Menyikapi Anak Enggan Sekolah

SAAT anak sudah memasuki masa sekolah, kadang Anda selaku orangtua mendapati mereka tengah berada dalam kondisi jenuh. Maka hal terpenting dalam menyikapi anak yang jenuh sekolah adalah dengan memahami penyebabnya, sehingga Anda bisa menemukan cara mengatasi yang tepat, sesuai dengan permasalahan anak.

Menurut Rudangta Arianti Sembiring Psi, psikolog yang concern di bidang psikologi anak, kondisi anak yang jenuh hingga membuatnya enggan sekolah biasanya hanya sesaat.

"Anak enggan sekolah biasanya hanya saat hendak berangkat ke sekolah. Ada saja alasan yang mendasarinya, baik karena manja ingin diantar orangtua atau karena sedang bermasalah dengan teman," kata Rudangta saat dihubungi okezone melalui telepon genggamnya, Jumat (4/4/2008).

Menurutnya, ada yang menyebabkan anak bermasalah dengan temannya. Salah satu hal yang acapkali terjadi adalah karena anak tidak bisa mengontrol sesuatu.

"Misalnya ketika anak dititipkan oleh orangtua pada guru, saat itu dia menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Tak ayal, anak kerap menangis. Yang pada akhirnya membuat dia dimain-mainkan oleh teman-temannya," papar staf pengajar di Universitas Kristen Satya Wacana.

Tak sebatas itu saja, penyebab lain yang tak kalah penting adalah kebiasaan anak mengompol dan minum susu botol di sekolah. "Bahkan, kebiasaan anak yang selalu ingin diantar-jemput dan ditemani orangtua sering membuat anak menjadi bulan-bulanan teman," jelas psikolog lulusan Universitas Padjajaran itu.

Meski hal-hal di atas menjadi penyebab anak enggan bersekolah, dari masing-masing tingkat sekolah akan berbeda. "Pada anak di tingkat kelas satu Sekolah Dasar (SD), biasanya masih senang sekolah. Tapi kalau sudah berada di tingkat selanjutnya, anak sudah mulai jenuh karena pelajaran yang diperolehnya sudah semakin complicated. Sehingga hal itu yang memicu anak enggan berangkat sekolah," terangnya.

Pada tahap Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), lanjut Rudangta, biasanya anak sudah berani untuk bolos bersama teman-temannya.

"Karakter remaja sudah pear group, jadi daya tarik untuk memiliki alasan pergi bersama-sama untuk main dengan teman-temannya lebih besar daripada harus berangkat sekolah," tutur wanita ramah ini.

Ditambahkan olehnya, kadang anak memiliki 1000 alasan yang bisa meluluhkan hati orangtua untuk tidak sekolah. Terkait dengan psikologi perkembangan anak, pada masa sekolah, anak bisa melakukan malingering.

"Malingering sebetulnya istilah untuk anak berpura-pura sakit. Biasanya tindakan ini kerap dilakukan pada tingkat SD. Tiba-tiba anak mengaku sakit, padahal dia belum mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) atau belum siap menghadapi ujian. Kalau sudah diberi izin, biasanya penyakit itu sembuh dengan sendirinya. Maka, waspadailah gelegat anak seperti ini," imbuhnya.

Nah, bila kebiasaan ini sudah dibiasakan pada anak mulai dari tahap pre school, maka akan berdampak tidak baik untuk pendidikannya. Karena itu, mengajari anak disiplin sangat penting diterapkan sejak dini.

Menurut dia, disiplin tidak hanya berlaku di sekolah saja. Anda juga bisa mengajarkan disiplin di rumah. Kesibukan di rumah seperti membereskan kamarnya sendiri, meletakkan alat-alat permainan dan alat sekolahnya sendiri, merupakan aktivitas yang mengajarkan tata tertib dan disiplin.

"Sebab kalau mulai pre school anak sudah tidak diajari disiplin, maka akan membuat dia merasa bisa melarikan diri dari sekolah. Tapi, terlalu sering sekolah juga tidak baik. Karena pada tahap pre school adalah masa di mana anak untuk belajar bersosialisasi," tukasnya seraya menuturkan hal ini akan berlangsung hingga ke tingkat selanjutnya. (nsa)

0 komentar: