DI BALIK ASYIKNYA MAIN BERSAMA

Bukan sepenuhnya salah kakak jika adiknya sampai terluka akibat main bersama tanpa diawasi.

Bagi anak prasekolah, adik merupakan teman bermain sehari-hari yang ada di rumah. Mereka bisa bermain apa saja. Bermain bersama tentulah dapat mempererat hubungan antarsaudara. Namun di sisi lain, bermain bersama juga memungkinkan munculnya bahaya, terutama bagi sang adik. Ini karena saat bermain, tak jarang anak melakukan hal-hal yang dapat membahayakan. Bisa karena kegiatan bermain itu sendiri. Bisa juga akibat kesalahpahaman dalam bermain hingga mereka bertengkar dan saling serang.

Tentu saja, dalam bermain anak sama sekali tak ada niatan untuk menyakiti. Umpama, si kakak yang berusia 4 tahun ingin meniru sikap keibuan dengan menggendong-gendong adiknya yang berusia 2 tahun. Ia hanya ingin menggendong tapi kemudian ia kehilangan keseimbangan dan si adik terlepas lalu terjatuh. Contoh lain, kakak dan adik main perang-perangan, tapi karena si kakak lebih kuat dan besar maka saat melakukan gerakan memukul tanpa sengaja ia menyakiti adiknya.

Ketahuilah, kemampuan kognitif anak masih terbatas. Di usia prasekolah, anak belum mampu memahami adanya kemungkinan bahaya dari tindakan yang dilakukannya karena pemikirannya belum begitu matang. Anak juga belum tahu persis kekuatan dirinya dalam mengangkat beban, atau seberapa kuat pukulannya agar tak sampai menyakiti adik.

Karena itulah, harus ada orang dewasa yang mengawasi anak prasekolahnya kala bermain bersama sang adik, baik yang sudah batita atau masih bayi. Bila tak diawasi dan kemudian terjadi sesuatu yang tak diinginkan, maka si prasekolah tak bisa sepenuhnya disalahkan. Ingat, tindakan anak sebagian besar dilakukan tanpa disengaja, meskipun sebelumnya ia sudah diperingatkan. Kecuali jika anak memang diketahui punya kecemburuan terhadap adik, dan selalu ingin menarik perhatian orang lain di sekitarnya.

BUKAN DIMARAHI

Bila si adik sampai terluka, terjatuh dan sebagainya karena tindakan sang kakak, maka yang harus dilakukan bukanlah memarahinya. Anak lebih memerlukan penjelasan langsung pada tujuan untuk dapat memahami kesalahannya. Contoh, "Kakak lihat, kan, karena mainnya tidak hati-hati, hidung adik jadi berdarah seperti itu. Lain kali tidak boleh lagi main sambil memukul, ya?" Setelah itu, mintalah si kakak untuk minta maaf kepada adiknya.

Sebetulnya, dengan kejadian adik yang berdarah dan kesakitan, si kakak melihat akibat yang ditimbulkan dari tindakannya. Bisa saja saat itu dia merasa bersalah atau ketakutan untuk beberapa saat. Namun, belum tentu dia tak akan mengulanginya lagi. Mengapa? Tak lain karena pemahamannya belum matang. Itulah mengapa, orangtua tak cukup hanya sekali saja memberitahukan dan menjelaskan pada anak, melainkan harus berulang-ulang.

Bisa jadi, akibat tindakannya itu berakibat fatal pada si adik. Umpama, tanpa disadari si kakak menduduki adiknya hingga cedera berat. Peristiwa ini bisa membuat si kakak trauma, mungkin sampai besarnya nanti. Jika si kakak akhirnya mengalami rasa takut, misalnya jadi takut melihat darah atau takut mendengar suara keras, orangtua dapat membantu anak mengatasi rasa takutnya dengan membantunya memiliki strategi menghadapi rasa takut, dan bukan menghindari. Contoh, jika suatu saat adik terluka dan berdarah karena jatuh, orangtua dapat mengajak kakak menolong adik dan melihat orangtua membersihkan luka adik, sambil menjelaskan bahwa adik luka karena jatuh. Jangan lupa pertimbangkan usia anak dan berilah penghargaan atas setiap kemajuan mengatasi rasa takut yang berhasil dicapainya.

JIKA KAKAK MENGANCAM

Sering terjadi, acara bermain bersama tak berjalan mulus dan lancar. Tahu-tahu kakak dan adik malah saling ejek, berebut, memukul, dan tak ada yang mau mengalah. Bahkan bukan tak mungkin si kakak mengancam adiknya dengan kata-kata yang mengerikan, "Awas, ya aku tusuk pakai garpu!"

Menghadapi hal ini, orangtua hendaknya jangan panik. Sikapi dengan tenang sambil katakan, "Mama tidak suka kalau ada kata-kata tak bagus seperti itu. Tak boleh kamu mengatakan seperti itu pada adik. Lain kali Mama tidak mau mendengar itu lagi, ya!" Selain itu, orangtua juga perlu mencari tahu dari mana anak memperoleh kosakata yang tak diharapkan dan mengerikan. Galilah dari cerita si anak. Tentu tidak dilakukan saat itu, melainkan ketika anak sudah dalam kondisi tenang. Bicaralah secara baik-baik pada anak.

Ada kemungkinan anak pernah mendengar perkataan seperti itu dari lingkungan rumah atau PG/TK-nya. Bisa juga dari tontonan yang pernah dilihatnya dan kemudian ia tirukan. Itulah perlunya orangtua mendampingi anak saat menonton teve. Orangtua hendaknya juga melihat kembali ke belakang apakah kemungkinan selama ini anak kurang diperhatikan, kurang pengawasan dan sebagainya. Bila memang demikian, segeralah upayakan perbaikan dengan menyediakan cukup waktu untuk bersama anak, serta memenuhi kebutuhan anak akan kasih sayang dan perhatian dari orangtua.

Dedeh Kurniasih

Narasumber:

Dr. Weny Savitry Sembiring Pandia, Psi., M.Si.,

dari Universitas Atmajaya, Jakarta

RAMBU MAIN DENGAN ADIK

Nah, untuk menghindari dari hal-hal yang tak diinginkan dalam bermain bersama, maka yang dapat orangtua lakukan antara lain:

1. Awasi saat kakak dan adik bermain bersama. Jika tidak ada ibu atau orangtua, hendaknya pengasuh atau orang dewasa di sekitarnya yang menemani anak bermain. Dengan begitu, orangtua bisa segera mencegah begitu melihat si kakak hendak melakukan tindakan yang dapat membahayakan adiknya. Jikapun si adik sampai mengalami sesuatu semisal terjatuh, maka bisa diketahui dengan pasti bagaimana kronologis kejadiannya. Umpama, jatuhnya si adik lantaran didorong si kakak namun tak sampai membuat kepala si adik terbentur.

2. Jika tak ada orang dewasa yang dapat dimintai bantuannya untuk mengawasi mereka bermain, hendaknya tempatkan mereka di tempat yang bisa tetap dalam pengawasan orangtua.

3. Hindari ruang bermain di sekitar anak dari benda-benda yang dapat membahayakan semisal kayu, benda-benda tajam, dan lainnya.

4. Sebelum bermain, jelaskan mana tindakan yang boleh dan tidak dilakukan. Misal, anak ingin main gendong-gendongan adiknya. Boleh saja dilakukan bila di atas kasur dan diawasi orangtua. Jelaskan pula main seperti apa yang tidak membahayakan. Kalau main berantem-beranteman sebaiknya tidak memukul keras dan tidak mengenai bagian-bagian tubuh tertentu. Akan lebih baik jika bisa menghindari permainan yang bersifat kekerasan fisik.

5. Alihkan dari permainan yang mungkin bisa membahayakan. Contoh, kalau mau main berantem-beranteman sebaiknya sediakan gantungan bantalan pasir yang dapat digunakan anak untuk sasaran pukulan, dan sebagainya.

6. Orangtua memberikan contoh yang baik. Jangan sampai kala orangtua bermain bersama anak menggunakan fisik seperti pura-pura memukul, mencubit, menggigit-gigit, menggelitik, dan lain-lain. Meski sebetulnya dengan maksud sayang, tapi anak akan meniru/mencontohnya dan menganggapnya sebagai suatu hal yang wajar dan boleh dilakukannya.

7. Hindari anak dari tontonan di rumah yang memberi pengaruh negatif.

8. Ajari adik membela diri kala diperlakukan tak menyenangkan oleh si kakak. Umpama, dengan mengatakan bahwa dirinya tak mau diperlakukan seperti itu oleh si kakak. Dengan begitu, si adik tidak selalu jadi "korban" dari sang kakak. Orangtua juga perlu memasukkan unsur sosialisasi pada si kakak, "Adik tak suka lo, diperlakukan seperti itu. Apalagi nanti temanmu di sekolah. Jika kamu seperti itu, nanti temanmu juga tak mau menemanimu bermain."

9. Alihkan dan arahkan anak pada permainan yang risiko bahayanya minimal atau tak ada, seperti permainan yang ada unsur edukatifnya semisal menggambar bersama, menyusun pasel bersama, main rumah-rumahan dengan satu penjual dan pembeli, dan sebagainya.

10. Beri aturan dalam bermain. Antara lain, tidak boleh ada perkataan kasar, tidak boleh memukul/mencubit/menjambak/menendang, siapa yang salah harus minta maaf, dan lainnya.

11. Berilah reward baik berupa pujian ataupun pelukan dan ciuman ketika anak menunjukkan perilaku baik dalam bermain bersama (selama bermain tidak berkelahi, tidak ada yang menangis/disakiti, dan sebagainya).(tabloid-nakita)

0 komentar: