya di meja. Anak pasti merasa seru jika dilibatkan mensyukuri Ramadan.

KENALKAN IBADAH-IBADAH LAINNYA

Orangtua perlu juga menanamkan sekaligus memberi tahu anak tentang ibadah-ibadah lain khas bulan Ramadan. Caranya, kata Fitriani, dengan mengajak anak merasakan dan mencoba secara langsung.

Salat Tarawih

Jelaskan pada anak bahwa salat Tarawih adalah salat malam yang cuma ada di bulan suci Ramadan. "Jadi Nak, sayang sekali kalau kita tidak melakukannya," misal.

Karena anak usia ini sudah bisa diberi pengertian, maka sebelum mengajaknya salat Tarawih di mesjid, bisiki dulu, "Nanti di mesjid kita Tarawih, tapi tidak boleh teriak-teriak dan lari-lari, ya."

Biasanya Tarawih di mesjid menyenangkan bagi anak, selain ramai juga banyak temannya. Karena itu, kita boleh memberikan sanksi bila anak melakukan pelanggaran. Misalnya, tidak akan diajak ke mesjid lagi.

Berbuka puasa

Orangtua sebisa mungkin berbuka di rumah. Jadikan acara berbuka puasa sebagai acara makan berjamaah. Di sini anak akan mendapatkan sensasi dan suasana yang lain lagi, "Asyik ya. Buka puasa makanannya enak. Sama-sama lagi," misalnya.

Salat berjamaah

Setiap waktu salat tiba dan kebetulan orangtua berada di rumah, jangan lupa mengajak si kecil. Sekalipun salatnya masih ngawur atau malah dia cuma guling-guling, tak masalah. Yang terpenting, kita bisa membuat suasana yang dapat dirasakan oleh anak secara nyata semisal, "Bulan Ramadan itu asyik, kumpul dan sama-sama terus."

Tadarus atau membaca Alquran bersama-sam

Baik sekali jika meluangkan waktu untuk mengajari anak setelah atau sebelum orangtua mengaji. Tadarus dengan anak jauh lebih seru dan mengena jika dilakukan sambil bermain, mewarnai huruf hijaiyah, membuat huruf hijaiyah lalu digunting dan ditempel, atau menghafal surat-surat pendek. Alangkah baiknya lagi jika acara tadarus diselipi dengan cerita mengenai kebajikan nabi dan rasul.

TIGA HAL PENTING

Menurut Fitriani, ada tiga hal penting yang perlu diajarkan pada anak berkaitan dengan bulan Ramadan, yaitu:

1. Kedisiplinan dalam berpuasa

Saat sahur, bangunkan anak untuk ikut bergabung menyantap makanan. Gunakan kesempatan ini untuk menjelaskan padanya, "Dengan sahur, badan kita tetap sehat dan kuat. Jadi, tidak makan dan minum di siang hari pun tidak apa-apa."

Akan tetapi, jangan pernah memaksa anak. Kalau si kecil tak mau dibangunkan, ya sudah, biarkan saja ia melanjutkan tidurnya. Esoknya, kita coba lagi untuk kembali membangunkannya di saat sahur.

Pagi hari, ajak anak untuk berpuasa. Jelaskan padanya, karena dirinya masih belajar, maka aturan berpuasanya tidak sama seperti orang dewasa. "Nanti siang kalau kamu lapar atau haus sekali, boleh kok, minum dan makan," misalnya.

Alangkah baiknya jika dari hari ke hari kita tingkatkan kemampuannya berpuasa. Umpama, yang tadinya buka pukul 08.00, besok-besok bukanya pukul 08.30, lalu besok-besoknya lagi buka pukul 09.00, dan seterusnya.

2. Kemampuan untuk mengendalikan diri

Pengendalian diri yang bisa kita tanamkan pada anak usia ini masih sangat sederhana. Antara lain, bersikap jujur dan belajar mengukur kemampuan diri. Untuk mendukung hal ini, sebaiknya kemajuan yang dicapai oleh anak tidak harus disusul dengan pemberian imbalan berupa benda. Tujuannya, agar apa yang dilakukan anak tidak semata-mata demi mendapatkan imbalan.

3. Tingkah laku prososial

Mulailah dari empati, selanjutnya diharapkan anak mau berbuat sesuatu dalam rangka menolong atau berbuat untuk sesamanya. Cukup katakan, "Oke, sekarang kamu buka puasa tapi om dan tante juga kakak-kakak sedang puasa, enggak baik makan di depan orang yang puasa," misalnya. Diharapkan, dengan begitu tumbuh keyakinan atau iman yang kuat pada diri anak.

Ajarkan juga pentingnya berempati pada kaum papa. Contoh, "Beginilah rasanya teman-teman kamu yang berada di jalan, mengamen atau memulung. Makan susah, apalagi beli baju." Lanjutkan dengan penanaman nilai kebaikan, "Maka dari itu kalau makan tidak boleh bersisa, harus dihabiskan. Supaya bisa habis, ambil makanan secukupnya. Daya tampung perutmu kan terbatas." Dengan demikian, kita pun mengajari anak untuk bisa menghargai makanan dan menahan diri.

HIDUPKAN TEVE HANYA PADA JAM-JAM TERTENTU

Agar proses pembelajaran berjalan sukses, menurut Fitriani, orangtua harus memerhatikan beberapa aspek yang dapat menggagalkannya. Antara lain, pesawat televisi. "Sering kali acara televisi membuat anak menolak jika diajak untuk melakukan ritual ibadah."

Karena itu, perlu diciptakan situasi yang kondusif. Tak ada cara selain bahwa seluruh anggota keluarga sadar akan hal ini. Khusus di bulan Ramadan, televisi hanya dinyalakan pada jam-jam tertentu di luar waktu ibadah atau kebersamaan seperti berbuka puasa.(tabloid-nakita)

0 komentar: