SI KECIL TAK KUNJUNG SIAP "BERSEKOLAH"

Di taman kanak-kanak, anak akan menemukan suasana baru dan teman baru. Bagaimana kalau setelah beberapa bulan bersekolah di TK anak belum merasa betah juga?

Saat tahun ajaran baru tiba sebulan yang lalu, banyak orang tua sengaja mengambil cuti sehari-dua hari. Tujuannya menemani si kecil memasuki hari pertama "bersekolah". Hal ini wajar saja karena orang tua ingin tahu bagaimana reaksi anaknya saat melihat gedung sekolahnya, guru-guru, dan teman-teman barunya. Syukur-syukur, kalau ia dapat beradaptasi dengan cepat, tapi bagaimana kalau malah dari hari ke hari nyalinya makin menciut, dan ia memilih ngumpet di balik kaki ayah/ibunya, atau bahkan menangis meraung-raung? Nah itu yang repot.

Yang perlu diketahui, menurut Linawaty Mustopoh, Psi., pada umumnya anak usia 4-5 tahun sudah siap masuk TK. Namun, jangan lupakan juga kalau perkembangan setiap anak berbeda-beda, ada yang cepat dan ada yang lambat. Untuk itulah, psikolog yang akrab disapa Lina menegaskan, bagaimanapun tipe si kecil, sudah menjadi tugas orang tua untuk mempersiapkan mentalnya sebelum masuk "sekolah".

GAMPANG-GAMPANG SUSAH

Masalahnya mempersiapkan mental anak bukan hal yang mudah. Lina yang bergabung dengan biro konsultan Sentra ini pun menjabarkan beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua sebelum mendaftarkan si kecil ke suatu TK. Dengan begitu setidaknya diharapkan mental si kecil bisa lebih tangguh menghadapi apa yang akan terjadi di sekolah.

1. Usia sudah mencukupi

Walaupun lebih muda atau tua beberapa bulan saja, tahap perkembangan seorang anak tampak berbeda dari anak-anak lainnya. Terlebih lagi yang beda usianya mencapai satu tahun atau lebih. Dikhawatirkan si kecil yang lebih muda ini tak bisa mengikuti kegiatan di TK yang memang diformat sesuai bagi perkembangan anak usia 4-5 tahun.
Kalaupun si muda usia ini yang bersikukuh ingin sekolah, itu mungkin karena ia melihat kakaknya. Tak ada salahnya keinginan itu diakomodasi. Lihat perkembangannya apakah bisa mengikuti aktivitas di TK atau tidak. Kalau ia tidak menikmati, hentikan untuk sementara. Salah satu jalan keluarnya, si kecil bisa dimasukkan ke playgroup yang sesuai dengan usianya. "Yang penting anak masuk TK bukan karena paksaan orang tua karena terkadang orang tua ingin melewati fast track dengan memasukkan anaknya ke TK padahal usianya belum mencukupi."

2. Membiasakan berpisah sementara dengan orang tua
Berpisah beberapa jam dengan orang tua juga merupakan salah satu persiapan mental bagi si kecil. Bukan apa-apa, saat di sekolah tidak mungkin ia ditemani ayah atau ibunya setiap waktu. Sebagai langkah awal, biarkan si kecil di rumah dengan hanya ditemani pengasuh/nenek/tante, atau anggota keluarga lain. Pokoknya bukan ayah atau ibu. Pembiasaan seperti ini membuatnya belajar beraktivitas tanpa harus "dipantau" terus oleh orang tua.

Memang, di hari pertama biasanya pihak TK membolehkan para orang tua menunggui putra-putrinya di sekolah. Namun tidak demikian di hari-hari berikutnya, karena keterlibatan orang tua di kelas malah bisa mengganggu konsentrasi baik guru maupun anak-anak. Oleh karena itu, yakinkan si kecil bahwa tanpa ayah dan ibu ia tetap dapat nyaman di sekolah. Katakan, "Nanti Mama enggak menemani kamu lagi, ya. Tapi kamu pasti akan tetap senang bersama ibu guru dan teman-teman," misalnya.

3. Mengenalkan lingkungan sekolah

Untuk menghapus kekhawatiran si kecil tentang wujud bagaimana TK itu, orang tua perlu mengajaknya mengunjungi TK-TK yang kira-kira diminati sebelum masa "bersekolah" tiba. Akan lebih baik lagi, lanjut Lina, jika setelah itu anak diberi kesempatan memilih sekolah yang kira-kira berkenan dan membuatnya nyaman. Idealnya, keputusan ada di tangan anak bukan orang tua.

4. Membiasakan bangun pagi

Sebelum memasuki masa rutin "bersekolah", biasakan anak untuk selalu bangun pagi. Umumnya, kalau di hari pertama ia telat datang, anak akan malu dan akhirnya panik.

TAK KUNJUNG SIAP MENTAL

Nah, bila mental si kecil tidak disiapkan jauh hari sebelumnya, ada kemungkinan kondisinya akan seperti ini:

1. Selalu ingin ditemani ayah/ibu

Si prasekolah tak mau ditinggal atau berpisah dengan orang tuanya. Kalau ini dibiarkan terus kemandiriannya takkan terasah.

Cara mengatasi:

* Katakan bahwa ayah dan ibu harus bekerja atau mengurus keperluan lainnya di rumah sehingga tak bisa menunggu sampai sekolahnya selesai. Jelaskan juga bermain dengan teman-teman baru sungguh mengasyikkan. Dorong anak dan teman-temannya untuk menikmati fasilitas bermain yang disediakan sehingga tak merasa sendirian lagi dan bisa melupakan ayah/ibunya.
* Jika anak tetap tak mau pisah dari orang tua, konsultasikan hal ini pada gurunya. Tujuannya supaya guru lebih memperhatikan dan membantu mengatasi kesulitan anak pisah dari orang tuanya. "Pasti guru terbiasa menangani anak-anak seperti ini," kata Lina.

2. Sulit bergaul

Anak yang tak memiliki kesiapan mental biasanya menghadapi kendala ketika harus berbaur dengan suasana atau lingkungan baru. Apalagi bila si anak memang berkarakter pendiam dan pemalu. Ia akan kesulitan berkenalan dengan teman-temannya sehingga memilih menyendiri. Anak pun ragu-ragu untuk bermain. Jika tak segera diatasi, dikhawatirkan dia akan tumbuh menjadi sosok yang menutup diri, tak mau bergaul, dan tidak mandiri.

Cara mengatasi:

* Di hari-hari pertama tak ada salahnya bila orang tua terlibat dalam proses pembiasaan anak dengan lingkungan sekolahnya. Jika memang anak enggan berkenalan, orang tua mesti menjadi fasilitator yang memperkenalkan sang anak dengan teman-teman barunya.

* Dilihat dari karakternya, rata-rata anak perempuan lebih mudah bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan baru ketimbang anak laki-laki. Jadi wajar saja jika anak laki-laki membutuhkan waktu lebih lama untuk akrab dengan teman lainnya. Orang tua sebaiknya bersabar mengikuti proses adaptasi dan sosialisasi yang dijalani anak.

3. Stres

Jika tak ada persiapan masuk TK, anak bisa saja mengalami kecemasan, menangis tiada henti bahkan sampai stres. Penyebabnya, anak tidak merasa cocok dengan lingkungan sekolah tersebut.

Puncak dari stres ini mungkin akan ditunjukkan dengan aksi mogok sekolah. Kalaupun si kecil mau berangkat ke sekolah, di kelas ia akan merengek ingin pulang. Beragam alasan akan dilontarkannya, entah sakit perut, pusing, haus, selalu ingin pipis agar bisa keluar kelas, dan sebagainya (baca rubrik Jendela, "Anakku Mengalami Stres 'Sekolah'").

Cara mengatasi:

* Cari penyebab kenapa anak menjadi stres atau mogok sekolah. Apakah karena faktor dalam diri anak, teman-temannya, atau karena faktor guru dan sekolah. Anak bisa stres karena belum siap secara mental atau sekolahnya dirasa tak bisa membuatnya aman, nyaman dan menyenangkan.

* Mintalah saran kepada pihak ketiga yang berkompeten untuk menangani stres pada anak. Barangkali pindah sekolah merupakan jalan keluar yang paling tepat untuk kemudian memasukkannya ke TK dengan metode yang lebih menyenangkan dan guru yang dapat memberikan porsi perhatian lebih besar. Yang jelas, bila anak mengalami stres, orang tua jangan ikut-ikutan stres atau merasa khawatir yang berlebihan.

BISA ALAMI REGRESI

Beradaptasi dengan lingkungan baru bukanlah sesuatu yang mudah bagi si prasekolah. Akibat timbulnya kecemasan dalam proses adaptasi ini, adakalanya anak-anak mengalami kemunduran atau regresi. Jika sebelumnya ia sudah bisa buang air kecil/besar di kamar mandi, umpamanya, jangan kaget kalau tiba-tiba ia mengompol lagi atau buang air besar di celana. Semua itu akibat ketidaknyamanan di tengah suasana baru.
Untuk mengantisipasi hal ini, saran Lina, anak-anak perlu tahu letak kamar kecil di hari pertama masuk sekolahnya. Katakan kalau toilet itulah yang akan dipakai bila ia ingin BAK atau BAB. Bila ternyata kamar mandi terkesan kotor, beri tahu pihak TK untuk segera membenahinya. Bawakan juga celana dan baju ekstra kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan begitu, setidaknya anak tetap bisa beraktivitas sekaligus tidak merasa malu karena celananya basah.

MANFAAT BELAJAR DI TK

Menurut Lina, banyak faedah yang bisa didapat dengan memasukkan anak ke TK. Terutama untuk mengembangkan, melatih, dan memperkaya pengalaman si prasekolah dalam segi sosial, emosional, fisik, intelektualitas, kreativitas, kemandirian, rasa percaya diri, dan harga diri.
Di TK, si prasekolah bisa melakukan aktivitas baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya, yaitu belajar bekerja sama dan berkelompok dengan teman lain, belajar menunggu giliran bermain, serta saling memberi dan menerima dengan teman sebayanya. Tentunya semua itu dilakukan dengan cara belajar sambil bermain. Dengan kata lain, belajar di TK dapat menjadi ajang persiapan si kecil memasuki sekolah dasar.
(tabloid-nakita)

0 komentar: