Di usia prasekolah, kosakata yang dikuasai seorang anak harusnya sudah sangat banyak. Namun, adakalanya hambatan datang menghadang. Bagaimana mengatasinya?
Sebagian masyarakat kita percaya pada mitos yang mengatakan anak laki-laki lebih lambat menguasai kemampuan bicara dibanding anak perempuan. Padahal penelitian yang ada menunjukkan prosentase kemampuan bicara antara anak laki-laki dengan anak perempuan sama saja. Apalagi, kemampuan bicara manusia sebetulnya sudah terlihat sejak ia dilahirkan, ditandai dengan tangisan bayi begitu keluar dari rahim ibunya.
Mitos itu mungkin muncul karena keterlambatan bicara pada anak laki-laki lebih cepat terdeteksi ketimbang pada anak perempuan. Bukankah, perilaku anak laki-laki yang lebih aktif dan agresif mampu menarik perhatian orang di sekitarnya, sehingga kalau ada sesuatu yang terjadi pada mereka akan lekas ketahuan. Berbeda halnya dengan bayi perempuan yang kebanyakan lebih kalem walaupun tidak mesti begitu.
Terlepas dari persoalan yang diangkat mitos tersebut, menurut Roslina Verauli, M.Psi., anak usia prasekolah umumnya sudah dapat bicara dengan lancar. Kosakata yang dikuasainya sudah lebih dari 1.000 kata. Anak usia ini pun sudah mengenali sopan santun dalam bicara. "Ia sudah bisa membedakan bagaimana cara berbicara dengan teman atau bagaimana menjawab pertanyaan orang tua," tambah dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, yang akrab disapa Vera ini.
Kendati pada beberapa anak masih ada pelafalan kata yang belum jelas benar, umumnya baik pemilihan kata maupun penggunaan tata bahasa sudah mendekati kemampuan orang dewasa. Jadi, setelah tahapan ini anak tak banyak mengalami perkembangan kemampuan bicara sampai ia kelak dewasa.
HARUS WASPADA
Walaupun kemampuan bicara anak tidak dapat digeneralisir berdasarkan usia, orang tua hendaknya mulai waspada bila anaknya menunjukkan keterlambatan perkembangan kemampuan bicara. "Harusnya usia empat tahun ke atas, anak sudah cerewet dan banyak omong. Bila anak baru bisa mengucapkan sepatah dua patah kata dengan tata bahasa yang belum benar, orang tua harusnya waspada," ujar Vera mengingatkan.
Menurut Vera, pada dasarnya gangguan kemampuan bicara anak dibedakan menjadi dua, yakni si anak memang mengalami gangguan bicara atau sekadar keterlambatan biasa. Deteksi dini bisa dilakukan sendiri oleh orang tua di rumah dengan memperhatikan beberapa keadaan berikut:
* Organ pendengaran
Pancing anak dengan pertanyaan terbuka, misalnya, "Ini gambar apa, Sayang?" Pertanyaan terbuka memungkinkan orang tua mengeksplorasi dan menilai kemampuan bicara sekaligus organ pendengaran anak.
Bila anak tidak menunjukkan reaksi sama sekali, maka orang tua harus waspada dengan segera memeriksakannya ke dokter THT.
Anak dengan gangguan pendengaran tidak akan memberi respons terhadap bunyi-bunyian di sekitarnya, seperti suara gemerincing, suara musik dan sebagainya.
* Otot bicara
Bila lafal bicara anak tak kunjung sempurna, orang tua sebaiknya waspada dengan membawa anak ke dokter untuk diperiksa apakah otot bicaranya mengalami gangguan. Bisa jadi otaknya sudah memerintahkan untuk menjawab dengan benar, tapi yang keluar dari mulut tetap tidak jelas karena adanya gangguan neurologis atau persarafan.
* Kemampuan kognitif
Patut dicatat bahwa perkembangan kemampuan bicara anak erat hubungannya dengan perkembangan kognitif. Anak yang sudah bisa bicara berarti sudah mampu merepresentasikan objek yang dilihat dalam bentuk image. Bila ada gangguan kognitif, maka image tersebut tidak akan terbentuk. Bisa jadi anak memang mempunyai keterbatasan pada intelegensinya dan ini bisa dideteksi sendiri oleh orang tua dengan melihat kemampuan motorik anak. Misalnya, anak yang mengalami gangguan bicara biasanya juga kurang mampu melakukan aktivitas lain.
Jika ia kurang terampil memakai sepatu, contohnya, sudah hampir bisa dipastikan anak bermasalah dengan kemampuan kognitifnya. Pada gilirannya akan ada hubungan timbal balik antara kemampuan bicara dengan perkembangan kognitif anak.
MACAM GANGGUAN DAN CARA PENANGANAN
Disamping gangguan yang disebabkan kerusakan organ tubuh, ada juga gangguan yang disebabkan faktor psikologis. Beberapa gangguan bicara banyak dijumpai pada anak usia prasekolah, antara lain:
* Cadel
Cadel sendiri dibedakan menjadi 2, yaitu cadel karena faktor psikologis dan cadel karena faktor neurologis. Cadel yang disebabkan faktor neurologis berarti disebabkan adanya gangguan di pusat bicara. Untuk mengatasinya, anak dengan gangguan ini harus segera dibawa ke neurolog. Pada prinsipnya, gangguan ini masih bisa ditangani. Namun bila kerusakannya termasuk parah, bukan tidak mungkin akan terbawa sampai dewasa.
Cadel yang kedua adalah cadel yang disebabkan faktor psikologis. Karena kehadiran adik, contohnya, maka untuk menarik perhatian orang tua, anak akan menunjukkan kemunduran kemampuan bicara dengan menirukan gaya bicara adik bayinya. Untuk mengatasinya, orang tua harus menunjukkan bahwa perhatian padanya tidak akan berkurang karena kehadiran adik.
Selain itu, orang tua juga harus terus mengajak anak bicara dengan bahasa yang benar, jangan malah menirukan pelafalan yang tidak tepat. Pada kasus yang parah, sebaiknya segera bawa anak ke ahlinya agar bisa tergali apa masalah yang melatarbelakanginya.
* Gagap
Bila anak bicara dengan cara "aaa...aaakkuu", "eee..eebaju" atau mungkin, "mak...mak...makkann", anak bisa dikategorikan sebagai anak gagap. Gagap juga bisa disebabkan faktor neurologis. Untuk penanganannya anak harus segera dibawa ke dokter agar mendapat pengobatan lebih intensif.
Gagap yang disebabkan faktor psikologis biasanya dialami anak-anak yang mengalami tekanan. Entah orang tuanya terlalu otoriter, keras, bahkan kasar. Gagap psikologis ini akan bertambah parah bila anak mendapat hukuman dari lingkungan. Semisal ditertawakan temannya, dikagetin atau tiap kali gagap orang tua langsung melotot sambil membentak, "Ayo, bicara yang benar!" Anak akan makin tegang dan gagapnya makin menjadi-jadi.
Ketegangan emosional ini berhubungan langsung dengan ketegangan otot bicaranya. Makin tegang otot-otot bicaranya, anak akan makin kesulitan.
Cara menangani anak dengan gangguan ini adalah dengan mengajaknya tenang, ambil napas dan konsentrasi pada apa yang akan diucapkannya. Kalau perlu elus-elus punggungnya untuk memberi rasa tenang. Sedangkan pada kasus anak gagap yang parah, sebaiknya libatkan ahli.
* Gangguan pervasif
Adalah gangguan bicara dimana ucapan seorang anak berlangsung melompat-lompat dan tidak konsisten. Bisa jadi anak seperti ini sebetulnya mengalami gangguan ADD (attention defisit disorder). Anak yang mengalami keterbatasan atensi ini mengalami masalah di pusat sarafnya. Gangguan ini biasanya tidak berdiri tunggal, tapi dibarengi ciri-ciri lain, semisal pekerjaannya tidak pernah tuntas, sulit/tidak bisa konsentrasi dan sebagainya. Yang juga termasuk dalam gangguan ini adalah para penderita autis. Namun untuk memastikannya, tak ada cara lain kecuali mendatangi ahli.
* Tunawicara
Gangguan bicara yang paling berat adalah tunawicara. Usia ini merupakan saat yang paling tepat untuk mengetahui apakah anak mempunyai kelainan tersebut atau tidak karena pada usia ini kemampuan bicara anak umumnya sudah bagus. Jika ia hanya mengeluarkan bunyi-bunyi khas tanpa makna, semisal "uuh..uuh", "eeh...ehh", untuk menjawab/menunjuk semua benda, hal ini bisa dijadikan indikator kalau dia belum bisa bicara sama sekali.
Bila sudah ada gejala seperti itu, sebaiknya anak segera dibawa ke dokter. Untuk langkah pertama bisa dibawa ke dokter anak sebelum mendapatkan penanganan yang lebih intens.
MERANGSANG ANAK BICARA
Menurut Vera, bila kondisi anak dengan gangguan bicara dibiarkan saja, ia akan mengalami kesulitan bersosialisasi. Misalnya di kelompok bermain atau TK, anak dituntut untuk menyanyi, menjawab pertanyaan dan hal-hal lain yang membutuhkan kemampuan bicara.
Kesulitan akan semakin terasa bila anak sudah memasuki usia SD karena gangguan bicara juga akan menyulitkan anak untuk belajar menulis. "Bukankah saat menulis, seseorang membutuhkan inner speech, yakni kemampuan bicara yang ada di otak? Nah, kalau kemampuan itu tidak dikuasainya, tentu akan merembet ke hal-hal lain," papar Vera.
Untuk menstimulus kemampuan bicara anak, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua, di antaranya:
* Bicara pada anak
Bicara pada anak tidak sama artinya dengan memberi perintah ataupun melarang ini-itu. Sayangnya, orang tua sering sudah merasa cukup bila bicara dalam bentuk perintah, padahal isi pembicaraannya hanya, "Jangan ke situ, nanti jatuh!" atau "Ayo, pakai sepatunya." Perintah-perintah satu arah seperti itu tentu saja tidak memberi kesempatan kepada anak untuk bicara.
Begitu juga orang tua yang merasa selalu mendampingi anaknya. Tak jarang mereka merasa sudah cukup mengajak anaknya bicara, padahal selama menemani si anak beraktivitas, bukan tidak mungkin si orang tua justru asyik melakukan aktivitasnya sendiri. Misalnya dengan membiarkan anaknya bermain hanya agar ia bisa tenggelam di balik majalah yang tengah dibacanya.
* Melontarkan pertanyaan terbuka
Usahakan untuk selalu memberikan pertanyaan terbuka alias pertanyaan yang tidak cukup dijawab hanya dengan "ya" atau "tidak". Misalnya, bukan "Kakak sudah makan belum?" tetapi "Kakak tadi makan apa?" Dengan mengajukan pertanyaan ini, mau tidak mau anak tertantang untuk memberi jawaban yang lebih panjang daripada sekadar "sudah" atau "belum" dan "ya" atau "tidak".
* Dongeng
Mendongeng juga bermanfaat menambah perbendaharaan kata anak. Melalui dongeng anak bisa diperkenalkan dengan kosakata baru, seperti raksasa, gunung, bidadari dan kata-kata lain yang tidak biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Vera menganjurkan agar upaya tersebut tidak berhenti sampai di situ. Ketika mendongeng, pancing anak untuk menceritakan kembali isi dongeng yang telah didengarnya. Misalnya dengan menanyakan, "Menurut Adek, kenapa ya kapalnya bisa tenggelam?" Pertanyaan kreatif seperti itu, selain bisa mengembangkan kemampuan bicara anak, juga mampu merangsang kemampuan kognitifnya.
* Betulkan ucapan anak
Seringkali bahasa "anak-anak" muncul kembali di sela-sela kalimatnya yang sudah mulai runut. Untuk mengatasinya, jangan menyalahkan anak dengan mengatakan. Semisal, "Adek apa-apaan, sih, ngomongnya kayak anak kecil!" melainkan beri contoh yang tepat dengan mengulangi kalimatnya. Dengan begitu anak mengerti mana yang salah dan bagaimana ucapan yang seharusnya.
Temperamen anak yang beragam bisa membawa dampak yang berbeda pula. Ada anak yang memang cerewet, sehingga orang dewasa di sekitarnya merasa senang karena anak terlihat lebih "pintar", dan ada juga anak yang memang pendiam. Menyikapinya, orang tua harus bisa tampil bijak. Selama si anak pendiam tidak menunjukkan kesulitan dalam bicara dan tidak ada gangguan yang menyertainya, tak perlu memaksa anak untuk terus bicara.
Ada cerita menarik tentang kemampuan bicara penemu teori relativitas Albert Einstein. Sampai usia hampir 4 tahun Einstein belum menunjukkan perkembangan kemampuan bicara yang berarti. Sampai-sampai gurunya putus asa dan mengatakan, "Anak bodoh ini tidak akan jadi apa-apa kelak."
Akan tetapi ternyata ramalan si guru keliru. Kelak di kemudian hari nama Einstein justru begitu dikenal sebagai si jenius peraih Nobel. Intinya, jangan dulu berputus asa bila anak mengalami keterlambatan bicara. Selama memang sudah dipastikan tidak ada gangguan/kelainan yang menyertainya, bisa jadi ini hanya masalah waktu. Pada kasus Einstein ternyata perkembangan kemampuan bicaranya memang lebih lambat dibanding perkembangan kognitifnya.
PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BICARA | |
Usia | Perkembangan Kemampuan |
lahir 3 bulan | Menangis |
3-6 bulan | Mengeluarkan bunyi tanpa arti sama sekali (cooing) |
6-8 bulan | Mengucapkan "mamamam", "papapap" dan sebagainya (bubbling) |
12 bulan | Anak mulai bisa mengucapkan kata pertamanya, seperti "mama" |
18 bulan | Sudah ada peningkatan kemampuan bicara. Anak sudah bisa mengucapkan satu kata meskipun tanpa disertai tata bahasa. Misalnya: "makan", "minum", dan sebagainya. |
2 tahun | Anak sudah bisa merangkai beberapa kata menjadi kalimat sederhana. Misalnya, "Aku makan." |
3-4 tahun | Anak sudah menguasai lebih dari 1.000 kosa kata. Kemampuan tata bahasanya pun sudah meningkat pesat. Misalnya, anak sudah bisa mengatakan, "Aku mau makan pisang manis." |
4-6 tahun | Anak mulai mengenali sopan santun dalam bicara. Misalnya, ketika menjawab pertanyaan guru atau orang dewasa, anak sudah bisa memilih kata yang lebih santun. |
0 komentar:
Posting Komentar