MEMOTIVASI DISIPLIN DIRI

Kuncinya sederhana saja. Mau tahu?

Suatu sore di hari Minggu, Dhea mengajak Tedi, anak lelakinya yang berusia 4;6 tahun, makan bakso di sebuah rumah makan di sekitar kompleks perumahan. Seperti umumnya tempat makan, selalu tersedia sebuah pesawat teve. Saat menikmati bakso, tiba-tiba saja Tedi dengan suara kerasnya nyeletuk, "Mami, nonton sinetron kan bikin anak bodoh ya?" Sang bunda agak tersentak tapi lalu cepat-cepat mengangguk sambil tersenyum dan mengusap kepala anaknya. Sempat Dhea menoleh ke arah pengunjung lain yang menengok ke arah mereka, entah lantaran suara Tedi yang keras ataukah karena perkataannya.

Kali lain, kisah Dhea lagi, Tedi mendapatkan sebuah goody bag dari teman sekelasnya yang berulang tahun. Tiba di rumah, Tedi langsung memilah sendiri mana saja snack yang tak dibolehkan dikonsumsi selama ini karena mengandung MSG. Jika ada snack baru yang belum dikenalnya dan dia tak tahu ada-tidaknya kandungan MSG di dalamnya, maka lebih dahulu dia akan menanyakannya pada sang Mami, "Kalau yang ini boleh enggak, Mi?" atau dia sendiri sudah bisa mengatakan, "Aku enggak mau makanan yang seperti itu, soalnya ada MSG-nya."

Banyak lagi hal lain yang diceritakan Dhea tentang "kehebatan" anak lelaki semata wayangnya itu. Dhea sangat bangga terhadap buah hatinya. Betapa tidak? Di usia yang masih balita, sang anak sudah bisa bersikap positif. Tentu saja, hal itu berkat asuhan dan didikan yang konsisten dalam mengajarkan sikap/perilaku postif sejak dini. Seperti juga dikatakan Rosdiana S. Tarigan, M.Psi., MHPEd., dari Rumah Sakit Pluit, Jakarta, "Orangtua memang harus menanamkan sikap dan perilaku positif pada anak sedini mungkin."

Sebetulnya, lanjut Rosdiana, perilaku positif yang diharapkan orangtua itu intinya adalah disiplin. "Jadi, untuk memotivasi anak agar mau berperilaku positif adalah dengan melakukan pembiasaan-pembiasaan pada anak. Tentunya, orangtua juga memberikan contoh dan menjelaskan perilaku apa yang diharapkan dari anak dengan mengemukakan alasannya," kata Rosdiana seraya mengingatkan orangtua agar tak lupa memberikan reward atas sekecil apa pun usaha anak.

Namun perlu dipahami, cara ini tidak dapat dilakukan secara instan melainkan harus terus-menerus sampai akhirnya anak mengerti. Jadi, jangan pernah bosan untuk selalu mengingatkan si buah hati dengan nada yang tidak memaksa dan mengancam tentunya. Ketahuilah, sikap/ perilaku positif anak di usia dini akan membuat anak merasa percaya diri dengan apa yang dilakukannya. "Dia merasa dirinya nyaman dan aman karena tahu apa yang harus dilakukan. Hidup anak jadi lebih teratur dan punya disiplin diri yang baik. Hal positif ini akan terus berlanjut hingga usia dewasa nanti," tandas Rosdiana.

Dedeh Kurniasih. DIPERAGAKAN MODEL, FOTO-FOTO: FERDI/nakita

8 SIKAP/PERILAKU POSITIF

1. Memilih makanan sehat/tak jajan makanan sembarangan.

Mulailah dari diri orangtua sendiri, yaitu dengan selalu menyediakan makanan sehat di rumah, tidak memberikan contoh jajan makanan yang tak sehat semisal beli makanan gorengan, dan sebagainya. Orangtua pun selalu menjelaskan pada anak akan pentingnya makanan sehat serta bahayanya makanan tak sehat yang mengandung pengawet, pewarna dan penambah rasa. Berikan contoh-contoh dari dampaknya yang bisa anak ketahui. Penjelasan ini tentunya harus dilakukan berulang-ulang sehingga anak mengerti. Dengan begitu, ia akan terbiasa dan tak masalah jika tak diberi makanan yang tak dibolehkan.

Bagaimana jika dibuatkan jadwal tertentu? Misal, hanya pada saat weekend saja atau saat berbelanja bulanan saja, sehingga anak tetap bisa merasakan makanan tertentu tanpa harus memuasakannya sama sekali. Hal ini boleh saja tergantung pada kebijakan masing-masing orangtua. Begitu pun bila orangtua memberlakukan "larangan" secara ekstrem lantaran anaknya mengalami autisma, misal.

2. Tak asal belanja barang/ mainan.

Sebetulnya hal ini tergantung bagaimana ketaatan orangtua dalam meluluskan atau tidaknya permintaan anak. Ada tipe orangtua yang senang memberikan apa pun yang dianggapnya menarik, lucu dan baik buat anak, meski si anak tidak memintanya, Ada juga orangtua yang main gampang saja dan tak mau repot dengan menuruti apa pun yang diminta anak daripada mendengar anaknya merengek atau ngamuk lantaran tak dikabulkan. Nah, bila Ibu dan Bapak termasuk orangtua tipe ini, tak heran bila si kecil akan terdorong untuk selalu ingin membeli/belanja barang atau sesuatu sesuai keinginannya. Padahal, dampaknya buruk buat anak. Salah satunya, anak jadi cenderung egois dan manja. Orangtua pun akan terbebani dan tersusahkan oleh perilaku anaknya ini.

Jadi, orangtua perlu introspeksi diri dan segera mengubah perilakunya yang merugikan itu. Hendaknya orangtua tidak selalu meluluskan permintaan anak. Jika ia sudah punya barang yang sejenis/hampir sama dengan yang akan dibelinya, jelaskan, ia sudah memiliki banyak barang tersebut. Ajarkan pula, ia boleh membeli sesuatu yang memang dibutuhkannya. Ingatkan anak, semua yang harus dibeli tentunya menggunakan uang yang didapat dari hasil kerja keras orangtua. Anak harus bisa menghargainya dengan cara tidak menghamburkan uang melainkan berhemat. Begitu pun dengan mainan/barang yang sudah dimilikinya, anak harus bisa menghargainya dengan menjaga baik-baik dan tidak merusaknya. Bahkan ajari anak untuk membagi barang yang dimilikinya kepada anak-anak yang kurang beruntung.

Berikan pula pilihan pada anak untuk membeli sesuatu yang diinginkan atau memilih waktu bersama orangtua, misalnya berenang. Umumnya, anak usia prasekolah—bila dibandingkan anak yang usianya lebih besar—akan lebih memilih waktu bersama orangtua. Jika bukan itu pilihan anak, maka orangtua perlu introspeksi diri.

3. Menahan emosi.

Perilaku agresif anak seperti memukul, mencubit, melempar dan sebagainya bukanlah perilaku menyenangkan bagi semua orang. Jika anak bersikap agresif dan tidak diatasi, akan menghambat anak dalam berhubungan dengan orang lain. Bukankah orangtua pun akan merasa kesulitan? Karenanya, orangtua perlu memberikan contoh perilaku baik yang diharapkan, selain juga menjelaskan secara terus-menerus agar anak mengerti.

Ajari anak mengendalikan emosinya dengan cara paling efektif yaitu pemberian time-out karena bisa menenangkan emosi anak, Jadi, saat anak dalam kondisi marah, minta ia masuk ke dalam suatu ruangan. Pilihlah ruang yang nyaman semisal ruang tidurnya atau lainnya. Diamkan anak dalam ruang tersebut. Berikan waktu untuk anak mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya. Lamanya tergantung pada tingkat usia anak, tingkat kemarahan dan juga kemampuan mengatasinya. Jika anak sampai memberantakkan kamarnya, minta dia untuk membereskan kembali. Selesai waktu time-out, beri penjelasan pada anak tentang apa yang jadi harapan dan keinginan orangtua dari sikapnya. Juga beri pujian atau ajak anak melakukan kegiatan bersama, semisal memasak bersama.

4. Gosok gigi.

Tak ingin punya anak kecil-kecil sudah rusak giginya, bukan? Maka itu anak harus diajarkan menjaga kesehatan giginya. Caranya antara lain dengan menyediakan peralatan gosok gigi dan pasta gigi khusus anak yang menarik. Beri alasan pada anak mengapa ia harus menggosok giginya setiap pagi sesudah makan dan sebelum tidur malam. Efektifnya, orangtua memberikan contoh. Siapkan peralatan gosok gigi sebelum mandi pagi dan lakukan kegiatan gosok gigi bersama sebelum tidur. Bisa juga dengan menempelkan jadwal di papan. Jika anak melakukannya maka akan mendapat stiker bintang/kupon kecil. Stiker/kupon ini bisa ditukarkan dengan reward tertentu bila mencapai jumlah tertentu. Misal, ditukarkan dengan nonton film di bioskop, buku cerita, dan sebagainya.

5. Tidak nonton sinetron dengan muatan buruk.

Jika kedua orangtua bekerja, bisa saja pengaruh ini didapat dari kebiasaan pengasuh menonton sinetron. Tentunya, harus ada aturan jelas yang ditetapkan bagi orang di rumah dan diperlukan kerja samanya. Selain itu, berikan penjelasan pada anak mengapa ia tidak dibolehkan menonton sinetron dewasa. Katakan dengan bahasa yang mudah dicerna dan dimengerti anak, semisal bahwa tontonan tersebut tidak bagus dan bisa membuatnya bodoh. Alihkan tontonan anak pada film-film yang memang khusus untuk seusianya. Orangtua bisa membelikan VCD atau berlangganan televisi kabel, umpamanya. Dengan dibiasakan seperti ini anak juga lama-lama tak masalah bila tak menonton televisi. Juga anak tak merasa suatu keharusan untuk menonton.

6. Bangun pagi sebelum berangkat sekolah.

Di usia prasekolah, kebanyakan anak sudah duduk di TK dan mereka harus bisa bangun pagi untuk bersiap berangkat sekolah. Nah, agar anak bisa bangun pagi dan berangkat sekolah tanpa ada masalah/hambatan, maka malamnya jangan biarkan anak tidur larut. Kemudian paginya, bangunkan dia dengan menyetelkan lagu-lagu anak yang menyenangkan atau apa pun yang disukai anak di pagi hari. Intinya, buatlah keramaian di pagi hari. Perhatikan pula karakter masing-masing anak. Ada anak yang butuh waktu lebih lama dari bangun pagi untuk mandi, ada juga yang cepat. Lakukan pendekatan pada masing-masing anak. Motivasi bisa dilakukan pula dengan pemberian stiker untuk kemudian ditukar dengan suatu reward. Namun, jika anak selalu malas-malasan untuk berangkat ke sekolah apalagi sampai mogok sekolah, orangtua perlu mencari penyebabnya. Mungkin ada masalah di sekolahnya.

7. Punya waktu belajar.

Anak perlu memiliki sikap positif dengan mau belajar di jam-jam tertentu. Memang, anak usia ini belum belajar dalam arti sesungguhnya dan juga belum mendapat PR dari sekolahnya. Namun dengan dibiasakan belajar di waktu-waktu tertentu akan mempermudah orangtua saat kelak anak di usia sekolah. Anak akan terbiasa melakukan kegiatan belajar di jadwal tersebut.

Cara memotivasinya dengan memberikan aktivitas atau kegiatan belajar sambil bermain di waktu khusus belajar. Orangtua harus terlibat di dalamnya, menemani, membantu dan juga mengarahkan. Sediakan pula buku-buku aktivitas, semisal buku aktivitas menggambar, mewarnai, berhitung, dan sebagainya. Lakukan secara rutin aktivitas ini. Mengingat konsentrasi anak belum terbentuk baik di usia ini, maka tingkatkan terus konsentrasinya dari waktu ke waktu agar anak mau melakukan aktivitasnya dengan baik.

8. Mau membaca.

Tak menutup kemungkinan anak usia ini ada yang sudah bisa membaca. kalaupun anak belum bisa membaca namun orangtua tetap perlu menanamkan kebiasaan membaca sejak dini. Orangtua harus memberikan contoh dengan suka membaca dan membacakan buku cerita atau dongeng sebelum tidur secara rutin sehingga ada keinginan anak untuk mau bisa membaca sendiri. Bisa juga orangtua membacakan cerita sambil bermain peran. Lama kelamaan anak akan mau membaca. Lakukan pula kegiatan belajar membaca sambil bermain yang bisa orangtua ciptakan secara kreatif.(tabloid-nakita)

0 komentar: