CUTI "SEKOLAH"

Bagaimana membujuk anak yang sedang tidak mood "sekolah"?

Memasukkan anak ke taman kanak-kanak adalah proses awal penyesuaiannya dengan pendidikan formal. Di situ anak belajar banyak hal seperti bersosialisasi, berinteraksi, berdisiplin, belajar mengalah, berbagi, juga pengetahuan-pengetahuan yang mungkin tidak didapat anak di rumah.

Nah, bila dia terlalu sering "cuti", akibatnya tentu kehilangan banyak kesempatan belajar. Sering "cuti" pun dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan buat anak. Sedikit-sedikit ia jadi gampang memutuskan tidak mau "sekolah".

Sebaiknya, kita harus punya kebijaksanaan sendiri apakah anak harus "cuti" dari "sekolah" atau tidak. Bila memang anak tak terlalu diperlukan dalam kegiatan kita, sebaiknya dia tetap "bersekolah" supaya tidak kehilangan hal-hal penting dalam proses perkembangan pendidikannya. Misal, menjadwalkan wisata berhari-hari ke luar kota hanya sekali dalam 6 bulan. Bila kemudian harus berwisata kembali, kita pilih yang hanya memakan waktu 1-2 hari dengan mengambil weekend saja. Intinya, jangan sampai mengorbankan waktu anak bersekolah.

ALASAN TEPAT

Tidak masuk "sekolah" boleh saja, asalkan dengan alasan yang sangat penting. Misal, mengunjungi kakek/nenek yang sedang sakit, atau ada kerabat yang melangsungkan pernikahan di luar kota, dan keperluan lainnya yang memang tak bisa ditinggalkan.

Hindari alasan yang tidak penting, contohnya karena orangtua sedang tidak punya waktu mengantar anak. Alasan yang dicari-cari jelas merugikan; si kecil jadi kehilangan kesempatan untuk menerima banyak hal positif di "sekolahnya" pada hari itu. Selain juga kehilangan biaya yang sudah kita keluarkan yang mungkin jumlahnya cukup besar.

Kalau alasannya penting, jangan lupa jelaskan di mana letak pentingnya. "Nak, Tante Tuti dan Om Ari akan menikah di rumah Oma, jadi kita harus ke sana. Mama, kan, kakaknya Tante Tuti, kalau tidak ke sana nanti Oma dan Tante Tuti bisa marah besar." Kembangkan dialog sederhana kepada anak ketika dia menanyakan hal seputar kealpaannya di "sekolah" agar dia benar-benar paham kenapa dia tidak masuk "sekolah".

Sebaiknya tidak menggunakan kata "bolos" ketika meminta anak untuk tidak masuk "sekolah". Kata "bolos" bernada negatif dan identik dengan kemalasan. Jadi, gunakanlah kata yang lebih halus yang konotasinya lebih positif, seperti "tidak hadir," "cuti," atau "izin".

Bila memungkinkan, ajak anak untuk minta izin gurunya terlebih dahulu. Dengan begitu, anak melihat bahwa "cuti" tak boleh dilakukan sembarangan melainkan harus dengan seizin guru. Contoh, "Adek, besok dan lusa kita minta izin tidak masuk sekolah ke Bu guru ya. Kan kita mau ke rumah nenek, menghadiri pernikahaan Tante Tuti."

Dengan kata yang lebih halus ini, persepsinya pun jadi lebih positif. Biasanya guru pun akan berpesan, "Kamu boleh kok tidak 'sekolah', tapi jangan terlalu sering ya!" misal. Nah, perkataan tersebut menjadi peringatan bahwa ia tidak diizinkan untuk sering-sering minta cuti.

BOSAN ATAU MALAS

Sebenarnya kita bisa meyakinkan anak bahwa banyak hal menyenangkan yang bisa ia lakukan di "sekolah". Bertemu teman, bermain perosotan, ayunan, jungkat-jungkit, bernyanyi bersama, mewarnai, bermain pasel adalah beberapa di antaranya. Dengan bujukan-bujukan halus biasanya anak mau ke "sekolah".

Namun memang, bila anak sedang bad mood berat sangat sulit membujuknya. Bila demikian, sesekali boleh saja kita mengizinkan anak tidak "sekolah" karena mungkin ia sedang ingin bermain di rumah. Beritahukan hal yang sebenarnya kepada guru di "sekolah" bahwa anak kita sedang bad mood.

Akan tetapi, bukan berarti kita harus selalu meluluskan permintaan anak. Yang harus kita lakukan, selain membujuk, adalah mencari tahu penyebab mengapa anak sering tidak mau "sekolah". Apakah memang karena malas, bosan, atau ada hal tertentu di "sekolah" yang membuatnya enggan.

Bila hanya karena malas, biasanya dengan sedikit bujukan anak akan luluh tetapi bila ada satu hal di kelas akan sangat sulit membujuknya. Umpama, mungkin anak sering dijahili oleh teman-temannya. Bila demikian, kita harus meyakinkan bahwa dia harus berani menghadapi keadaan, "Kamu harus berani, tidak boleh takut, biar saja kamu dibilang gendut tapi kan kamu pintar, bisa menggambar monster."

Bila kita membangun rasa percaya dirinya dengan baik, maka rasa "pede" anak pun akan terbangun secara perlahan sehingga ia tak takut bila dijahili temannya. Bila anak kembali enggan "sekolah" karena temannya masih suka meledeknya, cobalah lakukan kerja sama dengan para guru agar anak-anak lain tidak mengejek.

Atau mungkin anak ingin ditemani ayah atau ibunya ke "sekolah". Mungkin dia melihat banyak temannya yang ditemani oleh orangtua masing-masing. Bila demikian, cobalah sesekali menemani anak ke "sekolah", izin setengah atau sehari dari kantor bisa kita lakukan. Nah, saat menemani anak cobalah buat ia gembira. Misal, dengan mengatakan kalau ia adalah anak yang baik kepada gurunya. Tidak sebaliknya malah bilang kalau anak kita penakut karena "sekolah" harus ditemani. "Indri anak berani kok. Mungkin dia ingin menunjukkan siapa mamanya. Jadi, meminta saya untuk menemaninya ke 'sekolah'," misalnya diucapkan di depan anak.

Bisa juga keengganan anak ber"sekolah" disebabkan fasilitas atau metode pengajaran yang membuat anak bosan. Ruangan yang panas, area bermain yang sempit, Mainan yang apa adanya, juga metode pembelajaran yang tidak memerhatikan tingkat perkembangan anak, sehingga membuatnya bosan. Bila demikian, cobalah cari jalan terbaik, umpama, dengan memindahkan anak ke "sekolah" yang memang cocok untuk anak, dari sarana hingga metode pembelajarannya.

"SEKOLAH" di Perjalanan

Meskipun anak tidak hadir di "sekolah", sebaiknya kita tetap memberikan pendidikan ke anak. Hal ini bisa kita lakukan di dalam perjalanan maupun di tempat tujuan bila memang ada kesempatan. Banyak hal positif yang bisa diberikan.

Pendidikan dalam Perjalanan

Banyak pengetahuan yang bisa kita berikan ke anak di dalam perjalanan. Bila kita menggunakan mobil, kita bisa menggunakan bangunan bersejarah, tanda lalu lintas, binatang, gunung, pohon, atau apa pun yang dilihat anak sebagai sarana pendidikan. "Lihat, itu adalah bangunan bersejarah, namanya Museum Gajah." Atau saat melihat gunung, "Adek itu gunung Merapi, itu lo yang pernah meletus. Kalau sedang meletus gunung itu akan mengeluarkan lahar dari puncaknya."

Bila kita menggunakan kereta api, pesawat terbang, atau kapal laut, kita juga bisa memberikan informasi pengetahuan ke anak. Umpama, kereta api itu jalannya di rel yang sangat panjang, pesawat terbang harus punya sayap biar bisa terbang tinggi, atau menjelaskan kalau sebagian besar bumi kita adalah laut saat berada di atas kapal laut. Inti dari semuanya adalah memperkaya pengetahuan anak dengan memberikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan luarnya yang jarang ditemuinya.

Pendidikan di Tempat Tujuan

Saat berada di tempat tujuan, di rumah nenek misalnya, kita pun bisa memberikan berbagai jenis pendidikan lain ke anak. Kita bisa mengajaknya mengembangkan kemampuan bersosialisasinya lewat perkenalan dengan saudara sepupunya, mengenalkan pohon keluarga dengan mengenalkan anggota keluarga, mendidik anak untuk lebih dekat dengan alam lewat lingkungan perkampungan yang sangat asri, dan sebagainya. Selain pengetahuan dan kemampuan anak bertambah, dia pun akan lebih senang menjalani kesehariannya.

Materi "Sekolah"

Tak salah bila kita menyisipkan materi-materi "sekolah" di dalam perjalanan atau di tempat tujuan. Contoh, di "sekolah" anak sedang diajarkan menggambar, nah kita bisa membawa buku gambar, bila ada kesempatan kita bisa meminta anak untuk menggambar dan mewarnai. Nah, bila saat izin gurunya berpesan agar anak menceritakan perjalanannya sekembalinya ke "sekolah", kita bisa mengajak anak untuk mengamati apa saja yang ditemukannya dalam perjalanan, apa saja yang dilakukannya di rumah nenek, dan sebagainya. Dengan begitu, meskipun anak izin dari "sekolah", dia tetap tidak ketinggalan materi "sekolah"nya. Tentu, kita harus melakukannya sambil bermain, tak perlu dipaksakan bila anak tak mau melakukannya. (tabloid-nakita)

0 komentar: