Kenapa ya ada yang jarang bertanya ?

Bantu anak untuk lebih berani berekspresi secara verbal.

Masa usia prasekolah (3-6 tahun) disebut sebagai questioning age alias usia banyak bertanya. Makanya jangan heran anak usia ini doyan sekali ngomong. Segala hal yang dia lihat dan dengar akan dikomentari dan ditanyakan. Hal ini terkait dengan perkembangannya dimana anak sedang dalam masa bereksplorasi dan ingin tahu banyak hal. Ditambah lagi, kematangan berbahasa verbalnya semakin baik. Kendati demikian, bukan berarti semua anak prasekolah akan bersikap seperti itu. Ada juga kok anak usia ini yang tampak kurang antusias untuk banyak bertanya. Nah, bila si kecil termasuk “golongan” ini, orangtua perlu mencermati penyebabnya.

6 PENYEBAB

1. Anak bersifat pemalu atau berkarakter tertutup.

Sifat pemalu dan karakter tertutup akan tampak lebih jelas di atas usia 3 tahunan. Anak-anak seperti ini biasanya menemui masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini pula yang membuat anak jarang bertanya, terutama di lingkungan yang tak begitu dikenalnya dengan baik.

2. Pernah mendapat pengalaman tak menyenangkan.

Di usia-usia sebelumnya anak pernah mengalami situasi yang membuatnya tak nyaman. Contoh, ketika anak banyak bertanya, orangtua malah menyuruhnya jangan tanya-tanya atau si anak diminta diam. Tanpa sadar, Anda mungkin pernah menertawakan atau mementahkan pertanyaan anak. Akibatnya, ketika anak sebetulnya ingin bertanya, dia tak mau melakukannya lantaran khawatir mendapatkan respons yang tidak menyenangkan atau penerimaan serupa yang pernah dialaminya. Jadi, respons lingkungan yang seperti itu akhirnya “mematikan” keinginan anak untuk bertanya dan tahu banyak hal.

3. Kurang stimulasi

Orangtua membiarkan anaknya tumbuh tanpa memberinya banyak rangsang. Misal, ketika anak bermain, didiamkan saja atau dibiarkan saja sendiri nonton TV tanpa distimulasi. Fasilitas atau media stimulus yang diberikan tidak beragam dan bervariasi. Anak juga tidak distimulasi untuk diajak bicara. Begitu pun bila lingkungannya sangat terbatas, semisal hanya area rumah yang sempit saja sehingga tak ada yang menarik untuk dieksplorasinya.

4. Kurang berani.

Untuk bertanya, mengemukakan pendapat dan sebagainya diperlukan keberanian dari diri anak. Umumnya, anak-anak dengan kepercayaan diri yang baik memiliki keberanian untuk bertanya.

5. Ada hambatan kognitif

Kemungkinan anak bermasalah dengan inteligensinya. Ingat-ingat, apakah otaknya pernah mengalami cedera? Jika pernah cedera atau ada suatu kelainan, hal ini akan memengaruhi proses penyerapan informasi yang diterima anak. Dampaknya, anak akan terlihat pasif, kurang inisiatif, tidak asertif, tidak mengembangkan pemecahan masalah, ada hambatan untuk mengutarakan apa yang dirasakan, diinginkan, dan ingin diketahuinya. Jika masalahnya cukup berat, umumnya anak tergolong berkebutuhan khusus. Gangguan otak bisa diketahui sejak usia sebelum ini.

6. Kemampuan berbahasa yang terhambat.

Seharusnya di usia ini anak mampu mengungkapkan dan mengekpresikan apa yang diinginkan serta dirasakannya. Nah, pada anak yang mengalami keterbatasan perbendaharaan kosakata, tentu tak mudah baginya untuk melontarkan banyak pertanyaan.

7 SOLUSI

1. Cari penyebab masalahnya.

Orangtua hendaknya mencari tahu apa yang jadi penyebab si anak jarang sekali mau bertanya. Apakah memang ia tipe pendiam dan pemalu, atau pernah mengalami suatu pengalaman tak menyenangkan, dan sebagainya. Selanjutnya, berikan berbagai stimulus dan rangsangan untuk memunculkan keinginannya bertanya.

2. Latih secara sosial.

Latih anak berinteraksi dengan teman, saudara sepupu dan lingkungan sosial di sekitarnya. Dari sini anak belajar bersosialisasi dengan banyak orang sehingga membuatnya lebih berani, tidak malu dan punya rasa percaya diri. Libatkan pula anak dalam aktivitas yang disenanginya untuk mengembangkan kemampuan dirinya yang nantinya akan berdampak baik bagi keterampilannya secara sosial, disamping membuatnya tambah "pede".

3. Jangan melabel anak.

Pelabelan, semisal, "Ah, kamu pemalu sih, payah!" atau "Kamu memang pendiam sih, jadinya enggak pernah mau nanya!", hanya akan membuat anak semakin menarik diri dan tak berani untuk banyak bertanya, selain juga "membunuh" keingintahuannya. Itulah mengapa, orangtua—juga orang dewasa lainnya—harus menghindari pelabelan pada anak.

4. Beri support.

Contoh, "Adek, kalau Ibu Guru tanya siapa yang bisa, Adek boleh tunjuk tangan. Begitu juga kalau Adek enggak tahu dan ada yang Adek ingin tanyakan, Adek boleh bertanya. Pokoknya, Adek jangan takut salah. Enggak apa-apa, kok kalau salah juga." Jelaskan pada anak bahwa banyak tanya dan ingin tahu sesuatu bukanlah masalah. Anak juga perlu dikuatkan bahwa dia tak perlu takut atau khawatir dengan apa pun respons yang akan diterimanya dari lingkungan. Penguatan dan support semacam ini dapat membangun rasa percaya dirinya. Bila anak pernah gagal atau mendapat respons yang tidak menyenangkan, jelaskan padanya, semisal lewat cerita. "Ibu juga dulu pernah ditertawakan. Sedih juga sih. Tapi, ya Ibu enggak khawatir untuk mencoba lagi. Ibu tanya aja lagi karena Ibu memang ingin tahu jawabannya."

5. Ciptakan lingkungan kondusif beserta stimulasi.

Hendaknya lingkungan di rumah pun memberi contoh. Jangan sampai menuntut anak banyak bertanya sementara kenyataannya orangtua di rumah lebih banyak diam, tidak ekspresif atau pemalu, tidak banyak berinteraksi dengan anak secara verbal, sehingga anak pun akan mencontoh hal yang sama dari lingkungannya. Orangtua harus bisa menjadi model atau mencontohkan perilaku agar anak mau aktif bertanya. Selain itu, jika memang anak cenderung pendiam, jangan cecar anak atau memaksanya untuk banyak bertanya. Tapi, seringlah mengajaknya bicara. Tanyalah anak tentang banyak hal sehingga membuatnya tertarik dan mendorong keingintahuannya. Biasanya dengan lingkungan yang dirasa nyaman, akan timbul keberaniannya untuk banyak bertanya. Gunakan media berupa buku, mainan, film, pengalaman jalan-jalan keluar dan sebagainya. Sehingga dengan wawasan dan pengetahuan yang bertambah akan muncul ketertarikan anak terhadap segala hal.

6. Tumbuhkan keberanian.

Agar anak belajar berani, hendaknya orangtua jangan selalu membantu atau melayani si kecil. Berikan kesempatan kepada anak untuk belajar mandiri dengan mencoba melakukan hal-hal sederhana sendiri. Berikan semangat, "Ayo, kamu pasti bisa, kok." Jangan lupa, puji usaha dan keberhasilan-keberhasilan kecil yang diperolehnya. Pujian akan membuat dirinya merasa berharga dan anak pun dapat mengembangkan kemampuan bertanya.

BUKAN TIDAK ANTUSIAS

Adakalanya, anak-anak yang cenderung pendiam dan jarang bertanya sebetulnya ingin tahu banyak hal. Memang agak sulit bagi orangtua untuk mengetahuinya. Ada anak-anak yang memang tidak aktif, cenderung diam, terlihat tak antusias, dan tak banyak tanya, tetapi sebetulnya mungkin saja ia juga belajar. Anak mungkin lebih suka memerhatikan, mengamati atau mencari tahu sesuatu dengan caranya sendiri dan mencobanya sendiri tanpa banyak bertanya. Ia bisa tahu banyak hal karena cara belajarnya yang seperti itu. Orangtua biasanya baru menyadari setelah si anak bisa mengerjakan atau melakukan sesuatu sendiri tanpa pernah ia tanya-tanya sebelumnya pada siapa pun.

Sebetulnya, tak masalah dengan anak yang tak banyak tanya seperti ini. Meski anak memang pasif namun ia tidak tergolong berkebutuhan khusus. Hanya saja, orang lain akan sulit mengetahui, mengerti maupun memahami apa yang jadi keinginan maupun harapan si anak karena ia tidak mengekspresikannya. Oleh sebab itu, orangtua tetap perlu menstimulasinya. Bagaimanapun perkembangan bahasa anak perlu dilatih agar lebih terampil dalam bersosialisasi.(tabloid-nakita)

0 komentar: