Dominasi emosi negatif dapat memengaruhi watak anak.
Di usia prasekolah, tepatnya usia 2;6-3;6 tahun, umumnya anak mengalami ketidakseimbangan emosi. Ditandai dengan ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat, dan iri hati yang tidak masuk akal. Ketidakseimbangan emosi ini akan muncul lagi di usia 5;6-6;6 tahun.
Penyebabnya beragam, di antaranya terlalu lelah karena bermain, tidak tidur siang, dan makan terlalu sedikit. Namun porsi terbesar adalah faktor psikologis, seperti orangtua yang banyak melarang dan terlalu melindungi padahal anak merasa mampu melakukan lebih banyak hal. Selain itu, adanya harapan orangtua agar anak mencapai standar di atas kemampuannya. Hampir serupa, emosi yang meninggi ini juga kerap muncul pada anak-anak yang tak mampu melakukan sesuatu yang dianggap dapat dilakukannya dengan mudah.
Kendati emosi negatif me-rupakan bagian dari perkembangan si prasekolah, namun kehadirannya tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Dominasi emosi negatif dapat memengaruhi pandangan hidup anak dan mendorong kepada perkembangan watak yang kurang baik. Antara lain, anak jadi sulit berempati pada orang lain, pemarah, mudah tersinggung, mudah gelisah, merasa kurang aman, pencemburu, dan sebagainya. Tentunya hal ini akan menghambat dirinya dalam menjalin hubungan emosional dengan orang lain. Karena itulah, anak perlu dibantu untuk mengatasi emosi-emosi negatifnya.
AMARAH
Umumnya dikarenakan pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan, dan serangan yang hebat dari anak yang lain. Cara pengungkapannya dapat berupa menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul. Ledakan amarah ini umumnya mencapai puncaknya antara usia 2-4 tahun. Setelah itu amarah berlangsung tidak terlampau lama dan berubah menjadi merajuk, cemberut, serta merenung.
Tip & trik mengatasinya:
* Jangan bereaksi berlebihan.
Oangtua harus tetap tenang; hindari berteriak pada anak, bicaralah dengan lembut dan peluklah anak. Bawalah anak ke tempat tenang yang memungkinkannya melepaskan emosi.
* Ajarkan mengusir rasa marah.
Ajak anak menggambar di sebuah kertas apa yang membuatnya kesal atau marah. Kemudian sobek kertas berisi gambar/tulisan tersebut menjadi cabikan sekecil mungkin. Ajak ia membuang rasa marah yang disimbolkan dengan aksi merobek kertas tersebut.
* Ajarkan relaksasi.
Ajak anak duduk dengan punggung lurus dan menyandar pada kursi, kemudian tunjukkan bagaimana menghitung perlahan, dari 1 sampai 5. Pada hitungan kedua, jeda sebentar, tarik napas perlahan, lalu lanjutkan menghitung kembali. Ulangi aktivitas tersebut untuk memperoleh energi maksimum, mengurangi rasa marah, dan meningkatkan kontrol.
* Beri pemahaman.
Saat anak kembali normal, berilah pemahaman sesuai usianya bahwa, misal, kemarahan tak boleh dilakukan dengan tindakan fisik atau kata-kata kasar karena akan membuat dia dijauhi teman-temannya.
TAKUT
Rasa takut muncul disebabkan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan. Sumbernya bisa berasal dari cerita, gambar-gambar, acara televisi, atau radio yang memiliki unsur menakutkan. Sama dengan amarah, rasa takut juga mencapai puncaknya antara usia 2-4 tahun. Setelah itu ketakutannya mulai berkurang, sebagian dikarenakan anak sadar bahwa situasi yang tadinya ditakuti ternyata tak menakutkan lagi. Selain juga karena ada tekanan sosial yang menyebabkan anak harus menyembunyikan ketakutannya.
Tip & trik mengatasinya:
* Memahami rasa takut anak.
Bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun mengalaminya. Bedanya, anak-anak sering takut pada hal-hal yang sebetulnya tidak ada atau tidak menakutkan, sedangkan orang dewasa biasanya takut pada hal-hal yang memang menakutkan. Pemahaman ini penting bagi anak agar ia tahu bahwa ketakutan itu harus beralasan atau masuk akal.
* Tidak memaksa anak.
Jangan paksa anak untuk segera bisa mengatasi ketakutannya. Beri ia cukup waktu untuk beradaptasi pada situasi/objek yang membuatnya takut. Bersikaplah santai, jangan terlalu cemas.
* Hindari jadi contoh yang salah bagi anak.
Apakah selama ini orang dewasa di sekeliling anak sering menunjukkan reaksi takut terhadap sesuatu di depan anak? Bila ini yang terjadi, segera ubah kebiasaan tersebut karena anak belajar mengekspresikan emosi dari lingkungannya.
* Jangan menertawakan reaksi takut anak.
Saat mengalami ketakutan, anak-anak merasakan ancaman nyata yang perlu segera diatasi.
* Kuatkan rasa percaya diri anak.
Katakan dengan mantap tetapi menenangkan, misal, "Adek tak perlu takut ditinggal sendirian sebentar saja karena Ibu pasti akan kembali." atau "Kamu anak yang berani, Ibu bangga padamu."
CEMBURU
Rasa cemburu muncul bila anak mengira, minat dan perhatian orangtua beralih kepada orang lain di dalam keluarga, biasanya adik yang baru lahir. Cara mengungkapkannya bisa berupa kembali berperilaku seperti anak kecil, semisal mengompol, pura-pura sakit atau menjadi nakal. Perilaku ini bertujuan untuk sekadar menarik perhatian. Umumnya cemburu dimulai sekitar sekitar 2 tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia anak.
Tip & trik mengatasinya:
* Persiapkan si kakak sebelum kehadiran adik.
Jauh sebelum anak kedua lahir, libatkan si calon kakak dalam aktivitas yang berhubungan dengan menyambut kehadiran adik barunya. Misal, mengajaknya ke dokter untuk memeriksakan kehamilan ibu, membeli perlengkapan bayi dan mengatur kamar tidur bayi. Ceritakan pada anak tentang senangnya mendapat adik baru karena anak akan punya teman bermain di rumah.
* Hindari membandingkan.
Kompetisi sering dilakukan orangtua untuk memotivasi anak-anak mereka. Akan tetapi dengan memuji salah satu anak, anak lainnya akan cemburu dan merasa orang tua tak sayang lagi padanya.
* Tumbuhkan keunikan anak.
Setiap anak adalah unik. Kenali bakatnya dan kembangkan sesuai potensi dan minatnya. Ini akan meningkatkan rasa percaya dirinya.
* Buatlah batasan yang jelas.
Ajarkan saling menghargai, tidak saling mengejek atau meminjam barang tanpa izin pemiliknya.
* Dengarkan perasaan anak.
Ini penting untuk mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi penyebab pertengkaran.
* Tidak memihak.
Biarkan anak-anak menyelesaikan sendiri pertengkaran mereka. Orangtua hanya perlu memfasilitasi komunikasi antarkeduanya. Tetapi bila pertengkaran membahayakan salah satu pihak atau keduanya baik secara fisik maupun perasaan, orangtua harus turun tangan.
* Hindari memupuk kebiasaan mengadu.
Bila salah satu anak mengadu pada orangtua tentang perilaku kakak atau adiknya, sebaiknya orangtua mengatakan pada anak untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. Ini perlu dilakukan agar kebiasaannya mengadu tak berkembang.
* Beri pujian untuk perilaku kooperatif.
Saat anak-anak menunjukkan perilaku kooperatif, berilah mereka penghargaan atau pujian, agar anak mengerti bahwa perilaku inilah yang diharapkan darinya.
IRI HATI
Biasanya iri hati disebabkan anak tidak memiliki kemampuan atau barang seperti yang dimiliki anak lain. Iri hati dapat diungkapkan dalam berbagai cara, namun yang paling umum adalah keinginan untuk memiliki barang seperti barang milik anak lain atau dengan mengambil benda-benda yang menimbulkan iri hati. Anak usia 3,5 tahun biasanya mulai memahami persaingan. Setiap hari mereka menemukan ukuran-ukuran baru untuk diri mereka. Anak-anak usia ini selalu mengukur dirinya terhadap anak-anak lain sehingga terkadang mereka merasa iri bila ada anak yang dianggap "lebih".
Tip & trik mengatasinya:
* Beri pengertian pada anak.
Beri pengertian pada anak bahwa masing-masing keluarga punya kebutuhan berbeda. Berilah penjelasan sederhana sesuai tingkat pemahamannya, umpama, "Saat ini Ibu tidak mungkin membelikan Kakak mainan karena Ibu harus membeli obat untuk adik."
* Lakukan negosiasi.
Bila anak memaksa ingin membeli mainan seperti milik temannya, dan orangtua tidak ingin mengabulkan permintaannya, cobalah tawarkan kegiatan lain yang disukai anak, semisal membuat kue kesukaan anak atau naik sepeda bersama.
* Kuatkan rasa percaya diri anak.
Tunjukkan kelebihan-kelebihannya, pengalaman suksesnya dan yakinkan bahwa dia akan berhasil asal dia mau rajin belajar dan berlatih.
* Latih anak belajar menunda kepuasan.
Tidak semua keinginan anak harus dipenuhi. Anak harus mengerti bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu tidak mudah, butuh kesabaran dan waktu, sehingga ketika dia mendapatkan apa yang diinginkannya dia akan lebih menghargainya.
* Ajarkan bertanggung jawab.
Bila anak mengambil barang milik anak lain, beritahu bahwa perbuatannya itu tidak baik, minta anak untuk mengembalikan barang tersebut dan minta maaf pada temannya. Jika anak merasa malu, dampingilah.
* Beri pujian.
Pujilah setiap kali anak berhasil menahan diri, mau mengerti kondisi orangtua dan tidak memaksa membeli mainan seperti milik temannya.
BERAGAM FAKTOR YANG IKUT MEMENGARUHI KEMUNCULAN EMOSI NEGATIF
* Jenis kelamin.
Ada anggapan, pengungkapan emosi dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Misal, amarah lebih pantas dilakukan oleh anak laki-laki. Sedangkan takut, cemburu, dianggap lebih tepat untuk anak perempuan. Karena, umumnya sejak kecil anak sudah dikenalkan pada perbedaan jenis kelamin dan peran antara laki-laki dan perempuan. Cara orangtua mengembangkan identitas gender anak sangat dipengaruhi oleh stereotip yang berkembang di masyarakat. Sifat-sifat tertentu misalnya pemarah, tidak mau diam, jahil biasanya lebih dimaklumi bila dilakukan anak laki-laki. Sedangkan anak perempuan mudah menangis, takut dan suka diperhatikan. Pola asuh yang berbeda, pembagian tugas di rumah sampai pada pemilihan jenis mainan "hanya untuk anak laki-laki" dan "hanya untuk perempuan" sering dilakukan orang tua untuk menguatkan identitas gender anak.
* Jumlah anggota keluarga.
Besarnya jumlah anggota keluarga sering memengaruhi emosi pada anak. Contoh, cemburu lebih umum terjadi pada keluarga kecil dengan 2 atau 3 anak daripada dalam keluarga besar dimana tak ada anak yang menerima perhatian lebih besar dari orangtuanya.
Sementara iri hati lebih umum dalam keluarga besar daripada keluarga kecil. Sebab, makin besar keluarga makin sedikit barang yang dipunyai anak sehingga kemungkinan untuk iri hati lebih kecil. Cemburu pada anak sulung lebih sering dan lebih "kejam" daripada rasa cemburu pada adik-adiknya. Karena, sebelum kelahiran sang adik, anak sulung biasanya menerima limpahan kasih sayang dan perhatian penuh dari orangtuanya. Sebagian besar orangtua cenderung bersikap protektif dan menuruti keinginan anak sesuai kemampuannya. Hal ini menguatkan ego si sulung, sehingga kehadiran adik merupakan ancaman baginya. Bila tak dipersiapkan dengan baik, anak sulung akan merasa diabaikan, tak diperhatikan dan tak disayangi lagi oleh orangtua sehingga dia mungkin saja melampiaskan kecemburuannya pada adik bayinya.
* Lingkungan sosial.
Yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah lingkungan rumah. Misal, ledakan amarah lebih banyak timbul di rumah yang memiliki lebih banyak saudara daripada anak tunggal. Alasannya, bagi orangtua yang memiliki anak lebih dari satu, mudah sekali terjadi pertengkaran antara kakak adik. Bisa jadi ini akibat persaingan, rasa bosan atau mencari perhatian orang- tua. Persaingan antarsaudara (sibling rivalry) merupakan salah satu alasan terkuat anak-anak bertengkar dan marah. Persaingan ini memang tak dapat dihindari, mengingat masing-masing anak ingin diperlakukan spesial oleh orangtuanya. Walaupun persaingan antarsaudara lumrah terjadi, namun tetap harus ditangani dengan baik. Mengingat saudara adalah teman pertama yang dimiliki anak dimana anak belajar berbagi, mencintai dan bekerja sama.
Jenis disiplin yang diterapkan juga memengaruhi. Anak dengan didikan disiplin otoriter, umumnya smengungkapkan emosi negatif dengan amarah, karena anak belajar dari orang tua dan orang dewasa lainnya di rumah. Bagaimana cara orangtua berinteraksi dengan orang lain di rumah akan ditiru oleh anak. Orangtua yang menerapkan disiplin otoriter biasanya tak memberikan kebebasan yang leluasa pada anak untuk bereksplorasi. Bila anak berperilaku buruk atau tidak sesuai dengan harapan orangtua, ia akan dimarahi atau dihukum. Anak tak terbiasa mengomunikasikan perasaan, harapan dan keinginannya secara baik, sehingga bila dia menghadapi kekecewaan atau kekesalan akan bereaksi dengan amarah. (tabloid-nakita)
0 komentar:
Posting Komentar